ILMU FIQIH

  

Bab I

FIQIH IBADAH

 

 
 
 
 
 
 


1.1.  Thaharah

·      Thaharah berasal dari kata طَهَرَ – يَطْهُرُ artinya suci[1] atau bersih.[2]

·      Pengertian thaharah adalah membersihkan diri dari hadats dan najis.

·      Thaharah dilakukan agar ibadah yang dilakukan menjadi sah.

 

1.1.1. Air

1.    Air suci dan dapat menyucikan (air mutlak), diantaranya air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air dari sumber mata air, air embun dan air es.

2.    Air suci tapi tidak mensucikan, yaitu:

·      Air yang berubah salah satu sifatnya karena tercampur benda yang suci, seperti teh, kopi, susu dan sebagainya.

·      Air yang sudah dipakai untuk bersuci (musta’mal), tidak berubah sifatnya dan berjumlah kurang dari dua qullah (kurang lebih 188 liter).

·      Air pepohonan atau buah-buahan, seperti air yang keluar dari batang pohon tebu, air kelapa, dan sejenisnya.

3.    Air yang makruh dipakai adalah air yang terjemur sinar matahari dalam bejana selain bejana emas dan perak. Lain halnya jika air yang terkena panas matahari berada dalam kolam, sawah, dan danau, tidak makruh untuk bersuci. Air itu tetap suci dan mensucikan, makruh jika digunakan mensucikan badan, tidak makruh untuk mencuci pakaian.

4.    Air yang terkena najis ada dua macam, yaitu:

·      Air yang berubah salah satu sifatnya karena najis (rasa, warna atau bau). Air ini tidak boleh dipakai untuk bersuci, baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak.[3]

·      Air yang terkena najis dan tidak berubah salah satu sifatnya. Bila sedikit, kurang dari dua qullah, hukumnya najis dan tidak boleh digunakan untuk bersuci. Jika jumlahnya mencapai dua qullah atau lebih, hukumnya menjadi suci dan mensucikan.

 

1.1.2.      Hadats

·      Hadats adalah keadaan tidak suci yang menyebabkan ibadah (seperti shalat) seseorang tidak sah.

·      Menyucikan diri dari hadats hukumnya wajib.

·      Hadats terdiri dari dua macam, yaitu hadats kecil dan hadats besar.

 

1.1.2.1.     Hadats Kecil

1.    Buang angin (kentut)

2.    Buang air kecil

3.    Buang air besar

4.    Tidur sehingga lupa segalanya

5.    Hilang ingatan

6.    Menyentuh alat kelamin dengan telapak tangan

7.    Menyentuh kulit wanita yang sudah baligh tanpa penghalang.

 

1.1.2.2.     Hadats Besar

1.    Haid (menstruasi)

2.    Wiladah (seseorang yang melahirkan)

3.    Nifas (keluarnya darah setelah melahirkan).

 

1.1.3. Najis

·      Najis adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang terhalang untuk beribadah, baik yang berasal dari luar maupun dalam tubuh manusia, misalnya, air kencing dan kotoran manusia atau hewan.

·      Semua kotoran yang keluar dari qubul dan dubur hukumnya najis.

 

1.1.3.1.     Beberapa Najis

1.    Bangkai binatang darat yang berdarah selain mayat manusia

2.    Darah, kecuali hati dan limpa

3.    Nanah

4.    Segala benda dan cairan yang keluar dari qubul dan dubur

5.    Arak dan minuman lain yang memabukkan

6.    Anjing

7.    Babi

8.    Organ binatang yang diambil dari tubuhnya selagi masih hidup.

 

1.1.3.2.     Macam-macam Najis

1.    Najis Mukhaffafah (ringan)

Najis Mukhaffafah disebut juga najis ringan. Contoh najis ringan adalah terkena air kencing anak laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan apa pun, kecuali air susu ibu (ASI). Cara menyucikannya adalah memercikkan air pada benda atau pakaian yang terkena najis, walaupun tidak mengalir. 

2.    Najis Mutawassithah (pertengahan)

Najis pertengahan ini terbagi menjadi dua:

a.    Najis hukmiyah, yaitu najis yang keberadaannya diyakini, tetapi tidak tampak zat, rasa, bau dan warnanya. Contoh, air kencing yang sudah kering. Mencuci najis hukmiyyah adalah dengan mengalirkan air di atas benda yang kena najis.

b.    Najis ‘ainiyyah, yaitu najis yang masih terlihat warna, rasa, zat dan baunya. Najis ini dicuci dengan cara menghilangkan zat, rasa, warna dan baunya. Masih dapat dimaklumi jika warna dan baunya sukar hilang.

