FARDU DAN SUNNAH SHALAT
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَل أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ التَّحِيَّاتُ
لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السّلامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ
وَرَحْمَةُ الله وبركَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ
الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ثُمَّ لِيَتَخَيَّرُ مِنَ الدُّعَاءِ اَحَبَهُ إِلَيْهِ .
رواه البخاري ومسلم.
Dari
Ibnu Mas’ud, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda,
"Apabila salah seorang dari kalian shalat, hendaklah ia mengucapkan (dalam
tahiyat):
Salam, segala kehormatan, shalawat, dan segala
kebaikan hanya milik Allah. Semoga keselamatan tercurah untukmu, wahai Nabi,
serta rahmat Allah dan berkah-Nya. Keselamatan juga tercurah bagi kami dan
hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah,
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya).
Kemudian
hendaklah ia memilih doa yang paling ia sukai." (Diriwayatkan oleh
Al-Bukhari dan Muslim).
Penjelasan Hadits:
1. Konteks
Hadits:
Hadits ini mengajarkan tata cara membaca tahiyat dalam shalat, khususnya
ketika seseorang duduk di akhir shalat, atau dalam tasyahhud. Ini adalah bagian
penting dari rukun shalat yang tidak boleh ditinggalkan.
2. Tahiyat:
o Bagian
pertama "At-Tahiyyātu lillāh, waṣ-ṣalawātu waṭ-ṭayyibāt"
menegaskan bahwa segala bentuk penghormatan, ibadah, dan kebaikan hanya milik
Allah. Kata At-Tahiyyāt berarti segala bentuk penghormatan atau ucapan
kemuliaan, sedangkan ṣalawāt mengacu pada segala doa, dan ṭayyibāt
mengacu pada segala kebaikan yang disampaikan kepada Allah.
o Bagian
kedua "As-salāmu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa raḥmatullāhi wa
barakātuh" adalah doa keselamatan yang ditujukan kepada Nabi Muhammad ﷺ, yang mengandung doa agar rahmat dan berkah Allah juga tercurah
kepadanya.
o Bagian
ketiga "As-salāmu ‘alainā wa ‘alā ‘ibādillāhiṣ-ṣāliḥīn" adalah
doa keselamatan yang diperuntukkan bagi diri sendiri dan bagi hamba-hamba Allah
yang saleh di seluruh dunia, menandakan pentingnya persatuan umat dalam doa dan
kesejahteraan bersama.
o Bagian
terakhir "Asyhadu allā ilāha illallāh, wa asyhadu anna Muḥammadan
‘abduhū wa rasūluh" merupakan dua kalimat syahadat, penegasan tentang
keyakinan Tauhid (ketiadaan tuhan selain Allah) dan kerasulan Nabi Muhammad ﷺ. Ini menunjukkan inti iman dalam Islam.
3. Doa
Setelah Tahiyat:
Setelah membaca tahiyat, Nabi ﷺ menganjurkan agar orang yang shalat
memanfaatkan momen ini untuk memanjatkan doa-doa yang ia sukai. Ini menunjukkan
kebebasan dan fleksibilitas dalam berdoa kepada Allah setelah tasyahhud.
Biasanya, orang berdoa untuk kebaikan dunia dan akhirat, atau hal-hal yang
diinginkan sesuai dengan kebutuhan pribadi.
4. Pentingnya
Hadits:
Hadits ini mengajarkan inti komunikasi dengan Allah dalam shalat, yaitu melalui
tasyahhud dan doa. Ini juga mengajarkan bahwa shalat tidak hanya sekedar ritual
fisik, tetapi juga interaksi spiritual yang dalam dengan Allah, memohon
ampunan, rahmat, dan keselamatan bagi diri sendiri, Nabi ﷺ, serta seluruh umat Muslim.
Setelah
tahiyat akhir dalam shalat, dianjurkan untuk berdoa sebelum salam. Ada beberapa
doa yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ yang bisa dibaca
setelah tahiyat. Berikut beberapa doa yang dianjurkan:
1. Doa Perlindungan dari 4 Hal
Doa
ini diriwayatkan oleh banyak sahabat, termasuk Abu Hurairah dan Aisyah
radhiyallahu 'anhuma:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ
مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا
وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
Artinya: "Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah
kehidupan dan kematian, serta dari keburukan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal."
(HR. Muslim)
2. Doa Mohon Ampunan, Rahmat, dan
Kebaikan Dunia Akhirat
Dalam
beberapa riwayat, Rasulullah ﷺ mengajarkan doa yang memohon kebaikan
dunia dan akhirat, di antaranya:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا
أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَسْرَفْتُ وَمَا أَنْتَ
أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لَا إِلَهَ
إِلَّا أَنْتَ
Artinya: "Ya Allah,
ampunilah dosa-dosaku, baik yang telah lalu maupun yang akan datang, yang aku
sembunyikan maupun yang aku tampakkan, dan dosa-dosa yang aku melampaui batas
dalam melakukannya, serta segala sesuatu yang lebih Engkau ketahui daripada
aku. Engkaulah yang Maha Mendahulukan dan yang Maha Mengakhirkan, tidak ada
tuhan selain Engkau." (HR. Muslim)
3. Doa untuk Kedua Orang Tua
Salah
satu doa yang dianjurkan dalam Islam adalah doa untuk kedua orang tua:
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا
كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya: "Ya Tuhanku,
ampunilah aku dan kedua orang tuaku, dan kasihanilah mereka sebagaimana mereka
telah mendidikku di waktu kecil."
4. Doa Mohon Kebaikan Dunia dan Akhirat
Ini
adalah doa yang sangat umum, memohon kebaikan di dunia dan akhirat serta
perlindungan dari siksa neraka:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya: "Ya Tuhan kami,
berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami
dari siksa api neraka." (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Doa Khusus yang Diinginkan
Selain
doa-doa di atas, setelah tahiyat kita juga dianjurkan untuk memanjatkan doa-doa
lain yang kita sukai. Nabi ﷺ mengajarkan kita untuk memanfaatkan momen
ini untuk memohon apa saja yang menjadi hajat atau kebutuhan kita, baik yang
terkait dengan dunia maupun akhirat.
Dalam
hal ini, seseorang bebas memilih doa apapun yang dia butuhkan, seperti
permintaan ampunan, petunjuk, kesehatan, rezeki, atau keselamatan.
عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ قَالَ أَنَا نَا رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ بَشِيرُ ، أَمَرَنَا اللهُ
أَنْ نُصلَ عَلَيْكَ فَكَيْفَ نَصَلَى عَلَيْكَ ؟ قَالَ قُولُوا : اَللّهُمَّ
صَلَّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِ مُحَمَّدٍ كَا صَلَّيْتَ عَلى أَي إِبْرَاهِيمَ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلى الـ مُحة كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إلي إبْرَاهِيمَ
إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجيدٌ ، رواه أحمد ومسلم والنسائي والترمذى .
Dari
Abu Mas'ud, ia berkata: “Kami mendatangi Rasulullah ﷺ, lalu Basyir
bertanya kepada beliau, 'Allah memerintahkan kami untuk bershalawat kepadamu,
maka bagaimana cara kami bershalawat kepadamu?' Rasulullah ﷺ bersabda: 'Katakanlah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Artinya:
"Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga
Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan shalawat kepada Ibrahim. Dan
limpahkanlah berkah kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau telah melimpahkan berkah kepada Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji lagi Maha Mulia." (HR. Ahmad, Muslim, Nasa'i, dan Tirmidzi)
Penjelasan
Hadits:
1. Konteks
Hadits:
Hadits ini menjelaskan tentang perintah Allah agar umat Muslim bershalawat
kepada Nabi Muhammad ﷺ. Para sahabat yang dipimpin oleh Basyir
datang kepada Nabi untuk meminta penjelasan bagaimana cara bershalawat kepada
beliau. Nabi ﷺ lalu mengajarkan shalawat yang dikenal
sebagai Shalawat Ibrahimiyyah.
