FARDU DAN SUNNAH SHALAT

 

عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَل أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السّلامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ الله وبركَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ثُمَّ لِيَتَخَيَّرُ مِنَ الدُّعَاءِ اَحَبَهُ إِلَيْهِ . رواه البخاري ومسلم.

Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian shalat, hendaklah ia mengucapkan (dalam tahiyat):

 Salam, segala kehormatan, shalawat, dan segala kebaikan hanya milik Allah. Semoga keselamatan tercurah untukmu, wahai Nabi, serta rahmat Allah dan berkah-Nya. Keselamatan juga tercurah bagi kami dan hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya).

Kemudian hendaklah ia memilih doa yang paling ia sukai." (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).

Penjelasan Hadits:

1.     Konteks Hadits: Hadits ini mengajarkan tata cara membaca tahiyat dalam shalat, khususnya ketika seseorang duduk di akhir shalat, atau dalam tasyahhud. Ini adalah bagian penting dari rukun shalat yang tidak boleh ditinggalkan.

2.     Tahiyat:

o    Bagian pertama "At-Tahiyyātu lillāh, waṣ-ṣalawātu waṭ-ṭayyibāt" menegaskan bahwa segala bentuk penghormatan, ibadah, dan kebaikan hanya milik Allah. Kata At-Tahiyyāt berarti segala bentuk penghormatan atau ucapan kemuliaan, sedangkan ṣalawāt mengacu pada segala doa, dan ṭayyibāt mengacu pada segala kebaikan yang disampaikan kepada Allah.

o    Bagian kedua "As-salāmu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa raḥmatullāhi wa barakātuh" adalah doa keselamatan yang ditujukan kepada Nabi Muhammad , yang mengandung doa agar rahmat dan berkah Allah juga tercurah kepadanya.

o    Bagian ketiga "As-salāmu ‘alainā wa ‘alā ‘ibādillāhiṣ-ṣāliḥīn" adalah doa keselamatan yang diperuntukkan bagi diri sendiri dan bagi hamba-hamba Allah yang saleh di seluruh dunia, menandakan pentingnya persatuan umat dalam doa dan kesejahteraan bersama.

o    Bagian terakhir "Asyhadu allā ilāha illallāh, wa asyhadu anna Muḥammadan ‘abduhū wa rasūluh" merupakan dua kalimat syahadat, penegasan tentang keyakinan Tauhid (ketiadaan tuhan selain Allah) dan kerasulan Nabi Muhammad . Ini menunjukkan inti iman dalam Islam.

3.     Doa Setelah Tahiyat: Setelah membaca tahiyat, Nabi menganjurkan agar orang yang shalat memanfaatkan momen ini untuk memanjatkan doa-doa yang ia sukai. Ini menunjukkan kebebasan dan fleksibilitas dalam berdoa kepada Allah setelah tasyahhud. Biasanya, orang berdoa untuk kebaikan dunia dan akhirat, atau hal-hal yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan pribadi.

4.     Pentingnya Hadits: Hadits ini mengajarkan inti komunikasi dengan Allah dalam shalat, yaitu melalui tasyahhud dan doa. Ini juga mengajarkan bahwa shalat tidak hanya sekedar ritual fisik, tetapi juga interaksi spiritual yang dalam dengan Allah, memohon ampunan, rahmat, dan keselamatan bagi diri sendiri, Nabi , serta seluruh umat Muslim.

Setelah tahiyat akhir dalam shalat, dianjurkan untuk berdoa sebelum salam. Ada beberapa doa yang diajarkan oleh Rasulullah yang bisa dibaca setelah tahiyat. Berikut beberapa doa yang dianjurkan:

1. Doa Perlindungan dari 4 Hal

Doa ini diriwayatkan oleh banyak sahabat, termasuk Abu Hurairah dan Aisyah radhiyallahu 'anhuma:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

Artinya: "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, serta dari keburukan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal." (HR. Muslim)

2. Doa Mohon Ampunan, Rahmat, dan Kebaikan Dunia Akhirat

Dalam beberapa riwayat, Rasulullah mengajarkan doa yang memohon kebaikan dunia dan akhirat, di antaranya:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَسْرَفْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

Artinya: "Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku, baik yang telah lalu maupun yang akan datang, yang aku sembunyikan maupun yang aku tampakkan, dan dosa-dosa yang aku melampaui batas dalam melakukannya, serta segala sesuatu yang lebih Engkau ketahui daripada aku. Engkaulah yang Maha Mendahulukan dan yang Maha Mengakhirkan, tidak ada tuhan selain Engkau." (HR. Muslim)

3. Doa untuk Kedua Orang Tua

Salah satu doa yang dianjurkan dalam Islam adalah doa untuk kedua orang tua:

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Artinya: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku, dan kasihanilah mereka sebagaimana mereka telah mendidikku di waktu kecil."

4. Doa Mohon Kebaikan Dunia dan Akhirat

Ini adalah doa yang sangat umum, memohon kebaikan di dunia dan akhirat serta perlindungan dari siksa neraka:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Artinya: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa api neraka." (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Doa Khusus yang Diinginkan

Selain doa-doa di atas, setelah tahiyat kita juga dianjurkan untuk memanjatkan doa-doa lain yang kita sukai. Nabi mengajarkan kita untuk memanfaatkan momen ini untuk memohon apa saja yang menjadi hajat atau kebutuhan kita, baik yang terkait dengan dunia maupun akhirat.

Dalam hal ini, seseorang bebas memilih doa apapun yang dia butuhkan, seperti permintaan ampunan, petunjuk, kesehatan, rezeki, atau keselamatan.

 

عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ قَالَ أَنَا نَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ بَشِيرُ ، أَمَرَنَا اللهُ أَنْ نُصلَ عَلَيْكَ فَكَيْفَ نَصَلَى عَلَيْكَ ؟ قَالَ قُولُوا : اَللّهُمَّ صَلَّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِ مُحَمَّدٍ كَا صَلَّيْتَ عَلى أَي إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلى الـ مُحة كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إلي إبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجيدٌ ، رواه أحمد ومسلم والنسائي والترمذى .

Dari Abu Mas'ud, ia berkata: “Kami mendatangi Rasulullah , lalu Basyir bertanya kepada beliau, 'Allah memerintahkan kami untuk bershalawat kepadamu, maka bagaimana cara kami bershalawat kepadamu?' Rasulullah bersabda: 'Katakanlah:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan shalawat kepada Ibrahim. Dan limpahkanlah berkah kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah melimpahkan berkah kepada Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia." (HR. Ahmad, Muslim, Nasa'i, dan Tirmidzi)

Penjelasan Hadits:

1.     Konteks Hadits: Hadits ini menjelaskan tentang perintah Allah agar umat Muslim bershalawat kepada Nabi Muhammad . Para sahabat yang dipimpin oleh Basyir datang kepada Nabi untuk meminta penjelasan bagaimana cara bershalawat kepada beliau. Nabi lalu mengajarkan shalawat yang dikenal sebagai Shalawat Ibrahimiyyah.