3.    Najis Mughallazhah (berat)

Najis mughallazhah berasal dari air liur anjing atau babi. Cara menyucikannya, yaitu benda yang terkena najis dibasuh dengan air tujuh kali, satu kali diantaranya memakai air yang dicampur tanah.[4]

 

1.1.4.      Wudhu

·      Wudhu merupakan salah satu cara untuk menghilangkan hadats kecil, menghilangkan kotoran dan dosa-dosa.[5]

·      Jika seseorang hendak mendirikan shalat, ia harus berwudhu.

 

1.1.4.1.     Syarat Wudhu

1.    Orang Islam

2.    Balig

3.    Berakal Sehat

4.    Tidak berhadats besar

5.    Menggunakan air suci dan menyucikan

6.    Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit.

 

1.1.4.2.     Rukun Wudhu

1.    Niat.[6]

2.    Membasuh muka.

3.    Membasuh dua tangan sampai siku.

4.    Menyapu sebagian kepala.

5.    Membasuh dua kaki sampai mata kaki.[7]

6.    Tertib (berurutan).

 

1.1.4.3.     Sunnah Wudhu

1.    Membaca basmalah ketika mulai berwudhu;[8]

2.    Membasuh dua telapak tangan sampai pergelangan;

3.    Berkumur-kumur;

4.    Mengisap air ke hidung;

5.    Membasuh seluruh kepala;

6.    Membasuh dua telinga;

7.    Menyela jari-jari;[9]

8.    Mendahulukan membasuh anggota badan sebelah kanan;[10]

9.    Membasuh anggota wudhu sebanyak tiga kali;

10.    Dilakukan terus menerus tidka berselang;

11.    Menggosok anggota wudhu;

12.    Bersiwak atau menggosok gigi;[11]

13.    Membaca doa sesudah wudhu.[12]

 

1.1.4.4.     Batal Wudhu

1.    Mengeluarkan sesuatu dari kemaluan dan dubur, seperti kentut, kencing dan buang air besar.[13]

2.    Tidur hingga tidak sadarkan diri.[14]

3.    Hilang akal sehat, gila, mabuk, ayan atau pingsan.

4.    Bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahram.[15]

5.    Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan.[16]

 

1.1.5. Tayamum

Tayammum adalah cara bersuci pengganti wudhu atau mandi wajib.[17]

 

1.1.5.1.     Alasan Tayamum

1.    Tidak ada air atau telah berusaha mencari, tapi tidak menemukan air.

2.    Dalam perjalanan jauh.

3.    Jumlah air tidak cukup untuk bersuci.

4.    Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang hal buruk, seperti menyebabkan sakit.

5.    Air yang ada hanya untuk minum.

6.    Air berada di tempat yang jauh sehingga membuat seseorang terlambat menunaikan shalat.

7.    Tempat sumber air berbahaya.

8.    Sakit yang disarankan tidak boleh terkena air.

 

1.1.5.2.     Syarat Sah Tayamum

1.    Telah masuk waktu shalat.

2.    Sudah berusaha mencari air namun tidak menemukannya, padahal sudah masuk waktu shalat.

3.    Memakai tanah berdebu yang suci.[18]

4.    Memenuhi alasan dibolehkannya tayammum.

 

1.1.5.3.     Rukun Tayamum

1.    Niat.

2.    Mengusap muka dengan debu dan tanah.[19]

3.    Menyapu kedua tangan dengan debu atau tanah hingga siku.[20]

4.    Tertib rukunnya.

 

1.1.5.4.     Sunnah Tayamum

1.    Membaca basmalah.

2.    Meniup atau menepuk debu yang ada di telapak tangan.

3.    Membaca dua kalimat syahadat setelah bertayamum.

4.    Mendahulukan anggota badan bagian kanan.

 

1.1.5.5.     Cara Tayamum

1.    Niat.

2.    Membaca basmalah.

3.    Renggangkan jari-jari, tempelkan ke debu, tekan hingga debu melekat.

4.    Angkat kedua tangan, lalu tiup atau tepuk telapak tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber denu tadi.