2. Makna
Shalawat:
o "Allahumma
shalli ‘alā Muhammad wa ‘alā āli Muhammad": Permohonan kepada
Allah agar memberikan rahmat dan kemuliaan kepada Nabi Muhammad ﷺ dan keluarganya. Kata "āli" (keluarga) mencakup
seluruh keturunan, istri-istri Nabi, serta pengikut setia beliau.
o "Kama
shallaita ‘alā Ibrāhīm": Menghubungkan shalawat ini dengan
shalawat yang telah Allah berikan kepada Nabi Ibrahim. Ini menunjukkan
keutamaan Nabi Ibrahim sebagai bapak para nabi dan kehormatan yang besar bagi
Nabi Muhammad ﷺ.
o "Wa
bārik ‘alā Muhammad wa ‘alā āli Muhammad": Doa memohon berkah
agar diberikan kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Allah
memberkahi Nabi Ibrahim.
o "InnaKa
ḥamīdun majīd":
Menutup doa dengan pujian kepada Allah, yang Maha Terpuji dan Maha Mulia.
3. Keluarga
Nabi (Al):
Keluarga Nabi (آل) mencakup mereka yang beriman dan
mengikuti ajaran Nabi. Ini tidak hanya terbatas pada keturunan biologis beliau,
tetapi juga mencakup umat yang setia pada ajaran Islam.
4. Keutamaan
Shalawat:
Membaca shalawat kepada Nabi ﷺ merupakan salah satu bentuk ibadah yang
sangat dianjurkan dalam Islam. Shalawat ini menjadi tanda kecintaan dan
penghormatan umat kepada Nabi. Allah memerintahkan umat-Nya untuk bershalawat
sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an, Surat Al-Ahzab ayat 56:
"Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya."
5. Menghubungkan
dengan Ibrahim:
Dalam shalawat ini, kita juga memohon agar Allah memberkahi Nabi Muhammad ﷺ sebagaimana Allah memberkahi Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim adalah
nabi yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah agama-agama monoteis (Islam,
Yahudi, Kristen), dan beliau juga merupakan contoh ketakwaan serta ketabahan.
Dengan
demikian, shalawat ini merupakan doa yang sangat mulia dan penuh makna,
mengandung permohonan agar Allah selalu memuliakan Nabi Muhammad ﷺ, keluarganya, serta kita sebagai umatnya. Shalawat ini biasa
dibaca dalam tahiyat akhir di dalam shalat, dan dianjurkan dibaca di luar
shalat sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad ﷺ.
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُسَلَّمَ تَسْلِيمَةً فِي الوِتْرِ . رواه ابن حبان .
“Adalah Nabi ﷺ mengucapkan salam
satu kali dalam shalat witir.” (HR. Ibnu Hibban)
Penjelasan
Hadits:
1. Konteks
Shalat Witir:
Hadits ini menjelaskan tentang tata cara shalat witir yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad ﷺ. Shalat witir adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada malam
hari sebagai penutup dari shalat malam. Witir berarti "ganjil,"
sehingga rakaat shalat ini dikerjakan dalam jumlah ganjil (1, 3, 5, 7, atau
lebih).
2. Salam
Satu Kali:
Dalam hadits ini, disebutkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ mengucapkan satu
kali salam ketika selesai shalat witir. Ini berbeda dengan shalat-shalat
lainnya di mana salam dilakukan dua kali, yaitu ke kanan dan ke kiri. Ucapan
satu kali salam berarti beliau hanya menoleh ke kanan dan mengucapkan
"Assalamu'alaikum warahmatullah."
3. Kebolehan
Satu atau Dua Salam dalam Witir: Berdasarkan hadits ini, sebagian ulama
menyimpulkan bahwa dalam shalat witir, mengucapkan satu kali salam sudah cukup.
Namun, ada juga riwayat lain yang menunjukkan bahwa Nabi ﷺ terkadang mengucapkan dua kali salam dalam shalat witir,
seperti halnya dalam shalat wajib. Oleh karena itu, para ulama membolehkan
kedua cara: mengucapkan satu salam atau dua salam dalam shalat witir.
4. Kesimpulan
Hukum:
Meskipun satu salam dalam witir adalah salah satu kebiasaan Nabi ﷺ, hal ini tidak menjadikan dua salam sebagai tindakan yang tidak
sah. Keduanya adalah sunnah dan dapat diamalkan sesuai preferensi atau
kebiasaan masing-masing.
5. Makna
Spiritualitas Witir:
Shalat witir memiliki makna penting dalam kehidupan spiritual seorang Muslim,
karena menjadi penutup ibadah malam yang dianjurkan untuk dilakukan secara
konsisten. Nabi ﷺ sangat menganjurkan untuk melaksanakan
witir dan tidak pernah meninggalkannya, baik dalam keadaan bermukim maupun dalam
perjalanan. Shalat witir juga menunjukkan perhatian Islam terhadap keseimbangan
antara bentuk ibadah yang sunnah dan wajib.
إِنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ السّلامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ
اللهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ حَتَّى يُرَى بَيَا ضُ خَدِهِ رواه
الخمسة وصححه الترمذى
Dari
Ibnu Mas'ud, ia berkata: “Sesungguhnya Nabi ﷺ ketika
mengucapkan salam dalam shalat, beliau mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri
dengan mengucapkan 'Assalamu'alaikum wa rahmatullah' (semoga keselamatan dan
rahmat Allah menyertaimu), sehingga tampak putih pipi beliau (oleh orang yang
berada di belakangnya).” (HR. Al-Khamsah dan disahihkan oleh At-Tirmidzi)
Penjelasan
Hadits:
1. Konteks
Salam dalam Shalat:
Hadits ini menjelaskan tentang tata cara salam yang diucapkan oleh Nabi
Muhammad ﷺ di akhir shalat. Salam adalah tanda penutup shalat dan
dilakukan setelah tahiyat akhir. Dalam hadits ini, Nabi ﷺ mengucapkan salam dua kali, yaitu ke arah kanan dan ke arah
kiri.
2. Ucapan
Salam:
Nabi ﷺ mengucapkan salam dengan kalimat "Assalamu'alaikum wa
rahmatullah" ke arah kanan terlebih dahulu, kemudian ke arah kiri. Ucapan
ini bermakna mendoakan keselamatan, rahmat, dan keberkahan bagi diri sendiri,
para jamaah, serta para malaikat yang hadir dalam shalat tersebut.
3. Gerakan
Kepala saat Salam:
Dalam hadits ini disebutkan bahwa Nabi ﷺ menggerakkan
kepalanya ke kanan dan ke kiri saat mengucapkan salam, hingga terlihat bagian
putih pipi beliau oleh para sahabat yang berada di belakangnya. Ini menunjukkan
bahwa gerakan salam Nabi ﷺ cukup jelas, bukan hanya sekadar gerakan
kecil, tetapi dengan menoleh sehingga orang di sekitarnya bisa melihat wajah
beliau dari samping.