2.     Makna Shalawat:

o    "Allahumma shalli ‘alā Muhammad wa ‘alā āli Muhammad": Permohonan kepada Allah agar memberikan rahmat dan kemuliaan kepada Nabi Muhammad dan keluarganya. Kata "āli" (keluarga) mencakup seluruh keturunan, istri-istri Nabi, serta pengikut setia beliau.

o    "Kama shallaita ‘alā Ibrāhīm": Menghubungkan shalawat ini dengan shalawat yang telah Allah berikan kepada Nabi Ibrahim. Ini menunjukkan keutamaan Nabi Ibrahim sebagai bapak para nabi dan kehormatan yang besar bagi Nabi Muhammad .

o    "Wa bārik ‘alā Muhammad wa ‘alā āli Muhammad": Doa memohon berkah agar diberikan kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Allah memberkahi Nabi Ibrahim.

o    "InnaKa ḥamīdun majīd": Menutup doa dengan pujian kepada Allah, yang Maha Terpuji dan Maha Mulia.

3.     Keluarga Nabi (Al): Keluarga Nabi (آل) mencakup mereka yang beriman dan mengikuti ajaran Nabi. Ini tidak hanya terbatas pada keturunan biologis beliau, tetapi juga mencakup umat yang setia pada ajaran Islam.

4.     Keutamaan Shalawat: Membaca shalawat kepada Nabi merupakan salah satu bentuk ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Shalawat ini menjadi tanda kecintaan dan penghormatan umat kepada Nabi. Allah memerintahkan umat-Nya untuk bershalawat sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an, Surat Al-Ahzab ayat 56:

"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya."

5.     Menghubungkan dengan Ibrahim: Dalam shalawat ini, kita juga memohon agar Allah memberkahi Nabi Muhammad sebagaimana Allah memberkahi Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim adalah nabi yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah agama-agama monoteis (Islam, Yahudi, Kristen), dan beliau juga merupakan contoh ketakwaan serta ketabahan.

Dengan demikian, shalawat ini merupakan doa yang sangat mulia dan penuh makna, mengandung permohonan agar Allah selalu memuliakan Nabi Muhammad , keluarganya, serta kita sebagai umatnya. Shalawat ini biasa dibaca dalam tahiyat akhir di dalam shalat, dan dianjurkan dibaca di luar shalat sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad .

 

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَلَّمَ تَسْلِيمَةً فِي الوِتْرِ . رواه ابن حبان .

 “Adalah Nabi mengucapkan salam satu kali dalam shalat witir.” (HR. Ibnu Hibban)

Penjelasan Hadits:

1.     Konteks Shalat Witir: Hadits ini menjelaskan tentang tata cara shalat witir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad . Shalat witir adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada malam hari sebagai penutup dari shalat malam. Witir berarti "ganjil," sehingga rakaat shalat ini dikerjakan dalam jumlah ganjil (1, 3, 5, 7, atau lebih).

2.     Salam Satu Kali: Dalam hadits ini, disebutkan bahwa Nabi Muhammad mengucapkan satu kali salam ketika selesai shalat witir. Ini berbeda dengan shalat-shalat lainnya di mana salam dilakukan dua kali, yaitu ke kanan dan ke kiri. Ucapan satu kali salam berarti beliau hanya menoleh ke kanan dan mengucapkan "Assalamu'alaikum warahmatullah."

3.     Kebolehan Satu atau Dua Salam dalam Witir: Berdasarkan hadits ini, sebagian ulama menyimpulkan bahwa dalam shalat witir, mengucapkan satu kali salam sudah cukup. Namun, ada juga riwayat lain yang menunjukkan bahwa Nabi terkadang mengucapkan dua kali salam dalam shalat witir, seperti halnya dalam shalat wajib. Oleh karena itu, para ulama membolehkan kedua cara: mengucapkan satu salam atau dua salam dalam shalat witir.

4.     Kesimpulan Hukum: Meskipun satu salam dalam witir adalah salah satu kebiasaan Nabi , hal ini tidak menjadikan dua salam sebagai tindakan yang tidak sah. Keduanya adalah sunnah dan dapat diamalkan sesuai preferensi atau kebiasaan masing-masing.

5.     Makna Spiritualitas Witir: Shalat witir memiliki makna penting dalam kehidupan spiritual seorang Muslim, karena menjadi penutup ibadah malam yang dianjurkan untuk dilakukan secara konsisten. Nabi sangat menganjurkan untuk melaksanakan witir dan tidak pernah meninggalkannya, baik dalam keadaan bermukim maupun dalam perjalanan. Shalat witir juga menunjukkan perhatian Islam terhadap keseimbangan antara bentuk ibadah yang sunnah dan wajib.

إِنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ السّلامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ حَتَّى يُرَى بَيَا ضُ خَدِهِ رواه الخمسة وصححه الترمذى

Dari Ibnu Mas'ud, ia berkata: “Sesungguhnya Nabi ketika mengucapkan salam dalam shalat, beliau mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri dengan mengucapkan 'Assalamu'alaikum wa rahmatullah' (semoga keselamatan dan rahmat Allah menyertaimu), sehingga tampak putih pipi beliau (oleh orang yang berada di belakangnya).” (HR. Al-Khamsah dan disahihkan oleh At-Tirmidzi)

Penjelasan Hadits:

1.     Konteks Salam dalam Shalat: Hadits ini menjelaskan tentang tata cara salam yang diucapkan oleh Nabi Muhammad di akhir shalat. Salam adalah tanda penutup shalat dan dilakukan setelah tahiyat akhir. Dalam hadits ini, Nabi mengucapkan salam dua kali, yaitu ke arah kanan dan ke arah kiri.

2.     Ucapan Salam: Nabi mengucapkan salam dengan kalimat "Assalamu'alaikum wa rahmatullah" ke arah kanan terlebih dahulu, kemudian ke arah kiri. Ucapan ini bermakna mendoakan keselamatan, rahmat, dan keberkahan bagi diri sendiri, para jamaah, serta para malaikat yang hadir dalam shalat tersebut.

3.     Gerakan Kepala saat Salam: Dalam hadits ini disebutkan bahwa Nabi menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri saat mengucapkan salam, hingga terlihat bagian putih pipi beliau oleh para sahabat yang berada di belakangnya. Ini menunjukkan bahwa gerakan salam Nabi cukup jelas, bukan hanya sekadar gerakan kecil, tetapi dengan menoleh sehingga orang di sekitarnya bisa melihat wajah beliau dari samping.

4.     Keutamaan Salam di Akhir Shalat: Salam merupakan rukun shalat yang menandakan berakhirnya shalat. Dengan salam, seorang Muslim menyebarkan doa keselamatan kepada dirinya, para malaikat, dan orang-orang yang berada di sekelilingnya. Ucapan salam ini menjadi bentuk penghubung spiritual antara individu dengan komunitas serta makhluk Allah yang lain.