5.    Mengusapkan telapak tangan ke muka.

6.    Bersihkan debu yang tersisia di telapak tangan.

7.    Ambil debu lagi dengan merenggangkan jari-jari, tempelkan ke debu, tekan hingga debu melekat.

8.    Angkat kedua tangan, lalu tiup telapak tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.

9.    Mengusap debu ke tangan kanan, lalu ke tangan kiri.

 

1.1.5.6.     Batal Tayamum

1.    Ada air, bagi yang alasan tayammum karena tidak ada air.

2.    Setiap yang membatalkan wudhu dapat membatalkan tayamum, seperti buang besar dan kecil.

 

1.1.6. Mandi Wajib

Mandi wajib adalah menghilangkan hadats besar dengan cara membasuh seluruh bagian tubuh mulai dari atas kepala hingga ujung kaki dengan air.

 

1.1.6.1.     Penyebab Mandi

1.    Berhubungan suami-Istri

2.    Keluar mani disebabkan oleh apa pun, mimpi, disengaja atau tidak sengaja. Kondisi ini disebut janabat atau junub.

3.    Meninggal dunia. Memandikan orang meninggal hukumnya fardhu kifayah, kecuali jenazah orang yang mati syahid.

4.    Nifas (bersalin; masa sesudah melahirkan, lamanya 40-60 hari).

5.    Selesai haid.[21]

6.    Melahirkan, termasuk keguguran.

 

1.1.6.2.     Fardhu Mandi

1.    Niat.

2.    Membasuh seluruh badan dengan meratakan air ke rambut dan seluruh kulit tubuh.[22]

 

1.1.6.3.     Sunnah Mandi Wajib

1.    Membasuh kotoran dan najis dari seluruh badan terlebih dahulu.

2.    Berwudhu sebelum mandi.

3.    Membaca basmalah pada permulaan mandi.

4.    Membasuh badan sampai tiga kali.

5.    Tertib.

 

1.1.6.4.     Cara Mandi Wajib

1.    Membasuh kedua tangan.

2.    Membasuh kemaluan dengan tangan kiri.

3.    Berwudhu.

4.    Menuangkan air ke atas kepala sebanyak 3 kali untuk mencuci rambut dengan cara memasukkan jari-jari ke sela-sela rambut.

5.    Membasuh seluruh badan dengan air secara merata hingga bersih.

6.    Membasuh kaki dengan mendahulukan yang kanan.

7.    Tidak berlebihan dalam menggunakan air.

 

1.1.6.5.     Mandi Sunnah

1.    Mandi pada hari jum’at sebelum shalat jum’at.[23]

2.    Mandi hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.[24]

3.    Mandi orang gila setelah sembuh dari kegilaannya.

4.    Mandi ketika akan ihram haji dan umrah.

5.    Mandi sehabis memandikan mayat.[25]

6.    Mandi orang kafir setelah memeluk agama Islam.

7.    Mandi wanita istihadlah.[26]

 

1.1.6.6.     Darah Perempuan

1.1.6.6.1.      Darah Haid

·      Darah haid adalah darah yang keluar dari rahim sejak balig yang datang pada waktu tertentu, berwarna kehitaman, dan panas.

·      Haid biasanya berlangsung enam atau tujuh hari tujuh malam. Adapun paling sedikit adalah sehari semalam dan paling lama lima belas hari dan malam.

·      Suci antara haid paling sedikit lima belas hari dan sebanyak-banyaknya tidak ada batasan.

·      Perempuan yang sedang haid tidak diperbolehkan shalat, puasa, tawaf, menyentuh al-Qur’an dan tidak boleh bersenggama.

·      Suami haram mentalak ketika istri haid. Bagi perempuan hendaknya mengganti puasa wajib yang ditinggalkan selama haid dan tidak diperintahkan untuk mengganti shalat.

 

1.1.6.6.2.      Darah Nifas

·      Darah nifas adalah darah yang keluar pada rahim pada saat melahirkan dan beberapa waktu sesudah melahirkan.

·      Masa nifas paling sedikit sekejap ketika melahirkan, pada umumnya 40 hari dan paling lama 60 hari.

·      Adapun perempuan yang sedang nifas, sebagaimana perempuan yang sedang haid dalam masalah hukum Islam.

 

1.1.6.6.3.      Darah Istihadhoh

·      Darah istihadhah adalah darah yang mengalir dari bagian bawah rahim yang disebabkan oleh penyakit, bukan pada saat haid atau nifas.

·      Perempuan yang sedang istihadhah sebagaimana perempuan yang sedang suci, diperbolehkan mengerjakan ibadah seperti shalat, puasa dan ibadah lainnya.[27]

 

1.2.  Shalat

·      Shalat menurut bahasa adalah do’a.[28]

·      Menurut istilah adalah ucapan dan aperbuatan yang dimulai dengan takbir diakhiri dengan salam dengan maksud beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah ditentukan.