4. Keutamaan
Salam di Akhir Shalat: Salam merupakan rukun shalat yang menandakan berakhirnya
shalat. Dengan salam, seorang Muslim menyebarkan doa keselamatan kepada
dirinya, para malaikat, dan orang-orang yang berada di sekelilingnya. Ucapan
salam ini menjadi bentuk penghubung spiritual antara individu dengan komunitas
serta makhluk Allah yang lain.
5. Pentingnya
Salam Dua Arah:
Hadits ini juga menegaskan bahwa Nabi ﷺ mengucapkan salam
ke arah kanan dan kiri, menandakan pentingnya mengakhiri shalat dengan doa
keselamatan secara menyeluruh. Dalam fiqh, salam dua kali adalah sunnah yang
sangat dianjurkan dan merupakan amalan yang disepakati oleh mayoritas ulama.
6. Makna
dan Hikmah dari Salam: Salam dalam shalat tidak hanya formalitas, tetapi juga
mencerminkan semangat Islam yang membawa kedamaian dan rahmat. Salam adalah
cara untuk menunjukkan bahwa shalat yang kita lakukan tidak hanya untuk diri kita
sendiri, tetapi juga membawa berkah bagi orang lain di sekitar kita. Dengan
salam, kita mengakhiri hubungan dengan Allah dalam shalat, dan pada saat yang
sama, kita membuka kembali hubungan sosial dengan sesama manusia.
Kesimpulan: Hadits ini
menunjukkan tata cara mengucapkan salam dalam shalat sebagaimana dilakukan oleh
Nabi ﷺ, yaitu dengan mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri. Hal ini
menjadi sunnah yang kuat dalam shalat dan menunjukkan perhatian terhadap doa
keselamatan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
صلوا كما رأيتُمُونِي أَصَلّى . رواه البخارى
.
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat
aku shalat.” (HR. Bukhari)
Penjelasan
Hadits:
1. Perintah
untuk Mencontoh Shalat Nabi ﷺ: Hadits ini adalah
perintah dari Nabi Muhammad ﷺ kepada para sahabat dan seluruh umat Islam
untuk melaksanakan shalat dengan mengikuti tata cara yang diajarkan oleh
beliau. Nabi ﷺ menegaskan bahwa shalat harus dilakukan
sesuai dengan contoh yang telah beliau peragakan selama hidupnya.
2. Shalat
Sebagai Ibadah yang Tertib: Shalat adalah salah satu rukun Islam yang sangat penting,
dan harus dilaksanakan dengan cara yang benar dan sesuai syariat. Hadits ini
menekankan pentingnya meniru cara shalat Nabi ﷺ, baik dalam
gerakan, bacaan, maupun sikap hati. Ini berarti bahwa dalam setiap aspek
shalat—mulai dari takbiratul ihram hingga salam—umat Islam harus mengacu pada
cara Nabi ﷺ melakukannya.
3. Sumber
Tuntunan dalam Shalat: Karena Nabi ﷺ menjadi contoh
utama dalam pelaksanaan shalat, umat Islam diwajibkan untuk mempelajari
sunnah-sunnah beliau dalam hal shalat. Ini bisa dilakukan melalui hadits-hadits
yang menjelaskan tata cara shalat Nabi, atau dengan mengikuti para ulama yang
telah meneliti dan menjelaskan sunnah tersebut. Para sahabat yang langsung
menyaksikan bagaimana Nabi ﷺ shalat menjadi sumber utama dalam
periwayatan tata cara shalat ini.
4. Makna
Meniru Shalat Nabi:
Mencontoh shalat Nabi ﷺ tidak hanya terbatas pada gerakan fisik,
tetapi juga mencakup khusyuk, ketulusan hati, dan pemahaman mendalam tentang
bacaan-bacaan yang diucapkan. Nabi ﷺ adalah teladan
terbaik dalam hal khusyuk dan fokus selama shalat, sehingga umat Islam tidak
hanya dituntut meniru secara lahiriah, tetapi juga secara batiniah.
5. Relevansi
Hadits Ini dalam Kehidupan: Hadits ini tetap relevan sampai hari ini karena ia
menunjukkan pentingnya memelihara kesahihan shalat sebagai ibadah. Setiap
Muslim perlu merujuk kepada sunnah Nabi ﷺ ketika menghadapi
pertanyaan tentang tata cara shalat yang benar, dan memastikan bahwa shalat
mereka sesuai dengan petunjuk yang diajarkan Rasulullah ﷺ.
عن ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ رَفَعَ يَدَيْهِ حتَّى
يَكُونَا بِحَدْ و مَنْكِبَيْهِ ثُمَّ يُكَر فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكُمْ
رَفَعَهُمَا مِثْلَ ذَلِكَ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الركوع رَفَعَهُ مَا
كَذلِكَ . رواه البخارى ومسلم .
Terjemahan
Hadits:
Dari
Ibnu Umar, ia berkata: “Rasulullah ﷺ apabila berdiri
untuk shalat, beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan
pundaknya, kemudian beliau takbir. Ketika ingin rukuk, beliau juga mengangkat
kedua tangannya seperti itu, dan apabila beliau bangkit dari rukuk, beliau juga
mengangkat kedua tangannya seperti itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Penjelasan
Hadits:
1. Mengangkat
Tangan dalam Shalat:
Hadits ini menjelaskan salah satu sunnah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ dalam shalat, yaitu mengangkat kedua tangan pada beberapa
posisi dalam shalat, yaitu:
o Saat
takbiratul ihram (ketika memulai shalat).
o Ketika
hendak rukuk.
o Ketika
bangkit dari rukuk (i'tidal).
Mengangkat tangan
dalam shalat ini disebut sebagai raf'ul yadain.
2. Tata
Cara Mengangkat Tangan: Menurut hadits ini, Nabi ﷺ mengangkat kedua
tangannya hingga sejajar dengan pundak beliau. Ini berarti tangan
diangkat sejajar dengan bahu, dengan telapak tangan menghadap ke arah kiblat,
dan jari-jari tangan dalam posisi rapat atau sedikit terbuka.
3. Waktu
Mengangkat Tangan:
Dalam hadits ini dijelaskan tiga waktu utama di mana Nabi ﷺ mengangkat kedua tangannya:
o Ketika
memulai shalat (takbiratul ihram).
o Ketika
hendak rukuk.
o Ketika
bangkit dari rukuk (i'tidal).
Mengangkat tangan
pada momen-momen ini menjadi salah satu sunnah yang diajarkan Nabi ﷺ, dan mayoritas ulama menyepakati kesunnahan melakukan raf'ul
yadain dalam tiga posisi tersebut. Beberapa riwayat lain juga menambahkan bahwa
Nabi ﷺ mengangkat tangan ketika bangkit dari sujud kedua dalam rakaat
pertama ke rakaat kedua.
4. Tujuan
dan Hikmah Raf'ul Yadain: Mengangkat tangan dalam shalat memiliki beberapa makna
simbolis, di antaranya:
o Kehormatan
kepada Allah:
Gerakan ini melambangkan ketundukan dan penghormatan kepada Allah ketika
seseorang memulai shalat.
o Pengingatan
akan kesungguhan hati: Dengan mengangkat tangan, seorang Muslim diingatkan untuk
menghadirkan hati dan pikirannya dalam shalat, menandai transisi dari gerakan
satu ke gerakan berikutnya.
o Keseragaman
Gerakan:
Raf'ul yadain juga menjaga keteraturan dan keindahan gerakan dalam shalat,
mengikuti contoh langsung dari Rasulullah ﷺ.