5.     Pentingnya Salam Dua Arah: Hadits ini juga menegaskan bahwa Nabi mengucapkan salam ke arah kanan dan kiri, menandakan pentingnya mengakhiri shalat dengan doa keselamatan secara menyeluruh. Dalam fiqh, salam dua kali adalah sunnah yang sangat dianjurkan dan merupakan amalan yang disepakati oleh mayoritas ulama.

6.     Makna dan Hikmah dari Salam: Salam dalam shalat tidak hanya formalitas, tetapi juga mencerminkan semangat Islam yang membawa kedamaian dan rahmat. Salam adalah cara untuk menunjukkan bahwa shalat yang kita lakukan tidak hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga membawa berkah bagi orang lain di sekitar kita. Dengan salam, kita mengakhiri hubungan dengan Allah dalam shalat, dan pada saat yang sama, kita membuka kembali hubungan sosial dengan sesama manusia.

Kesimpulan: Hadits ini menunjukkan tata cara mengucapkan salam dalam shalat sebagaimana dilakukan oleh Nabi , yaitu dengan mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri. Hal ini menjadi sunnah yang kuat dalam shalat dan menunjukkan perhatian terhadap doa keselamatan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

صلوا كما رأيتُمُونِي أَصَلّى . رواه البخارى .

 “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)

Penjelasan Hadits:

1.     Perintah untuk Mencontoh Shalat Nabi : Hadits ini adalah perintah dari Nabi Muhammad kepada para sahabat dan seluruh umat Islam untuk melaksanakan shalat dengan mengikuti tata cara yang diajarkan oleh beliau. Nabi menegaskan bahwa shalat harus dilakukan sesuai dengan contoh yang telah beliau peragakan selama hidupnya.

2.     Shalat Sebagai Ibadah yang Tertib: Shalat adalah salah satu rukun Islam yang sangat penting, dan harus dilaksanakan dengan cara yang benar dan sesuai syariat. Hadits ini menekankan pentingnya meniru cara shalat Nabi , baik dalam gerakan, bacaan, maupun sikap hati. Ini berarti bahwa dalam setiap aspek shalat—mulai dari takbiratul ihram hingga salam—umat Islam harus mengacu pada cara Nabi melakukannya.

3.     Sumber Tuntunan dalam Shalat: Karena Nabi menjadi contoh utama dalam pelaksanaan shalat, umat Islam diwajibkan untuk mempelajari sunnah-sunnah beliau dalam hal shalat. Ini bisa dilakukan melalui hadits-hadits yang menjelaskan tata cara shalat Nabi, atau dengan mengikuti para ulama yang telah meneliti dan menjelaskan sunnah tersebut. Para sahabat yang langsung menyaksikan bagaimana Nabi shalat menjadi sumber utama dalam periwayatan tata cara shalat ini.

4.     Makna Meniru Shalat Nabi: Mencontoh shalat Nabi tidak hanya terbatas pada gerakan fisik, tetapi juga mencakup khusyuk, ketulusan hati, dan pemahaman mendalam tentang bacaan-bacaan yang diucapkan. Nabi adalah teladan terbaik dalam hal khusyuk dan fokus selama shalat, sehingga umat Islam tidak hanya dituntut meniru secara lahiriah, tetapi juga secara batiniah.

5.     Relevansi Hadits Ini dalam Kehidupan: Hadits ini tetap relevan sampai hari ini karena ia menunjukkan pentingnya memelihara kesahihan shalat sebagai ibadah. Setiap Muslim perlu merujuk kepada sunnah Nabi ketika menghadapi pertanyaan tentang tata cara shalat yang benar, dan memastikan bahwa shalat mereka sesuai dengan petunjuk yang diajarkan Rasulullah .

عن ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ رَفَعَ يَدَيْهِ حتَّى يَكُونَا بِحَدْ و مَنْكِبَيْهِ ثُمَّ يُكَر فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكُمْ رَفَعَهُمَا مِثْلَ ذَلِكَ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الركوع رَفَعَهُ مَا كَذلِكَ . رواه البخارى ومسلم .

Terjemahan Hadits:

Dari Ibnu Umar, ia berkata: “Rasulullah apabila berdiri untuk shalat, beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan pundaknya, kemudian beliau takbir. Ketika ingin rukuk, beliau juga mengangkat kedua tangannya seperti itu, dan apabila beliau bangkit dari rukuk, beliau juga mengangkat kedua tangannya seperti itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Penjelasan Hadits:

1.     Mengangkat Tangan dalam Shalat: Hadits ini menjelaskan salah satu sunnah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam shalat, yaitu mengangkat kedua tangan pada beberapa posisi dalam shalat, yaitu:

o    Saat takbiratul ihram (ketika memulai shalat).

o    Ketika hendak rukuk.

o    Ketika bangkit dari rukuk (i'tidal).

Mengangkat tangan dalam shalat ini disebut sebagai raf'ul yadain.

2.     Tata Cara Mengangkat Tangan: Menurut hadits ini, Nabi mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan pundak beliau. Ini berarti tangan diangkat sejajar dengan bahu, dengan telapak tangan menghadap ke arah kiblat, dan jari-jari tangan dalam posisi rapat atau sedikit terbuka.

3.     Waktu Mengangkat Tangan: Dalam hadits ini dijelaskan tiga waktu utama di mana Nabi mengangkat kedua tangannya:

o    Ketika memulai shalat (takbiratul ihram).

o    Ketika hendak rukuk.

o    Ketika bangkit dari rukuk (i'tidal).

Mengangkat tangan pada momen-momen ini menjadi salah satu sunnah yang diajarkan Nabi , dan mayoritas ulama menyepakati kesunnahan melakukan raf'ul yadain dalam tiga posisi tersebut. Beberapa riwayat lain juga menambahkan bahwa Nabi mengangkat tangan ketika bangkit dari sujud kedua dalam rakaat pertama ke rakaat kedua.

4.     Tujuan dan Hikmah Raf'ul Yadain: Mengangkat tangan dalam shalat memiliki beberapa makna simbolis, di antaranya:

o    Kehormatan kepada Allah: Gerakan ini melambangkan ketundukan dan penghormatan kepada Allah ketika seseorang memulai shalat.

o    Pengingatan akan kesungguhan hati: Dengan mengangkat tangan, seorang Muslim diingatkan untuk menghadirkan hati dan pikirannya dalam shalat, menandai transisi dari gerakan satu ke gerakan berikutnya.

o    Keseragaman Gerakan: Raf'ul yadain juga menjaga keteraturan dan keindahan gerakan dalam shalat, mengikuti contoh langsung dari Rasulullah .

5.     Kesunnahan Raf'ul Yadain: Meskipun mengangkat tangan (raf'ul yadain) adalah sunnah dan tidak wajib, melakukannya merupakan cara untuk mengikuti praktik shalat yang dilakukan oleh Nabi . Hal ini juga menunjukkan semangat seorang Muslim dalam mengikuti tata cara ibadah yang diajarkan Nabi dengan detail dan kehati-hatian.