·      Perintah melaksanakan shalat fardhu turun pada saat Rasulullah Saw melaksanakan Isra dan Mi’raj.

·      Mendirikan shalat fardhu merupakan rukun Islam kedua dan hukumnya fardhu ‘ain.[29] Artinya, shalat fardhu tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.

·      Kedudukan Shalat:

1.      Amal yang pertama di hisab.[30]

2.      Pembeda kafir dan muslim.[31]

3.      Tiang Agama.[32]

4.      Wajib diperintahkan sejak dini.[33]

5.      Dimasukkan ke neraka saqar.[34]

6.      Shalat adalah akhir wasiat Nabi Saw.[35]

7.      Perintah untuk keluarga.[36]

8.      Allah mencela orang yang melalaikan shalat.[37]

9.      Wajib di qodho jika ditinggalkan.[38]

10.  Shalat diwajibkan tanpa perantara Jibril dalam Isra’ dan Mi’roj.

11.  Awalnya shalatdiwajibkan 50 sholat yang menunjukkan Allah sangat menyukai ibadah shalat.

 

1.2.1.      Syarat Wajib Shalat[39]

1.    Muslim.

2.    Baligh.

3.    Berakal sehat.

4.    Suci dari haid dan nifas bagi perempuan.

5.    Mengetahui ketentuan shalat fardhu.

6.    Terjaga, seseorang yang tertidur dan lupa, wajib shalat ketika bangun atau ingat.

 

1.2.2.      Syarat Sah Shalat[40]

1.    Suci dari hadat besar dan kecil.

2.    Badan, pakaian, dan tempat shalat, suci dari najis.

3.    Menutup aurat. Aurat laki-laki dari pusar sampai lutut dan bagi perempuan seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.

4.    Telah masuk waktu shalat.

5.    Menghadap kiblat.

6.    Sadar atau tidak mabuk.

 

1.2.3.      Rukun Shalat[41]

1.    Niat.

2.    Berdiri menghadap kiblat bagi yang mampu.

3.    Membaca takbiratul ihram.

4.    Membaca Surat al-Fatihah.

5.    Ruku’ dengan tuma’ninah.

6.    I’tidal.

7.    Dua kali sujud.

8.    Duduk di antara dua sujud dengan tuma’ninah.

9.    Duduk tawarruk, yaitu duduk ketika membaca tasyahud akhir.

10.    Membaca tasyahud akhir.

11.    Membaca shalawat kepada Nabi.

12.    Mengucapkan salam yang pertama.

13.    Tertib.

 

1.2.4.      Sunnah Shalat

1.    Mengangkat kedua tangan sejajar dengan pundak ketika membaca takbiratul ihram, hendak ruku’, bangkit dari ruku’ dan hendak berdiri setelah duduk tasyahud awal.

2.    Bersedekap, meletakkan tangan kanan di atas punggung tangan kiri.

3.    Pandangan melihat ke tempat sujud.

4.    Membaca doa iftitah sesudah takbiratul ihram sebelum membaca fatihah.

5.    Membaca ta’awwudz sebelum membaca surah al-Fatihah.

6.    Mengucap amin sesudah membaca surah al-Fatihah.

7.    Menyaringkan bacaan surah al-Fatihah dan suah pendek ketika melaksanakan shalat Maghrib, ‘Isya dan Shubuh.

8.    Mendengarkan bacaan imam untuk makmumnya.

9.    Mengucapkan takbir setiap pergantian gerakan shalat.

10.    Membaca do’a i’tidal.

11.    Meletakkan kedua tangan di atas kedua lutut ketika ruku’.

12.    Membaca doa ruku’ dan sujud.

13.    Melakukan duduk iftirasy.[42]

14.    Melakukan duduk tawarruk pada tasyahud akhir.

15.    Membaca sam’allahu liman hamidah ketika bangkit dari ruku’.

16.    Membaca doa duduk di antara dua sujud.

17.    Menoleh ke kiri pada salam kedua.

 

1.2.5.      Batal Shalat

1.    Meninggalkan salah satu rukun shalat.

2.    Meninggalkan salah satu syarat shalat.

3.    Berbicara selain bacaan shalat atau tertawa secara sengaja.

4.    Keluar hadats besar dan hadats kecil.

5.    Terlihat aurat pada saat shalat.

6.    Melakukan gerakan yang tidak ada hubungannya dengan shalat secara sengaja.

7.    Makan dan minum ketika sedang shalat dengan sengaja.

8.    Membelakangi atau berubah kiblat.

 