5. Kesunnahan
Raf'ul Yadain:
Meskipun mengangkat tangan (raf'ul yadain) adalah sunnah dan tidak wajib,
melakukannya merupakan cara untuk mengikuti praktik shalat yang dilakukan oleh
Nabi ﷺ. Hal ini juga menunjukkan semangat seorang Muslim dalam
mengikuti tata cara ibadah yang diajarkan Nabi ﷺ
dengan detail dan
kehati-hatian.
6. Kesimpulan
Hukum:
Mayoritas ulama sepakat bahwa raf'ul yadain adalah sunnah muakkadah (sunnah
yang sangat dianjurkan) dalam shalat. Meninggalkannya tidak membatalkan shalat,
tetapi melaksanakannya memberikan keutamaan tambahan dalam mengikuti tata cara
ibadah Nabi ﷺ secara sempurna.
وَلَا يَفْعَلُ حِينَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ مِنَ
السُّجُودِ وَلَا يَرْفَعُمُ مَا بَيْنَ السَّجِدَتَيْنِ . رواه مسلم
.
Terjemahan
Hadits:
“Dan
beliau (Nabi Muhammad ﷺ) tidak mengangkat kedua tangannya ketika
mengangkat kepalanya dari sujud, dan beliau juga tidak mengangkat kedua
tangannya di antara dua sujud.” (HR. Muslim)
Penjelasan
Hadits:
1. Tidak
Mengangkat Tangan Ketika Bangkit dari Sujud: Hadits ini menjelaskan bahwa Nabi
Muhammad ﷺ
tidak mengangkat
kedua tangannya
ketika beliau bangkit dari sujud. Berbeda dengan saat takbiratul ihram, rukuk,
dan i'tidal (bangkit dari rukuk), ketika Nabi ﷺ bangkit dari
sujud, beliau tidak mengangkat tangan.
2. Tidak
Mengangkat Tangan di Antara Dua Sujud: Selain tidak mengangkat tangan saat
bangkit dari sujud, hadits ini juga menegaskan bahwa tidak ada pengangkatan
tangan di antara dua sujud, yaitu saat duduk di antara dua sujud.
3. Pembedaan
Waktu Pengangkatan Tangan dalam Shalat: Hadits ini mengatur kapan pengangkatan
tangan dianjurkan dan kapan tidak. Dari hadits-hadits yang lain, diketahui
bahwa Nabi ﷺ hanya mengangkat tangan pada:
o Takbiratul
ihram.
o Sebelum
rukuk.
o Saat
bangkit dari rukuk (i'tidal).
Di luar momen-momen
ini, Nabi ﷺ tidak mengangkat tangannya, termasuk dalam gerakan sujud dan
duduk di antara dua sujud.
4. Kehikmahan
di Balik Aturan Ini:
Shalat merupakan ibadah yang sangat tertib dan teratur. Setiap gerakan dan
bacaan memiliki hikmah dan tujuan tersendiri. Mengangkat tangan (raf'ul yadain)
dalam beberapa momen shalat seperti takbiratul ihram dan rukuk merupakan cara
untuk memuliakan dan memusatkan perhatian pada Allah, sementara gerakan-gerakan
lain seperti sujud dan duduk di antara dua sujud lebih fokus pada ketundukan
dan kerendahan hati, sehingga tidak perlu disertai dengan pengangkatan tangan.
5. Pentingnya
Mengikuti Sunnah Nabi ﷺ: Hadits ini menegaskan bahwa tata cara
shalat yang benar adalah mengikuti apa yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Tidak hanya dalam hal pengangkatan tangan, tetapi seluruh
gerakan dan bacaan dalam shalat harus dilakukan sesuai dengan apa yang telah
diajarkan oleh beliau. Mengikuti sunnah Nabi ﷺ dalam tata cara
shalat merupakan upaya untuk menjaga kemurnian dan keabsahan ibadah.
Kesimpulan: Hadits ini
menjelaskan bahwa Nabi Muhammad ﷺ tidak mengangkat
tangan ketika bangkit dari sujud dan ketika duduk di antara dua sujud. Ini
adalah salah satu bentuk kesunnahan dalam shalat yang menunjukkan perbedaan
waktu dan momen di mana pengangkatan tangan dianjurkan. Umat Islam dianjurkan
untuk mengikuti sunnah Nabi ﷺ ini agar shalat yang dilakukan sesuai
dengan tuntunan yang benar.
إِذَا قَامَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ
الركعتين رفع يديه . رواه البخاري.
Terjemahan
Hadits:
“Ketika
Nabi ﷺ bangkit dari dua rakaat (untuk rakaat ketiga), beliau
mengangkat kedua tangannya.” (HR. Bukhari)
Penjelasan
Hadits:
1. Mengangkat
Tangan Saat Bangkit dari Dua Rakaat: Hadits ini menjelaskan bahwa Nabi
Muhammad ﷺ mengangkat kedua tangannya ketika beliau bangkit dari duduk
setelah dua rakaat, yaitu saat hendak berdiri menuju rakaat ketiga. Ini adalah
salah satu sunnah yang diajarkan oleh Nabi ﷺ dalam shalat.
2. Tata
Cara Pengangkatan Tangan: Pengangkatan tangan (raf'ul yadain) yang dimaksud di sini
serupa dengan pengangkatan tangan saat takbiratul ihram, rukuk, dan bangkit
dari rukuk. Kedua tangan diangkat hingga sejajar dengan bahu atau telinga,
telapak tangan menghadap kiblat, dan jari-jari tangan dalam keadaan rapat atau
sedikit terbuka.
3. Momen
Pengangkatan Tangan:
Dari beberapa hadits, dapat diketahui bahwa ada empat momen di mana Nabi ﷺ dianjurkan untuk mengangkat tangan dalam shalat:
o Saat
takbiratul ihram (memulai shalat).
o Sebelum
rukuk.
o Ketika
bangkit dari rukuk (i'tidal).
o Ketika
bangkit dari duduk setelah dua rakaat (untuk rakaat ketiga).
Hadits ini menekankan
pengangkatan tangan pada momen keempat, yaitu saat bangkit dari duduk setelah
dua rakaat, ketika shalat memiliki lebih dari dua rakaat (misalnya, dalam
shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, atau Isya).
4. Hikmah
Pengangkatan Tangan:
Mengangkat tangan dalam shalat memiliki beberapa makna:
o Kehormatan
dan Pengagungan Allah: Setiap kali seseorang mengangkat tangan, itu adalah tanda
ketundukan dan kehormatan kepada Allah.
o Keteraturan
Gerakan Shalat:
Pengangkatan tangan pada momen-momen tertentu menambah keteraturan gerakan
dalam shalat, mengikuti contoh Rasulullah ﷺ.
o Kekhusyukan
dalam Ibadah:
Raf'ul yadain membantu seorang Muslim mengingat momen penting dalam shalat,
seperti perpindahan dari satu rukun ke rukun lainnya, sehingga memperkuat fokus
dan khusyuk dalam ibadah.
5. Kepatuhan
terhadap Sunnah:
Mengikuti sunnah Nabi ﷺ dalam hal sekecil apapun, termasuk
pengangkatan tangan saat bangkit dari dua rakaat, adalah bentuk kepatuhan
seorang Muslim dalam meneladani cara beribadah yang diajarkan oleh Nabi ﷺ. Meskipun pengangkatan tangan ini termasuk sunnah dan tidak
wajib, melaksanakannya menambah kesempurnaan shalat seseorang.
Kesimpulan: Hadits ini
menjelaskan bahwa Nabi Muhammad ﷺ mengangkat kedua
tangannya ketika bangkit dari dua rakaat menuju rakaat ketiga. Ini merupakan
salah satu sunnah dalam shalat, dan mengikuti sunnah ini menunjukkan ketundukan
dan penghormatan kepada Allah serta keseriusan dalam meneladani cara ibadah
yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ.