6.     Kesimpulan Hukum: Mayoritas ulama sepakat bahwa raf'ul yadain adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) dalam shalat. Meninggalkannya tidak membatalkan shalat, tetapi melaksanakannya memberikan keutamaan tambahan dalam mengikuti tata cara ibadah Nabi secara sempurna.

 

وَلَا يَفْعَلُ حِينَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ مِنَ السُّجُودِ وَلَا يَرْفَعُمُ مَا بَيْنَ السَّجِدَتَيْنِ . رواه مسلم .

 

Terjemahan Hadits:

“Dan beliau (Nabi Muhammad ) tidak mengangkat kedua tangannya ketika mengangkat kepalanya dari sujud, dan beliau juga tidak mengangkat kedua tangannya di antara dua sujud.” (HR. Muslim)

Penjelasan Hadits:

1.     Tidak Mengangkat Tangan Ketika Bangkit dari Sujud: Hadits ini menjelaskan bahwa Nabi Muhammad tidak mengangkat kedua tangannya ketika beliau bangkit dari sujud. Berbeda dengan saat takbiratul ihram, rukuk, dan i'tidal (bangkit dari rukuk), ketika Nabi bangkit dari sujud, beliau tidak mengangkat tangan.

2.     Tidak Mengangkat Tangan di Antara Dua Sujud: Selain tidak mengangkat tangan saat bangkit dari sujud, hadits ini juga menegaskan bahwa tidak ada pengangkatan tangan di antara dua sujud, yaitu saat duduk di antara dua sujud.

3.     Pembedaan Waktu Pengangkatan Tangan dalam Shalat: Hadits ini mengatur kapan pengangkatan tangan dianjurkan dan kapan tidak. Dari hadits-hadits yang lain, diketahui bahwa Nabi hanya mengangkat tangan pada:

o    Takbiratul ihram.

o    Sebelum rukuk.

o    Saat bangkit dari rukuk (i'tidal).

Di luar momen-momen ini, Nabi tidak mengangkat tangannya, termasuk dalam gerakan sujud dan duduk di antara dua sujud.

4.     Kehikmahan di Balik Aturan Ini: Shalat merupakan ibadah yang sangat tertib dan teratur. Setiap gerakan dan bacaan memiliki hikmah dan tujuan tersendiri. Mengangkat tangan (raf'ul yadain) dalam beberapa momen shalat seperti takbiratul ihram dan rukuk merupakan cara untuk memuliakan dan memusatkan perhatian pada Allah, sementara gerakan-gerakan lain seperti sujud dan duduk di antara dua sujud lebih fokus pada ketundukan dan kerendahan hati, sehingga tidak perlu disertai dengan pengangkatan tangan.

5.     Pentingnya Mengikuti Sunnah Nabi : Hadits ini menegaskan bahwa tata cara shalat yang benar adalah mengikuti apa yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad . Tidak hanya dalam hal pengangkatan tangan, tetapi seluruh gerakan dan bacaan dalam shalat harus dilakukan sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh beliau. Mengikuti sunnah Nabi dalam tata cara shalat merupakan upaya untuk menjaga kemurnian dan keabsahan ibadah.

Kesimpulan: Hadits ini menjelaskan bahwa Nabi Muhammad tidak mengangkat tangan ketika bangkit dari sujud dan ketika duduk di antara dua sujud. Ini adalah salah satu bentuk kesunnahan dalam shalat yang menunjukkan perbedaan waktu dan momen di mana pengangkatan tangan dianjurkan. Umat Islam dianjurkan untuk mengikuti sunnah Nabi ini agar shalat yang dilakukan sesuai dengan tuntunan yang benar.

 

إِذَا قَامَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الركعتين رفع يديه . رواه البخاري.

 

Terjemahan Hadits:

“Ketika Nabi bangkit dari dua rakaat (untuk rakaat ketiga), beliau mengangkat kedua tangannya.” (HR. Bukhari)

Penjelasan Hadits:

1.     Mengangkat Tangan Saat Bangkit dari Dua Rakaat: Hadits ini menjelaskan bahwa Nabi Muhammad mengangkat kedua tangannya ketika beliau bangkit dari duduk setelah dua rakaat, yaitu saat hendak berdiri menuju rakaat ketiga. Ini adalah salah satu sunnah yang diajarkan oleh Nabi dalam shalat.

2.     Tata Cara Pengangkatan Tangan: Pengangkatan tangan (raf'ul yadain) yang dimaksud di sini serupa dengan pengangkatan tangan saat takbiratul ihram, rukuk, dan bangkit dari rukuk. Kedua tangan diangkat hingga sejajar dengan bahu atau telinga, telapak tangan menghadap kiblat, dan jari-jari tangan dalam keadaan rapat atau sedikit terbuka.

3.     Momen Pengangkatan Tangan: Dari beberapa hadits, dapat diketahui bahwa ada empat momen di mana Nabi dianjurkan untuk mengangkat tangan dalam shalat:

o    Saat takbiratul ihram (memulai shalat).

o    Sebelum rukuk.

o    Ketika bangkit dari rukuk (i'tidal).

o    Ketika bangkit dari duduk setelah dua rakaat (untuk rakaat ketiga).

Hadits ini menekankan pengangkatan tangan pada momen keempat, yaitu saat bangkit dari duduk setelah dua rakaat, ketika shalat memiliki lebih dari dua rakaat (misalnya, dalam shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, atau Isya).

4.     Hikmah Pengangkatan Tangan: Mengangkat tangan dalam shalat memiliki beberapa makna:

o    Kehormatan dan Pengagungan Allah: Setiap kali seseorang mengangkat tangan, itu adalah tanda ketundukan dan kehormatan kepada Allah.

o    Keteraturan Gerakan Shalat: Pengangkatan tangan pada momen-momen tertentu menambah keteraturan gerakan dalam shalat, mengikuti contoh Rasulullah .

o    Kekhusyukan dalam Ibadah: Raf'ul yadain membantu seorang Muslim mengingat momen penting dalam shalat, seperti perpindahan dari satu rukun ke rukun lainnya, sehingga memperkuat fokus dan khusyuk dalam ibadah.

5.     Kepatuhan terhadap Sunnah: Mengikuti sunnah Nabi dalam hal sekecil apapun, termasuk pengangkatan tangan saat bangkit dari dua rakaat, adalah bentuk kepatuhan seorang Muslim dalam meneladani cara beribadah yang diajarkan oleh Nabi . Meskipun pengangkatan tangan ini termasuk sunnah dan tidak wajib, melaksanakannya menambah kesempurnaan shalat seseorang.

Kesimpulan: Hadits ini menjelaskan bahwa Nabi Muhammad mengangkat kedua tangannya ketika bangkit dari dua rakaat menuju rakaat ketiga. Ini merupakan salah satu sunnah dalam shalat, dan mengikuti sunnah ini menunjukkan ketundukan dan penghormatan kepada Allah serta keseriusan dalam meneladani cara ibadah yang dilakukan oleh Rasulullah .