1.2.6.      Waktu Shalat Fardhu[43]

1.    Zhuhur, dimulai saat bayangan tepat berada di bawah badan dan berakhir saat bayangan sama panjang dengan tubuh.[44]

2.    Ashar, dimulai ketika bayangan sama panjang dengan tubuh sampai mata hari terbenam.

3.    Maghrib, dimulai setelah matahari terbenam sampai hilangnya mega (syafaq) merah.

4.    Isya, dimulai ketika lenyap mega merah atau sehabis maghrib sampai terbit fajar.

5.    Subuh, dimulai sejak terbit fajar sampai terbit matahari.

 

1.2.7.      Waktu yang dilarang Mengerjakan Shalat

1.    Sesudah shalat subuh sampai dengan terbit matahari.[45]

2.    Pada saat matahari terbit sampai matahari naik sedikit, kurang lebih 16 menit setelah isyraq.[46]

3.    Pada saat matahari berada pada waktu istiwa (matahari berada pas di atas kita) yang menyebabkan tidak munculnya bayang-bayang pada benda yang berdiri tegak.

4.    Setelah shalat ashar sampai terbit matahari.

 

1.2.8.      Pengecualian Shalat Pada Waktu Terlarang

1.    Shalat sunnah yang dikerjakan karena suatu sebab, seperti tahiyatul masjid, shalat gerhana, sehabis wudhu, dan lain sebagainya.

2.    Shalat sunnah ketika matahari di tengah langit waktu istiwa pada hari jum’at.[47]

3.    Shalat sunnah di Mekkah.[48]

 

1.2.9.      Azan

·      Azan ialah seruan atau pemberitahuan bahwa waktu shalat telah tiba.

·      Azan mulai disyariatkan sejak tahun ke-2 hijriyah.

·      Orang yang mengumandangkan azan disebut muazin. Muazin pertama adalah Bilal bin Rabbah.

·      Azan dan Iqamah hukumnya sunnah muakkad bagi laki-laki yang hendak shalat fardhu berjama’ah di masjid.[49]

 

1.2.9.1.     Ketentuan Mengumandangkan Adzan

1.    Telah tiba waktu shalat.

2.    Muadzin seorang Muslim laki-laki yang sudah dapat membedakan yang baik dan yang benar (mumayiz).

3.    Muadzin dalam keadaan suci.

4.    Muadzin menghadap kiblat ketika melantunkan adzan.

5.    Tertib dalam menyerukan adzan.

 

1.2.9.2.     Amalan Sunnah Ketika Adzan

1.    Menghadap kiblat.

2.    Hendaknya sambil berdiri dan dilakukan di tempat yang tinggi.

3.    Muadzin sebaiknya yang suara nyaring dan merdu.

4.    Menutup kedua telinga dengan kedua jari telunjuk.

5.    Menghadap sebelah kanan saat membaca, “hayya ‘ala ash-sholah”.

6.    Menghadap sebelah kiri saat membaca “hayya ‘ala al-falaah”.

7.    Membaca doa setelah adzan.

 

1.2.9.3.     Bacaan Adzan

الله أكبر ألله أكبر 2 x

أشهد  أن لا إله إلا الله الا الله 2 x

أشهد أن محمدا رسول الله 2 x

حي على الصلاة 2 x

حي على الفلاح 2 x

الله أكبر الله أكبر 1 x

لا إله إلا الله 1 x

Allah Mahabesar Allah Mahabesar (2x)

Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah (2x)

Aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah (2x)

Mari kita mendirikan shalat (2x)

Mari kita meraih kemenangan (2x)

Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Tiada Tuhan selain Allah.

 

Ulama sepakat dengan lafazd taswib yang dibaca di waktu azan subuh sesudah “hayya ‘alaa ash-Shalah”, lafadz itu adalah:

الصلاة خير من النوم 2 x

“Shalat itu lebih baik daripada tidur.”

 

1.2.9.4.     Jawaban Adzan

·      Apabila kita mendengar adzan, maka hendaknya kita menjawab sebagaimana yang dikumandangkan muadzin, kecuali kalimat ini: Hayya ‘ala ash-shalaah dan hayya ‘ala al-falah dijawab dengan La haula wa la quwwata illa billaah

·      Setelah adzan membaca doa:“Ya Allah, Tuhan yang Mempunyai seruan serupa ini dan shalat yang sedang didirikan ini. Berilah Nabi Muhammad derajat yang tinggi dan pangkat yang mulia, dan berilah dia kedudukan yang terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya.”