وَعَنْ وَائِلِ بْنِ مُحجْرٍ صَلَّيْتُ مَعَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى
على يده اليسرى عَلى صَدْرِهِ . رواه ابن خزيمة "
Terjemahan
Hadits:
“Dari
Wail bin Muhjir, ia berkata: ‘Saya shalat bersama Rasulullah ﷺ, lalu beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya
di atas dadanya.’” (HR. Ibn Khuzaymah)
Penjelasan
Hadits:
1. Posisi
Tangan dalam Shalat:
Hadits ini menjelaskan tentang tata cara meletakkan tangan saat shalat, yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Dalam hal ini, beliau meletakkan tangan
kanannya di atas tangan kirinya, dan keduanya diletakkan di atas dada.
Ini merupakan salah satu cara yang dianjurkan dalam shalat.
2. Tata
Cara Berdoa:
Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dada menunjukkan sikap khusyuk
dan sopan dalam beribadah kepada Allah. Ini juga menandakan bahwa seorang
Muslim memusatkan perhatian pada ibadahnya.
3. Berbagai
Pendapat tentang Posisi Tangan: Dalam kalangan ulama, terdapat
beberapa pendapat mengenai posisi tangan dalam shalat:
o Posisi
Tangan di Dada:
Seperti yang dijelaskan dalam hadits ini, banyak ulama berpendapat bahwa
meletakkan tangan di atas dada adalah sunnah yang dianjurkan, sebagaimana yang
dicontohkan oleh Nabi ﷺ.
o Posisi
Tangan di Perut:
Sebagian ulama juga berpendapat bahwa meletakkan tangan di perut (sebelah bawah
dada) juga diperbolehkan, namun hadits yang paling sering dikutip adalah yang
menunjukkan posisi di atas dada.
4. Hikmah
Posisi Tangan dalam Shalat:
o Menunjukkan
Ketaatan dan Ketundukan: Posisi tangan ini melambangkan sikap tawadhu’ (rendah hati)
dan ketaatan kepada Allah.
o Meningkatkan
Konsentrasi:
Dengan meletakkan tangan pada posisi tertentu, seorang Muslim dapat lebih fokus
dalam ibadahnya, terhindar dari gangguan.
o Menjaga
Ketertiban dalam Ibadah: Tata cara beribadah yang teratur dan jelas menunjukkan
keseragaman dalam menjalankan ibadah shalat.
5. Kepatuhan
terhadap Sunnah:
Mengikuti sunnah Nabi ﷺ dalam posisi tangan saat shalat adalah
bentuk pengamalan yang baik dan menunjukkan kecintaan seorang Muslim terhadap
ajaran Nabi. Meskipun posisi tangan dalam shalat termasuk sunnah,
melaksanakannya memberikan keutamaan tersendiri dan menambah kesempurnaan dalam
shalat.
Kesimpulan: Hadits ini
menjelaskan bahwa Nabi Muhammad ﷺ meletakkan tangan
kanannya di atas tangan kirinya di atas dadanya saat shalat. Ini merupakan tata
cara yang dianjurkan dalam shalat dan menunjukkan ketundukan serta penghormatan
kepada Allah. Mengikuti sunnah ini menambah kesempurnaan shalat dan menunjukkan
komitmen seorang Muslim dalam meneladani Nabi ﷺ.
اللهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ عَطَايَايَ
كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُم نَقْنِي مِنْ
خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ
اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالبَرَد.
Terjemahan
Doa:
“Ya
Allah, jauhkanlah antara diriku dan antara kesalahan-kesalahanku, sebagaimana
Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari
kesalahan-kesalahanku, sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Ya
Allah, cuci bersih aku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air, dan es.”
Penjelasan
Doa:
1. Permohonan
untuk Dijauhkan dari Dosa:
o "Ya
Allah, jauhkanlah antara diriku dan antara kesalahan-kesalahanku, sebagaimana
Engkau menjauhkan antara timur dan barat."
o Dalam
bagian ini, seorang Muslim meminta kepada Allah agar menjauhkan diri dari
dosa-dosa mereka dengan jarak yang sangat jauh, seperti jarak antara timur dan
barat. Ini menunjukkan betapa seriusnya pengharapan untuk terhindar dari akibat
dosa dan keinginan untuk mendapatkan pengampunan.
2. Pembersihan
Dosa:
o "Ya
Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku, sebagaimana kain putih
dibersihkan dari kotoran."
o Dalam
bagian ini, permohonan untuk dibersihkan dari dosa diibaratkan dengan kain
putih, yang merupakan simbol kesucian dan kebersihan. Ini menekankan pentingnya
menjaga hati dan jiwa agar tetap bersih dari noda dosa.
3. Cuci
Bersih dengan Air yang Murni:
o "Ya
Allah, cuci bersih aku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air, dan
es."
o Dalam
bagian ini, terdapat permohonan untuk mencuci bersih diri dari dosa dengan
menggunakan air, salju, dan es, yang merupakan simbol kesucian dan kebersihan.
Salju dan es menunjukkan harapan akan pembersihan yang sangat menyeluruh dan
sempurna.
4. Hikmah
dan Makna dari Doa:
o Kesadaran
akan Dosa:
Doa ini mencerminkan kesadaran seorang hamba terhadap kesalahan dan dosa yang
telah dilakukannya. Meminta ampunan dan pembersihan menunjukkan kerendahan hati
dan kesadaran spiritual.
o Keinginan
untuk Mendekat kepada Allah: Dengan berdoa demikian, seseorang
menunjukkan keinginan untuk kembali kepada Allah dan memperbaiki diri. Ini
adalah langkah penting dalam perjalanan spiritual seorang Muslim.
o Simplicity
of Heart:
Doa ini mengingatkan kita bahwa kita semua memiliki kesalahan dan membutuhkan
pengampunan. Dalam posisi berdoa, seorang hamba menyadari kelemahan dan
ketergantungan pada kasih sayang Allah.
5. Sunnah
Berdoa dengan Khusyu’ dan Memohon Ampunan:
o Doa
ini sering kali diucapkan dalam shalat, terutama setelah melakukan kesalahan
atau merasa kurang dalam ibadah. Melalui doa ini, seorang Muslim berusaha
menambah ketenangan dan kekhusyukan dalam ibadah, serta memohon ampunan yang
tulus dari Allah.
Kesimpulan: Doa ini merupakan
ungkapan kerinduan seorang hamba untuk dibersihkan dari dosa dan kesalahan,
dengan harapan agar Allah menjauhkan mereka dari pengaruh dosa seperti halnya
jarak antara timur dan barat. Permohonan untuk dicuci dengan salju, air, dan es
menunjukkan harapan akan pembersihan yang sempurna. Dengan berdoa, seorang
Muslim menunjukkan kerendahan hati, kesadaran akan kesalahan, dan keinginan
untuk mendekatkan diri kepada Allah.