 

وَعَنْ وَائِلِ بْنِ مُحجْرٍ صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى على يده اليسرى عَلى صَدْرِهِ . رواه ابن خزيمة "

Terjemahan Hadits:

“Dari Wail bin Muhjir, ia berkata: ‘Saya shalat bersama Rasulullah , lalu beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya di atas dadanya.’” (HR. Ibn Khuzaymah)

Penjelasan Hadits:

1.     Posisi Tangan dalam Shalat: Hadits ini menjelaskan tentang tata cara meletakkan tangan saat shalat, yang dilakukan oleh Nabi Muhammad . Dalam hal ini, beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya, dan keduanya diletakkan di atas dada. Ini merupakan salah satu cara yang dianjurkan dalam shalat.

2.     Tata Cara Berdoa: Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dada menunjukkan sikap khusyuk dan sopan dalam beribadah kepada Allah. Ini juga menandakan bahwa seorang Muslim memusatkan perhatian pada ibadahnya.

3.     Berbagai Pendapat tentang Posisi Tangan: Dalam kalangan ulama, terdapat beberapa pendapat mengenai posisi tangan dalam shalat:

o    Posisi Tangan di Dada: Seperti yang dijelaskan dalam hadits ini, banyak ulama berpendapat bahwa meletakkan tangan di atas dada adalah sunnah yang dianjurkan, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi .

o    Posisi Tangan di Perut: Sebagian ulama juga berpendapat bahwa meletakkan tangan di perut (sebelah bawah dada) juga diperbolehkan, namun hadits yang paling sering dikutip adalah yang menunjukkan posisi di atas dada.

4.     Hikmah Posisi Tangan dalam Shalat:

o    Menunjukkan Ketaatan dan Ketundukan: Posisi tangan ini melambangkan sikap tawadhu’ (rendah hati) dan ketaatan kepada Allah.

o    Meningkatkan Konsentrasi: Dengan meletakkan tangan pada posisi tertentu, seorang Muslim dapat lebih fokus dalam ibadahnya, terhindar dari gangguan.

o    Menjaga Ketertiban dalam Ibadah: Tata cara beribadah yang teratur dan jelas menunjukkan keseragaman dalam menjalankan ibadah shalat.

5.     Kepatuhan terhadap Sunnah: Mengikuti sunnah Nabi dalam posisi tangan saat shalat adalah bentuk pengamalan yang baik dan menunjukkan kecintaan seorang Muslim terhadap ajaran Nabi. Meskipun posisi tangan dalam shalat termasuk sunnah, melaksanakannya memberikan keutamaan tersendiri dan menambah kesempurnaan dalam shalat.

Kesimpulan: Hadits ini menjelaskan bahwa Nabi Muhammad meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya di atas dadanya saat shalat. Ini merupakan tata cara yang dianjurkan dalam shalat dan menunjukkan ketundukan serta penghormatan kepada Allah. Mengikuti sunnah ini menambah kesempurnaan shalat dan menunjukkan komitmen seorang Muslim dalam meneladani Nabi .

 

اللهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ عَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُم نَقْنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالبَرَد.

 

Terjemahan Doa:

“Ya Allah, jauhkanlah antara diriku dan antara kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku, sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cuci bersih aku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air, dan es.”

Penjelasan Doa:

1.     Permohonan untuk Dijauhkan dari Dosa:

o    "Ya Allah, jauhkanlah antara diriku dan antara kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat."

o    Dalam bagian ini, seorang Muslim meminta kepada Allah agar menjauhkan diri dari dosa-dosa mereka dengan jarak yang sangat jauh, seperti jarak antara timur dan barat. Ini menunjukkan betapa seriusnya pengharapan untuk terhindar dari akibat dosa dan keinginan untuk mendapatkan pengampunan.

2.     Pembersihan Dosa:

o    "Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku, sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran."

o    Dalam bagian ini, permohonan untuk dibersihkan dari dosa diibaratkan dengan kain putih, yang merupakan simbol kesucian dan kebersihan. Ini menekankan pentingnya menjaga hati dan jiwa agar tetap bersih dari noda dosa.

3.     Cuci Bersih dengan Air yang Murni:

o    "Ya Allah, cuci bersih aku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air, dan es."

o    Dalam bagian ini, terdapat permohonan untuk mencuci bersih diri dari dosa dengan menggunakan air, salju, dan es, yang merupakan simbol kesucian dan kebersihan. Salju dan es menunjukkan harapan akan pembersihan yang sangat menyeluruh dan sempurna.

4.     Hikmah dan Makna dari Doa:

o    Kesadaran akan Dosa: Doa ini mencerminkan kesadaran seorang hamba terhadap kesalahan dan dosa yang telah dilakukannya. Meminta ampunan dan pembersihan menunjukkan kerendahan hati dan kesadaran spiritual.

o    Keinginan untuk Mendekat kepada Allah: Dengan berdoa demikian, seseorang menunjukkan keinginan untuk kembali kepada Allah dan memperbaiki diri. Ini adalah langkah penting dalam perjalanan spiritual seorang Muslim.

o    Simplicity of Heart: Doa ini mengingatkan kita bahwa kita semua memiliki kesalahan dan membutuhkan pengampunan. Dalam posisi berdoa, seorang hamba menyadari kelemahan dan ketergantungan pada kasih sayang Allah.

5.     Sunnah Berdoa dengan Khusyu’ dan Memohon Ampunan:

o    Doa ini sering kali diucapkan dalam shalat, terutama setelah melakukan kesalahan atau merasa kurang dalam ibadah. Melalui doa ini, seorang Muslim berusaha menambah ketenangan dan kekhusyukan dalam ibadah, serta memohon ampunan yang tulus dari Allah.

Kesimpulan: Doa ini merupakan ungkapan kerinduan seorang hamba untuk dibersihkan dari dosa dan kesalahan, dengan harapan agar Allah menjauhkan mereka dari pengaruh dosa seperti halnya jarak antara timur dan barat. Permohonan untuk dicuci dengan salju, air, dan es menunjukkan harapan akan pembersihan yang sempurna. Dengan berdoa, seorang Muslim menunjukkan kerendahan hati, kesadaran akan kesalahan, dan keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

 

عن أبي هريرة قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَبَة في الصلاة سكت هنية قبلَ الْقِرَاءَةِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ بِأبي أنت وأمي از ايت سكوتك بين التَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةِ مَا تَقُولُ؟ قَالَ أَقُولُ: اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المُشْرِقِ وَالمغرب. اللهُم نَقْنِي مِنْ خَطَايَايَ كَاقَى الثَّوْبُ الأَبيضُ مِنَ الدَّنَ اللهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالْبَرد . . رواه البخاري ومسلم

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan menjelaskan praktik Nabi Muhammad SAW saat melakukan shalat, khususnya setelah takbiratul ihram. Berikut adalah penjelasan dari hadits tersebut:

Terjemahan Hadits:

"Dari Abu Hurairah, ia berkata, 'Nabi SAW apabila berdiri untuk shalat, beliau diam sejenak sebelum membaca Al-Qur'an. Maka aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, semoga aku berkorban untukmu, apa yang engkau katakan dalam keheningan antara takbir dan bacaan?' Beliau menjawab, 'Aku berdoa: Ya Allah, jauhkanlah antara diriku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku, sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cuci bersih aku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air, dan es.'"

Penjelasan Hadits:

1.     Diam Setelah Takbir:

o    Nabi SAW melakukan diam sejenak setelah takbiratul ihram (takbir pertama saat memulai shalat) sebelum memulai bacaan Al-Qur'an. Hal ini menunjukkan bahwa diam sejenak adalah bagian dari tata cara shalat yang dianjurkan.

2.     Pertanyaan Abu Hurairah:

o    Abu Hurairah, sebagai sahabat dan perawi hadits, merasa penasaran dan bertanya kepada Nabi SAW tentang apa yang beliau ucapkan dalam keheningan tersebut. Ini menunjukkan rasa ingin tahunya dan keinginannya untuk meneladani Nabi dalam ibadah.

3.     Doa yang Dibaca:

o    "Ya Allah, jauhkanlah antara diriku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat."

§  Dalam doa ini, Nabi SAW memohon agar Allah menjauhkan dirinya dari dosa-dosa dengan jarak yang sangat jauh, mencerminkan harapan untuk terhindar dari pengaruh dosa.

o    "Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku, sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran."

§  Permohonan ini menunjukkan harapan untuk dibersihkan dari dosa seperti kain putih yang bersih. Ini menekankan pentingnya kesucian hati dan jiwa.

o    "Ya Allah, cuci bersih aku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air, dan es."

§  Dalam bagian ini, Nabi SAW meminta pembersihan dari dosa dengan menggunakan salju, air, dan es, yang melambangkan kesucian dan kebersihan. Ini menunjukkan keinginan untuk mendapatkan pembersihan yang menyeluruh.

4.     Signifikansi Doa:

o    Doa ini mengandung makna mendalam tentang kesadaran akan dosa dan permohonan untuk pengampunan. Dalam shalat, seorang Muslim diingatkan untuk selalu kembali kepada Allah, merendahkan hati, dan berharap untuk dibersihkan dari segala kesalahan.

o    Kesadaran akan dosa dan kesalahan ini merupakan bagian dari kerendahan hati seorang hamba kepada Tuhannya. Ini adalah aspek penting dalam spiritualitas Islam.

5.     Praktik dalam Shalat:

o    Melalui hadits ini, kita mendapatkan anjuran untuk berdoa dalam shalat, khususnya di antara takbir dan bacaan Al-Qur'an. Ini adalah momen penting untuk merenung dan memohon ampunan kepada Allah.

Kesimpulan:

Hadits ini menggambarkan salah satu aspek tata cara shalat yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan berdoa di antara takbir dan bacaan, seorang Muslim dapat menunjukkan kesadaran akan dosa, kerendahan hati, dan harapan untuk dibersihkan oleh Allah. Doa ini juga menekankan pentingnya menjaga kesucian hati dan jiwa dalam menjalankan ibadah.

 

وَخَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ، إنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي للورَتِ الْعَالِمينَ ، لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ يتُ وَأَنَا مِنَ المُسلِمِينَ . رواه مسلم .

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dan berisi bagian dari doa yang diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai bagian dari pembukaan shalat. Doa ini dikenal sebagai doa iftitah, dan biasanya dibaca setelah takbiratul ihram (takbir pertama dalam shalat) sebelum memulai bacaan surat Al-Fatihah.

Terjemahan Hadits:

"Aku menghadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan lurus, dan aku adalah seorang Muslim, dan aku bukan termasuk orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku diperintahkan, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri."

Penjelasan Hadits:

1.     Makna "Aku menghadapkan wajahku kepada Allah":

o    Ungkapan "وَجَّهْتُ وَجْهِيَ" berarti menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Dalam konteks shalat, menghadapkan wajah kepada Allah melambangkan fokus dan ketulusan seorang hamba dalam beribadah. Nabi SAW menegaskan bahwa dirinya hanya menyembah Allah yang menciptakan langit dan bumi, sebagai bentuk tauhid yang murni.

2.     Pernyataan "Hanifan Musliman":

o    Kata "حنيفًا" berarti seseorang yang berpegang teguh pada agama yang lurus (Islam), yaitu hanya menyembah Allah dan menjauhi segala bentuk penyimpangan atau kemusyrikan. "مسلمًا" berarti seorang yang tunduk dan berserah diri kepada kehendak Allah. Dengan mengucapkan ini, seorang Muslim menegaskan kembali niatnya untuk beribadah hanya kepada Allah dan tidak tergoda untuk menyekutukan-Nya dengan apapun.

3.     Penolakan terhadap syirik:

o    Kalimat "وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ" berarti penegasan bahwa dirinya (dan setiap Muslim) tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang menyekutukan Allah. Ini adalah pernyataan penting yang menegaskan kemurnian iman kepada Allah SWT.

4.     Penyerahan total:

o    "إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي" berarti seluruh aspek hidup seorang Muslim—shalat, ibadah, kehidupan, dan kematian—semuanya dipersembahkan hanya untuk Allah. Hal ini menekankan bahwa seluruh aktivitas kehidupan seorang hamba semata-mata didedikasikan kepada Allah SWT sebagai bentuk ibadah.

5.     Pernyataan tauhid:

o    "لَا شَرِيكَ لَهُ" merupakan penegasan akan kemurnian tauhid, bahwa Allah SWT tidak memiliki sekutu dalam hal apapun. Ini adalah deklarasi yang sangat penting dalam Islam, yang menunjukkan komitmen seorang Muslim untuk hanya menyembah Allah yang Esa.

6.     Ketundukan dan ketaatan:

o    "وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ" adalah ungkapan penutup yang menegaskan bahwa inilah perintah yang diberikan oleh Allah, dan Nabi Muhammad SAW menyatakan dirinya termasuk dalam golongan orang-orang yang berserah diri (Muslimin). Ini juga merupakan cerminan sikap seorang Muslim yang menerima dan menjalankan perintah Allah dengan ikhlas.

Kesimpulan:

Hadits ini mengajarkan prinsip-prinsip dasar tauhid dan keikhlasan dalam beribadah kepada Allah. Nabi Muhammad SAW melalui doa ini menunjukkan teladan sempurna bagi setiap Muslim untuk senantiasa menghadapkan dirinya kepada Allah dengan lurus, ikhlas, dan tanpa menyekutukan-Nya. Bacaan ini mengingatkan kita bahwa seluruh hidup, ibadah, dan kematian kita semata-mata adalah untuk Allah SWT. Doa iftitah ini juga menjadi refleksi penting bagi setiap Muslim untuk selalu meneguhkan niat dalam beribadah dan berserah diri secara total kepada Allah.