عن أبي هريرة قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صلى الله
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَبَة في الصلاة سكت هنية قبلَ الْقِرَاءَةِ فَقُلْتُ
يَا رَسُولَ اللهِ بِأبي أنت وأمي از ايت سكوتك بين التَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةِ
مَا تَقُولُ؟ قَالَ أَقُولُ: اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا
بَاعَدْتَ بَيْنَ المُشْرِقِ وَالمغرب. اللهُم نَقْنِي مِنْ خَطَايَايَ كَاقَى
الثَّوْبُ الأَبيضُ مِنَ الدَّنَ اللهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ
وَالْمَاءِ وَالْبَرد . . رواه البخاري ومسلم
Hadits
ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan menjelaskan praktik Nabi Muhammad SAW
saat melakukan shalat, khususnya setelah takbiratul ihram. Berikut adalah
penjelasan dari hadits tersebut:
Terjemahan Hadits:
"Dari
Abu Hurairah, ia berkata, 'Nabi SAW apabila berdiri untuk shalat, beliau diam
sejenak sebelum membaca Al-Qur'an. Maka aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, semoga
aku berkorban untukmu, apa yang engkau katakan dalam keheningan antara takbir
dan bacaan?' Beliau menjawab, 'Aku berdoa: Ya Allah, jauhkanlah antara diriku
dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan
barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku, sebagaimana kain
putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cuci bersih aku dari
kesalahan-kesalahanku dengan salju, air, dan es.'"
Penjelasan Hadits:
1. Diam
Setelah Takbir:
o Nabi
SAW melakukan diam sejenak setelah takbiratul ihram (takbir pertama saat
memulai shalat) sebelum memulai bacaan Al-Qur'an. Hal ini menunjukkan bahwa
diam sejenak adalah bagian dari tata cara shalat yang dianjurkan.
2. Pertanyaan
Abu Hurairah:
o Abu
Hurairah, sebagai sahabat dan perawi hadits, merasa penasaran dan bertanya
kepada Nabi SAW tentang apa yang beliau ucapkan dalam keheningan tersebut. Ini
menunjukkan rasa ingin tahunya dan keinginannya untuk meneladani Nabi dalam
ibadah.
3. Doa
yang Dibaca:
o "Ya
Allah, jauhkanlah antara diriku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau
menjauhkan antara timur dan barat."
§ Dalam
doa ini, Nabi SAW memohon agar Allah menjauhkan dirinya dari dosa-dosa dengan
jarak yang sangat jauh, mencerminkan harapan untuk terhindar dari pengaruh
dosa.
o "Ya
Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku, sebagaimana kain putih
dibersihkan dari kotoran."
§ Permohonan
ini menunjukkan harapan untuk dibersihkan dari dosa seperti kain putih yang
bersih. Ini menekankan pentingnya kesucian hati dan jiwa.
o "Ya
Allah, cuci bersih aku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air, dan
es."
§ Dalam
bagian ini, Nabi SAW meminta pembersihan dari dosa dengan menggunakan salju,
air, dan es, yang melambangkan kesucian dan kebersihan. Ini menunjukkan
keinginan untuk mendapatkan pembersihan yang menyeluruh.
4. Signifikansi
Doa:
o Doa
ini mengandung makna mendalam tentang kesadaran akan dosa dan permohonan untuk
pengampunan. Dalam shalat, seorang Muslim diingatkan untuk selalu kembali
kepada Allah, merendahkan hati, dan berharap untuk dibersihkan dari segala
kesalahan.
o Kesadaran
akan dosa dan kesalahan ini merupakan bagian dari kerendahan hati seorang hamba
kepada Tuhannya. Ini adalah aspek penting dalam spiritualitas Islam.
5. Praktik
dalam Shalat:
o Melalui
hadits ini, kita mendapatkan anjuran untuk berdoa dalam shalat, khususnya di
antara takbir dan bacaan Al-Qur'an. Ini adalah momen penting untuk merenung dan
memohon ampunan kepada Allah.
Kesimpulan:
Hadits
ini menggambarkan salah satu aspek tata cara shalat yang dianjurkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Dengan berdoa di antara takbir dan bacaan, seorang Muslim dapat
menunjukkan kesadaran akan dosa, kerendahan hati, dan harapan untuk dibersihkan
oleh Allah. Doa ini juga menekankan pentingnya menjaga kesucian hati dan jiwa
dalam menjalankan ibadah.
وَخَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ
وَالْأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ، إنَّ صَلاتِي
وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي للورَتِ الْعَالِمينَ ، لَا شَرِيكَ لَهُ
وَبِذَلِكَ يتُ وَأَنَا مِنَ المُسلِمِينَ . رواه مسلم .
Hadits
ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dan berisi bagian dari doa yang diucapkan
oleh Nabi Muhammad SAW sebagai bagian dari pembukaan shalat. Doa ini dikenal
sebagai doa iftitah, dan biasanya dibaca setelah takbiratul ihram
(takbir pertama dalam shalat) sebelum memulai bacaan surat Al-Fatihah.
Terjemahan Hadits:
"Aku
menghadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan
lurus, dan aku adalah seorang Muslim, dan aku bukan termasuk orang-orang yang
musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk
Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku
diperintahkan, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri."
Penjelasan Hadits:
1. Makna
"Aku menghadapkan wajahku kepada Allah":
o Ungkapan
"وَجَّهْتُ وَجْهِيَ" berarti menyerahkan diri sepenuhnya
kepada Allah SWT. Dalam konteks shalat, menghadapkan wajah kepada Allah
melambangkan fokus dan ketulusan seorang hamba dalam beribadah. Nabi SAW
menegaskan bahwa dirinya hanya menyembah Allah yang menciptakan langit dan
bumi, sebagai bentuk tauhid yang murni.
2. Pernyataan
"Hanifan Musliman":
o Kata
"حنيفًا" berarti seseorang yang berpegang teguh pada agama yang
lurus (Islam), yaitu hanya menyembah Allah dan menjauhi segala bentuk
penyimpangan atau kemusyrikan. "مسلمًا" berarti
seorang yang tunduk dan berserah diri kepada kehendak Allah. Dengan mengucapkan
ini, seorang Muslim menegaskan kembali niatnya untuk beribadah hanya kepada
Allah dan tidak tergoda untuk menyekutukan-Nya dengan apapun.
3. Penolakan
terhadap syirik:
o Kalimat
"وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ" berarti
penegasan bahwa dirinya (dan setiap Muslim) tidak termasuk dalam golongan
orang-orang yang menyekutukan Allah. Ini adalah pernyataan penting yang
menegaskan kemurnian iman kepada Allah SWT.
4. Penyerahan
total:
o "إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي" berarti
seluruh aspek hidup seorang Muslim—shalat, ibadah, kehidupan, dan
kematian—semuanya dipersembahkan hanya untuk Allah. Hal ini menekankan bahwa
seluruh aktivitas kehidupan seorang hamba semata-mata didedikasikan kepada
Allah SWT sebagai bentuk ibadah.
5. Pernyataan
tauhid:
o "لَا شَرِيكَ لَهُ" merupakan penegasan akan kemurnian
tauhid, bahwa Allah SWT tidak memiliki sekutu dalam hal apapun. Ini adalah
deklarasi yang sangat penting dalam Islam, yang menunjukkan komitmen seorang
Muslim untuk hanya menyembah Allah yang Esa.
6. Ketundukan
dan ketaatan:
o "وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ" adalah
ungkapan penutup yang menegaskan bahwa inilah perintah yang diberikan oleh
Allah, dan Nabi Muhammad SAW menyatakan dirinya termasuk dalam golongan
orang-orang yang berserah diri (Muslimin). Ini juga merupakan cerminan sikap
seorang Muslim yang menerima dan menjalankan perintah Allah dengan ikhlas.