 

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الحليم . سورة النحل

 

Hadits ini merujuk pada anjuran untuk membaca ta'awudz (أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ) sebelum membaca Al-Qur'an. Hadits ini menunjukkan pentingnya memohon perlindungan kepada Allah dari godaan dan gangguan syaitan saat membaca kitab-Nya.

Terjemahan Hadits:

"Jika kamu membaca Al-Qur'an, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk." (Diambil dari Surah An-Nahl, ayat 98).

Penjelasan Hadits:

1.     Konteks dan Kebangkitan Iman:

o    Hadits ini menunjukkan bahwa saat seseorang hendak membaca Al-Qur'an, dia harus menyadari bahwa saat itu dia berinteraksi dengan wahyu Allah yang mulia. Dalam proses ini, syaitan akan berusaha mengganggu dan menjauhkan pembaca dari memahami dan menghayati isi Al-Qur'an.

2.     Makna Ta'awudz:

o    Ta'awudz merupakan ungkapan permohonan perlindungan dari Allah untuk terhindar dari gangguan syaitan. Dalam konteks membaca Al-Qur'an, ini menjadi penting agar pikiran dan hati kita bersih dari segala bentuk gangguan yang bisa menghalangi kita untuk mendapatkan hikmah dan pemahaman dari ayat-ayat yang kita baca.

3.     Syaitan sebagai Musuh:

o    Syaitan disebut sebagai musuh bagi manusia dalam banyak konteks dalam Al-Qur'an dan hadits. Ia berusaha menggoda manusia untuk menjauh dari ketaatan dan keimanan, dan sering kali berusaha mengganggu saat seseorang berusaha mendekatkan diri kepada Allah, termasuk saat membaca Al-Qur'an.

4.     Ritual Membaca Al-Qur'an:

o    Membaca ta'awudz sebelum membaca Al-Qur'an bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga sebagai pengingat bagi kita untuk bersikap rendah hati, mengakui bahwa kita memerlukan bantuan dan perlindungan dari Allah dalam proses mendapatkan petunjuk dari Al-Qur'an. Ini juga menunjukkan sikap adab dan penghormatan kita kepada firman Allah.

5.     Meningkatkan Pemahaman dan Keberkahan:

o    Dengan membaca ta'awudz, kita berharap agar Allah memberikan pemahaman yang lebih baik atas apa yang kita baca dan membuka hati kita untuk menerima petunjuk-Nya. Hal ini akan mendatangkan keberkahan dalam bacaan kita, sehingga kita tidak hanya membaca secara fisik, tetapi juga memahami dan mengamalkan isi Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari.

Kesimpulan:

Hadits ini menekankan pentingnya memohon perlindungan kepada Allah dari syaitan sebelum membaca Al-Qur'an. Ini adalah bentuk kesadaran akan adanya gangguan yang mungkin terjadi saat berinteraksi dengan wahyu-Nya. Dengan membaca ta'awudz, kita diingatkan untuk menjaga hati dan pikiran kita agar fokus dan siap menerima petunjuk serta hikmah dari Al-Qur'an. Ini merupakan langkah awal yang penting dalam menjalani proses pembelajaran dan penghayatan terhadap isi Al-Qur'an.

 

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الحليم . سورة النحل

 

Ayat yang Anda sebutkan sebenarnya merupakan bagian dari Surah An-Nahl (Surah ke-16) yang mengandung perintah untuk meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan sebelum membaca Al-Qur'an. Mari kita lihat penjelasan lebih mendalam mengenai konteks dan makna ayat ini.

Terjemahan Ayat:

"Apabila kamu membaca Al-Qur'an, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk." (Q.S. An-Nahl: 98)

Penjelasan Ayat:

1.     Perintah untuk Meminta Perlindungan:

o    Ayat ini jelas menyuruh umat Islam untuk meminta perlindungan kepada Allah sebelum memulai membaca Al-Qur'an. Ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran akan kehadiran syaitan yang berusaha mengganggu ibadah dan pemahaman kita terhadap wahyu Allah.

2.     Makna Syaitan:

o    Syaitan digambarkan sebagai musuh yang selalu berusaha untuk menyesatkan manusia. Dalam konteks ini, syaitan dapat menggoda kita agar tidak fokus, tidak memahami, atau bahkan meragukan isi dari Al-Qur'an. Oleh karena itu, penting untuk memohon perlindungan Allah agar kita terhindar dari pengaruh negatif tersebut.

3.     Konteks Pembacaan Al-Qur'an:

o    Membaca Al-Qur'an bukan hanya sekadar aktivitas fisik, tetapi juga merupakan bentuk ibadah dan interaksi spiritual dengan Allah. Sebelum melakukan aktivitas suci ini, ada baiknya kita menyiapkan diri secara mental dan spiritual, salah satunya dengan meminta perlindungan dari Allah.

4.     Praktik dalam Ibadah:

o    Dalam praktiknya, sebelum membaca Al-Qur'an, umat Islam disunahkan untuk membaca ta'awudz (أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ) sebagai bentuk permohonan perlindungan. Ini menjadi bagian dari adab membaca Al-Qur'an yang baik.

5.     Kesadaran Spiritual:

o    Mengingatkan kita untuk tetap waspada terhadap gangguan syaitan dan menjadikan ibadah kita lebih khusyuk. Permintaan perlindungan ini juga mencerminkan pengakuan kita bahwa kita lemah dan memerlukan bantuan Allah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam membaca dan memahami Al-Qur'an.

6.     Pengaruh Bacaan Al-Qur'an:

o    Membaca Al-Qur'an dengan pemahaman yang baik dan terhindar dari gangguan syaitan dapat membawa keberkahan dalam hidup kita. Ini adalah sumber petunjuk yang bisa memandu kita dalam menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.

Kesimpulan:

Ayat ini mengajarkan kita pentingnya memohon perlindungan kepada Allah dari syaitan sebelum membaca Al-Qur'an. Ini adalah tindakan yang menunjukkan kesadaran spiritual dan adab dalam berinteraksi dengan wahyu Allah. Dengan demikian, kita diharapkan dapat membaca Al-Qur'an dengan fokus, memahami isinya, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini merupakan langkah awal untuk mendapatkan pemahaman dan keberkahan dari Al-Qur'an.

 

إِذَا قَالَ الاِمَامُ: وَلَا الضَّالِّينَ فَقُولُوا آمِينَ فَإِنَّ المَلَائِكَةَ تَقُولُ آمِينَ وَالاِمَامُ يَقُولُ آمِينَ فَمَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ المَلَائِكَةِ غُفِرَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. رواه أحمد والنسائي

 

Hadits yang Anda sebutkan membahas pentingnya mengucapkan amin setelah imam mengucapkan ghair al-maghdubi ‘alayhim walad-dallin pada akhir bacaan Al-Fatihah dalam shalat. Mari kita bahas makna dan konteks dari hadits ini secara lebih rinci.