Kesimpulan:
Hadits
ini mengajarkan prinsip-prinsip dasar tauhid dan keikhlasan dalam beribadah
kepada Allah. Nabi Muhammad SAW melalui doa ini menunjukkan teladan sempurna
bagi setiap Muslim untuk senantiasa menghadapkan dirinya kepada Allah dengan
lurus, ikhlas, dan tanpa menyekutukan-Nya. Bacaan ini mengingatkan kita bahwa
seluruh hidup, ibadah, dan kematian kita semata-mata adalah untuk Allah SWT.
Doa iftitah ini juga menjadi refleksi penting bagi setiap Muslim untuk selalu
meneguhkan niat dalam beribadah dan berserah diri secara total kepada Allah.
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ
مِنَ الشَّيْطَانِ الحليم . سورة النحل
Hadits
ini merujuk pada anjuran untuk membaca ta'awudz (أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ) sebelum membaca
Al-Qur'an. Hadits ini menunjukkan pentingnya memohon perlindungan kepada Allah
dari godaan dan gangguan syaitan saat membaca kitab-Nya.
Terjemahan Hadits:
"Jika
kamu membaca Al-Qur'an, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari syaitan
yang terkutuk." (Diambil dari Surah An-Nahl, ayat 98).
Penjelasan Hadits:
1. Konteks
dan Kebangkitan Iman:
o Hadits
ini menunjukkan bahwa saat seseorang hendak membaca Al-Qur'an, dia harus
menyadari bahwa saat itu dia berinteraksi dengan wahyu Allah yang mulia. Dalam
proses ini, syaitan akan berusaha mengganggu dan menjauhkan pembaca dari
memahami dan menghayati isi Al-Qur'an.
2. Makna
Ta'awudz:
o Ta'awudz merupakan ungkapan
permohonan perlindungan dari Allah untuk terhindar dari gangguan syaitan. Dalam
konteks membaca Al-Qur'an, ini menjadi penting agar pikiran dan hati kita
bersih dari segala bentuk gangguan yang bisa menghalangi kita untuk mendapatkan
hikmah dan pemahaman dari ayat-ayat yang kita baca.
3. Syaitan
sebagai Musuh:
o Syaitan
disebut sebagai musuh bagi manusia dalam banyak konteks dalam Al-Qur'an dan
hadits. Ia berusaha menggoda manusia untuk menjauh dari ketaatan dan keimanan,
dan sering kali berusaha mengganggu saat seseorang berusaha mendekatkan diri
kepada Allah, termasuk saat membaca Al-Qur'an.
4. Ritual
Membaca Al-Qur'an:
o Membaca
ta'awudz sebelum membaca Al-Qur'an bukan hanya sekadar ritual, tetapi
juga sebagai pengingat bagi kita untuk bersikap rendah hati, mengakui bahwa
kita memerlukan bantuan dan perlindungan dari Allah dalam proses mendapatkan
petunjuk dari Al-Qur'an. Ini juga menunjukkan sikap adab dan penghormatan kita
kepada firman Allah.
5. Meningkatkan
Pemahaman dan Keberkahan:
o Dengan
membaca ta'awudz, kita berharap agar Allah memberikan pemahaman yang
lebih baik atas apa yang kita baca dan membuka hati kita untuk menerima
petunjuk-Nya. Hal ini akan mendatangkan keberkahan dalam bacaan kita, sehingga
kita tidak hanya membaca secara fisik, tetapi juga memahami dan mengamalkan isi
Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari.
Kesimpulan:
Hadits
ini menekankan pentingnya memohon perlindungan kepada Allah dari syaitan
sebelum membaca Al-Qur'an. Ini adalah bentuk kesadaran akan adanya gangguan
yang mungkin terjadi saat berinteraksi dengan wahyu-Nya. Dengan membaca ta'awudz,
kita diingatkan untuk menjaga hati dan pikiran kita agar fokus dan siap menerima
petunjuk serta hikmah dari Al-Qur'an. Ini merupakan langkah awal yang penting
dalam menjalani proses pembelajaran dan penghayatan terhadap isi Al-Qur'an.
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ
مِنَ الشَّيْطَانِ الحليم . سورة النحل
Ayat
yang Anda sebutkan sebenarnya merupakan bagian dari Surah An-Nahl (Surah ke-16)
yang mengandung perintah untuk meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan
sebelum membaca Al-Qur'an. Mari kita lihat penjelasan lebih mendalam mengenai
konteks dan makna ayat ini.
Terjemahan Ayat:
"Apabila
kamu membaca Al-Qur'an, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari syaitan
yang terkutuk." (Q.S. An-Nahl: 98)
Penjelasan Ayat:
1. Perintah
untuk Meminta Perlindungan:
o Ayat
ini jelas menyuruh umat Islam untuk meminta perlindungan kepada Allah sebelum
memulai membaca Al-Qur'an. Ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran akan
kehadiran syaitan yang berusaha mengganggu ibadah dan pemahaman kita terhadap
wahyu Allah.
2. Makna
Syaitan:
o Syaitan
digambarkan sebagai musuh yang selalu berusaha untuk menyesatkan manusia. Dalam
konteks ini, syaitan dapat menggoda kita agar tidak fokus, tidak memahami, atau
bahkan meragukan isi dari Al-Qur'an. Oleh karena itu, penting untuk memohon
perlindungan Allah agar kita terhindar dari pengaruh negatif tersebut.
3. Konteks
Pembacaan Al-Qur'an:
o Membaca
Al-Qur'an bukan hanya sekadar aktivitas fisik, tetapi juga merupakan bentuk
ibadah dan interaksi spiritual dengan Allah. Sebelum melakukan aktivitas suci
ini, ada baiknya kita menyiapkan diri secara mental dan spiritual, salah
satunya dengan meminta perlindungan dari Allah.
4. Praktik
dalam Ibadah:
o Dalam
praktiknya, sebelum membaca Al-Qur'an, umat Islam disunahkan untuk membaca ta'awudz
(أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ) sebagai bentuk
permohonan perlindungan. Ini menjadi bagian dari adab membaca Al-Qur'an yang
baik.
5. Kesadaran
Spiritual:
o Mengingatkan
kita untuk tetap waspada terhadap gangguan syaitan dan menjadikan ibadah kita
lebih khusyuk. Permintaan perlindungan ini juga mencerminkan pengakuan kita
bahwa kita lemah dan memerlukan bantuan Allah dalam setiap aspek kehidupan,
termasuk dalam membaca dan memahami Al-Qur'an.
6. Pengaruh
Bacaan Al-Qur'an:
o Membaca
Al-Qur'an dengan pemahaman yang baik dan terhindar dari gangguan syaitan dapat
membawa keberkahan dalam hidup kita. Ini adalah sumber petunjuk yang bisa
memandu kita dalam menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Kesimpulan:
Ayat
ini mengajarkan kita pentingnya memohon perlindungan kepada Allah dari syaitan
sebelum membaca Al-Qur'an. Ini adalah tindakan yang menunjukkan kesadaran
spiritual dan adab dalam berinteraksi dengan wahyu Allah. Dengan demikian, kita
diharapkan dapat membaca Al-Qur'an dengan fokus, memahami isinya, dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini merupakan langkah awal untuk
mendapatkan pemahaman dan keberkahan dari Al-Qur'an.
إِذَا قَالَ الاِمَامُ: وَلَا الضَّالِّينَ
فَقُولُوا آمِينَ فَإِنَّ المَلَائِكَةَ تَقُولُ آمِينَ وَالاِمَامُ يَقُولُ
آمِينَ فَمَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ المَلَائِكَةِ غُفِرَ مَا تَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِهِ. رواه أحمد والنسائي
Hadits
yang Anda sebutkan membahas pentingnya mengucapkan amin setelah imam
mengucapkan ghair al-maghdubi ‘alayhim walad-dallin pada akhir bacaan
Al-Fatihah dalam shalat. Mari kita bahas makna dan konteks dari hadits ini
secara lebih rinci.