Terjemahan Hadits:

"Apabila imam mengatakan: 'Dan bukan (jalan) mereka yang dimurkai (Allah) dan bukan (pula) jalan orang-orang yang sesat', maka ucapkanlah amin, karena para malaikat mengucapkan amin, dan imam pun mengucapkan amin. Siapa saja yang mengucapkan amin bersamaan dengan aminnya para malaikat, maka diampuni segala dosanya yang telah lalu." (HR. Ahmad dan An-Nasa'i)

Penjelasan Hadits:

1.     Konteks Shalat:

o    Hadits ini berkaitan dengan bacaan Al-Fatihah yang merupakan surah pembuka dalam shalat. Bacaan ini sangat penting dan menjadi syarat sahnya shalat. Di dalamnya terdapat permohonan kepada Allah agar kita diberikan petunjuk jalan yang lurus.

2.     Pentingnya Mengucapkan Amin:

o    Kata amin berarti "ya Allah, kabulkanlah." Ucapan ini merupakan pengakuan atas permohonan yang diucapkan dalam doa. Dalam hal ini, setelah imam membaca bagian terakhir dari Al-Fatihah, jamaah dianjurkan untuk mengucapkan amin sebagai bentuk kesepakatan dan pengharapan agar permohonan tersebut dikabulkan oleh Allah.

3.     Malaikat dan Imam:

o    Hadits ini menunjukkan bahwa pada saat imam mengucapkan amin, malaikat juga mengucapkannya. Ini menunjukkan keselarasan antara doa manusia dan respon dari malaikat yang merupakan makhluk Allah yang taat.

4.     Kesempatan untuk Diampuni:

o    Hadits ini menekankan bahwa siapa saja yang mengucapkan amin bersamaan dengan malaikat akan mendapatkan pengampunan dari Allah atas dosa-dosanya yang telah lalu. Ini menunjukkan betapa besar nilai dan keberkahan dari momen tersebut dalam shalat.

5.     Adab dalam Shalat:

o    Mengucapkan amin setelah imam mengucapkan ghair al-maghdubi ‘alayhim walad-dallin adalah salah satu adab dalam shalat yang harus diperhatikan. Ini juga mengajarkan kita untuk mendengarkan imam dan berpartisipasi aktif dalam ibadah.

6.     Imam sebagai Pemimpin:

o    Dalam hadits ini, imam berperan sebagai pemimpin yang mengarahkan jamaah dalam shalat. Oleh karena itu, jamaah diharapkan untuk mengikuti dan mendukung imam dalam doa-doa yang diucapkan, termasuk dalam mengucapkan amin.

Kesimpulan:

Hadits ini mengajarkan tentang pentingnya mengucapkan amin setelah imam menyelesaikan bacaan Al-Fatihah dalam shalat. Ini adalah bentuk partisipasi dalam doa dan permohonan kepada Allah untuk mendapatkan petunjuk dan pengampunan. Selain itu, hadits ini juga menunjukkan bahwa momen tersebut sangat berharga, karena di dalamnya terkandung kesempatan untuk diampuni dari dosa-dosa yang telah berlalu. Dengan memahami dan mengamalkan hadits ini, kita dapat meningkatkan kualitas ibadah kita dan mendekatkan diri kepada Allah.

 

عن ابن قتادة أن النبي صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَان يقرأ في الظلم في اوليانِ كِتَابِ وَسُورَتَيْنِ وَفِي الرَّكْعَتَيْنِ الْأَخْرَيَيْنِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَيُسْمِعُنَا الاية أَحْيَانًا وَيُيَقولُ في التَّركْعَةِ الأولى مَا لَا يُطِيلُ فِي الثَّانِيَةِ وَهَكَذَا فِي الْعَصْرِ وهكذا في الصبح رواه البخاري ومسلم .

 

Hadits yang Anda sebutkan menjelaskan tentang tata cara shalat yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, khususnya terkait dengan bacaan dalam shalat. Mari kita bahas makna dan konteks dari hadits ini.

Terjemahan Hadits:

"Daripada Ibn Qatadah, bahwa Nabi Muhammad SAW membaca di dua rakaat pertama dalam shalat dua surat dari Al-Qur'an, dan dalam dua rakaat terakhir membaca Al-Fatihah. Kadang-kadang beliau mendengar kita beberapa ayat, dan beliau tidak memperpanjang bacaan di rakaat pertama, tetapi memperpanjangnya di rakaat kedua, demikian pula di shalat Ashar dan shalat Subuh." (HR. Bukhari dan Muslim)

Penjelasan Hadits:

1.     Bacaan dalam Shalat:

o    Hadits ini menunjukkan bahwa dalam shalat, Nabi Muhammad SAW membaca surat-surat dari Al-Qur'an pada dua rakaat pertama. Ini mengindikasikan pentingnya membaca surat-surat yang lebih panjang pada dua rakaat pertama dari shalat yang lebih panjang seperti shalat Maghrib dan Isya.

2.     Al-Fatihah di Rakaat Terakhir:

o    Dalam dua rakaat terakhir, Nabi Muhammad SAW hanya membaca Al-Fatihah. Ini mengajarkan kepada umat Islam bahwa meskipun Al-Fatihah adalah bacaan yang sangat penting dan menjadi syarat sahnya shalat, di rakaat terakhir kita tidak perlu membaca surat tambahan.

3.     Pendekatan dalam Bacaan:

o    Nabi Muhammad SAW memperpendek bacaan di rakaat pertama dan tidak memperpanjangnya, sedangkan di rakaat kedua beliau bisa membaca dengan lebih panjang. Hal ini menunjukkan bahwa shalat bisa diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi, serta memberikan fleksibilitas dalam pelaksanaan ibadah.

4.     Mendengarkan Bacaan:

o    Dalam hadits ini disebutkan bahwa terkadang Nabi Muhammad SAW mendengar ayat-ayat dari kita. Ini menunjukkan interaksi yang baik antara imam dan makmum, di mana makmum dapat mendengarkan bacaan dari imam.

5.     Konsistensi dalam Shalat:

o    Nabi Muhammad SAW menunjukkan konsistensi dalam tata cara shalat, yang bisa diterapkan pada shalat-shalat tertentu seperti shalat Ashar dan Subuh. Ini memberikan pedoman kepada umat Islam tentang bagaimana seharusnya pelaksanaan shalat yang benar.

6.     Pelajaran bagi Umat Islam:

o    Hadits ini memberikan pelajaran bahwa dalam shalat kita dapat memvariasikan bacaan sesuai dengan situasi dan waktu. Bacaan dalam shalat tidak harus selalu panjang, tetapi perlu disesuaikan dengan keadaan.

Kesimpulan:

Hadits ini menjelaskan tata cara bacaan dalam shalat yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, menekankan pentingnya membaca surat dalam dua rakaat pertama dan Al-Fatihah di dua rakaat terakhir. Selain itu, hadits ini juga menunjukkan fleksibilitas dalam pelaksanaan ibadah shalat dan bagaimana seorang imam dapat memberikan contoh yang baik dalam beribadah. Mengikuti tata cara yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW akan membantu umat Islam dalam melaksanakan shalat dengan lebih baik dan khusyuk.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manasik Umroh

HUKUM ASURANSI

PUASA