Terjemahan Hadits:
"Apabila
imam mengatakan: 'Dan bukan (jalan) mereka yang dimurkai (Allah) dan bukan
(pula) jalan orang-orang yang sesat', maka ucapkanlah amin, karena para
malaikat mengucapkan amin, dan imam pun mengucapkan amin. Siapa
saja yang mengucapkan amin bersamaan dengan aminnya para
malaikat, maka diampuni segala dosanya yang telah lalu." (HR. Ahmad dan
An-Nasa'i)
Penjelasan Hadits:
1. Konteks
Shalat:
o Hadits
ini berkaitan dengan bacaan Al-Fatihah yang merupakan surah pembuka dalam
shalat. Bacaan ini sangat penting dan menjadi syarat sahnya shalat. Di dalamnya
terdapat permohonan kepada Allah agar kita diberikan petunjuk jalan yang lurus.
2. Pentingnya
Mengucapkan Amin:
o Kata
amin berarti "ya Allah, kabulkanlah." Ucapan ini merupakan
pengakuan atas permohonan yang diucapkan dalam doa. Dalam hal ini, setelah imam
membaca bagian terakhir dari Al-Fatihah, jamaah dianjurkan untuk mengucapkan amin
sebagai bentuk kesepakatan dan pengharapan agar permohonan tersebut dikabulkan
oleh Allah.
3. Malaikat
dan Imam:
o Hadits
ini menunjukkan bahwa pada saat imam mengucapkan amin, malaikat juga
mengucapkannya. Ini menunjukkan keselarasan antara doa manusia dan respon dari
malaikat yang merupakan makhluk Allah yang taat.
4. Kesempatan
untuk Diampuni:
o Hadits
ini menekankan bahwa siapa saja yang mengucapkan amin bersamaan dengan
malaikat akan mendapatkan pengampunan dari Allah atas dosa-dosanya yang telah
lalu. Ini menunjukkan betapa besar nilai dan keberkahan dari momen tersebut
dalam shalat.
5. Adab
dalam Shalat:
o Mengucapkan
amin setelah imam mengucapkan ghair al-maghdubi ‘alayhim walad-dallin
adalah salah satu adab dalam shalat yang harus diperhatikan. Ini juga
mengajarkan kita untuk mendengarkan imam dan berpartisipasi aktif dalam ibadah.
6. Imam
sebagai Pemimpin:
o Dalam
hadits ini, imam berperan sebagai pemimpin yang mengarahkan jamaah dalam
shalat. Oleh karena itu, jamaah diharapkan untuk mengikuti dan mendukung imam
dalam doa-doa yang diucapkan, termasuk dalam mengucapkan amin.
Kesimpulan:
Hadits
ini mengajarkan tentang pentingnya mengucapkan amin setelah imam
menyelesaikan bacaan Al-Fatihah dalam shalat. Ini adalah bentuk partisipasi
dalam doa dan permohonan kepada Allah untuk mendapatkan petunjuk dan
pengampunan. Selain itu, hadits ini juga menunjukkan bahwa momen tersebut
sangat berharga, karena di dalamnya terkandung kesempatan untuk diampuni dari
dosa-dosa yang telah berlalu. Dengan memahami dan mengamalkan hadits ini, kita
dapat meningkatkan kualitas ibadah kita dan mendekatkan diri kepada Allah.
عن ابن قتادة أن النبي صلى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَان يقرأ في الظلم في اوليانِ كِتَابِ وَسُورَتَيْنِ وَفِي
الرَّكْعَتَيْنِ الْأَخْرَيَيْنِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَيُسْمِعُنَا الاية
أَحْيَانًا وَيُيَقولُ في التَّركْعَةِ الأولى مَا لَا يُطِيلُ فِي الثَّانِيَةِ
وَهَكَذَا فِي الْعَصْرِ وهكذا في الصبح رواه البخاري ومسلم .
Hadits
yang Anda sebutkan menjelaskan tentang tata cara shalat yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW, khususnya terkait dengan bacaan dalam shalat. Mari kita
bahas makna dan konteks dari hadits ini.
Terjemahan Hadits:
"Daripada
Ibn Qatadah, bahwa Nabi Muhammad SAW membaca di dua rakaat pertama dalam shalat
dua surat dari Al-Qur'an, dan dalam dua rakaat terakhir membaca Al-Fatihah.
Kadang-kadang beliau mendengar kita beberapa ayat, dan beliau tidak
memperpanjang bacaan di rakaat pertama, tetapi memperpanjangnya di rakaat
kedua, demikian pula di shalat Ashar dan shalat Subuh." (HR. Bukhari dan
Muslim)
Penjelasan Hadits:
1. Bacaan
dalam Shalat:
o Hadits
ini menunjukkan bahwa dalam shalat, Nabi Muhammad SAW membaca surat-surat dari
Al-Qur'an pada dua rakaat pertama. Ini mengindikasikan pentingnya membaca
surat-surat yang lebih panjang pada dua rakaat pertama dari shalat yang lebih
panjang seperti shalat Maghrib dan Isya.
2. Al-Fatihah
di Rakaat Terakhir:
o Dalam
dua rakaat terakhir, Nabi Muhammad SAW hanya membaca Al-Fatihah. Ini
mengajarkan kepada umat Islam bahwa meskipun Al-Fatihah adalah bacaan yang
sangat penting dan menjadi syarat sahnya shalat, di rakaat terakhir kita tidak
perlu membaca surat tambahan.
3. Pendekatan
dalam Bacaan:
o Nabi
Muhammad SAW memperpendek bacaan di rakaat pertama dan tidak memperpanjangnya,
sedangkan di rakaat kedua beliau bisa membaca dengan lebih panjang. Hal ini
menunjukkan bahwa shalat bisa diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi, serta
memberikan fleksibilitas dalam pelaksanaan ibadah.
4. Mendengarkan
Bacaan:
o Dalam
hadits ini disebutkan bahwa terkadang Nabi Muhammad SAW mendengar ayat-ayat
dari kita. Ini menunjukkan interaksi yang baik antara imam dan makmum, di mana
makmum dapat mendengarkan bacaan dari imam.
5. Konsistensi
dalam Shalat:
o Nabi
Muhammad SAW menunjukkan konsistensi dalam tata cara shalat, yang bisa
diterapkan pada shalat-shalat tertentu seperti shalat Ashar dan Subuh. Ini
memberikan pedoman kepada umat Islam tentang bagaimana seharusnya pelaksanaan
shalat yang benar.
6. Pelajaran
bagi Umat Islam:
o Hadits
ini memberikan pelajaran bahwa dalam shalat kita dapat memvariasikan bacaan
sesuai dengan situasi dan waktu. Bacaan dalam shalat tidak harus selalu
panjang, tetapi perlu disesuaikan dengan keadaan.
Kesimpulan:
Hadits
ini menjelaskan tata cara bacaan dalam shalat yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
SAW, menekankan pentingnya membaca surat dalam dua rakaat pertama dan
Al-Fatihah di dua rakaat terakhir. Selain itu, hadits ini juga menunjukkan
fleksibilitas dalam pelaksanaan ibadah shalat dan bagaimana seorang imam dapat
memberikan contoh yang baik dalam beribadah. Mengikuti tata cara yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad SAW akan membantu umat Islam dalam melaksanakan shalat
dengan lebih baik dan khusyuk.
Komentar
Posting Komentar