 

1.2.10.  Iqamah

·      Iqamah dikumandangkan untuk menandai bahwa pelaksanaan shalat berjamaah akan segera dimulai.

 

1.2.10.1. Ketentuan Iqamah

1.    Orang yang melantunkan iqamah boleh oleh muadzin, boleh pula oleh orang lain.

2.    Iqamah dikumandangkan setelah adzan.

3.    Disunnahkan berdoa di antara adzan dan iqamah.

 

1.2.10.2. Perbedaan Adzan dan Iqamah

1.    Iqamah dikumandangkan sebelum shalat fardhu berjama’ah.

2.    Bacaan dalam iqamah hanya dibacakan satu kali.

3.    Iqamah dikumandangkan cepat dan tidak perlu keras.

4.    Pada iqamah setelah membaca “Hayya ‘ala al-falah” dilanjutkan membaca “Qod qomat ash-Shalah”.

 

1.2.10.3. Bacaan Iqamah

الله أكبر ألله أكبر

أشهد  أن لا إله إلا الله الا الله

أشهد أن محمدا رسول الله

حي على الصلاة

حي على الفلاح

قد قامت الصلاة 2x

الله أكبر الله أكبر

لا إله إلا الله

 

Allah Mahabesar Allah Mahabesar

Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah

Aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah

Mari kita mendirikan shalat

Mari kita meraih kemenangan

Shalat akan segera didirikan (2x)

Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Tiada Tuhan selain Allah

 

1.2.11.  Shalat Sunnah

·      Shalat sunnah disebut juga shalat nawafil atau tathawwu’.

·      Shalat sunnah adalah shalat tambahan dari sahalat lima waktu.

 

1.2.11.1. Shalat Rawatib[50]

1.    Dua raka’at sebelum shubuh,

2.    Dua raka’at sebelum zhuhur,

3.    Dua raka’at sesudah zhuhur,

4.    Dua raka’at sesudah magrib,

5.    Dua raka’at sesudah isya.

 

1.2.11.2. Shalat Dhuha

·      Shalat dhuha adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada pagi hari, waktunya dari matahari mulai meninggi, kira-kira 15 menit setelah terbit matahari hingga 15 menit sebelum masuk waktu zhuhur.

·      Jumlah raka’at minimal 2 raka’at maksimal 12 raka’at.

 

1.2.11.3. Shalat Istisqa’

·      Shalat Istisqa adalah shalat sunnah yang bertujuan meminta hujan.

·      Dilaksanakan ketika terjadi kemarau panjang.

·      Shalat istisqa’ biasanya dilakukan dilapangan terbuka.

 

1.2.11.4. Shalat Kusuf dan Khusuf

·      Shalat Kusuf dilakukan karena terjadi gerhana matahari.

·      Shalat Khusuf dilakukan karena terjadi gerhana bulan.

 

1.2.11.5. Shalat Istikharah

·      Shalat Istikharah adalah shalat yang dikerjakan untuk memperoleh petunjuk yang baik dari Allah Swt.

·      Shalat ini dilakukan jika berhadapan dengan permasalahan yang berkaitan dengan penentuan pilihan. Petunjuk kadang diperoleh melalui mimpi atau kemantapan dalam hati untuk menentukan keputusan.

 

1.2.11.6. Shalat Tahajud

1.2.11.7. Shalat ‘Id

·      Shalat ‘id meliputi dua shalat hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

·      Idul Fitri dilaksanakan setelah selesai Ramadhan pada 1 Syawwal.

·      Idul Adha disebut juga Idul Kurban, dilaksanakan pada 10 Dzulhijjah.

 

1.2.11.8. Shalat Tahiyatul Masjid

Shalat Tahiyyatul Masjid dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap masjid. Shalat ini dilakukan dua raka’at ketika masuk masjid sebelum duduk.

 

1.2.11.9. Shalat Tarawih

Shalat Tarawih dikerjakan setiap malam pada bulan Ramadhan. Shalat tarawih boleh dilakukan berjamaah di masjid atau di rumah. Waktu pelaksanaannya sesudah shalat Isya’ sampai sebelum sahur.

 

1.2.11.10.    Shalat Witir

Shalat Witir adalah shalat sunnah yang raka’atnya ganjil, yaitu shalat 1 raka’at, 3 raka’at, 5 raka’at, 7 raka’at, 9 raka’at, atau 11 raka’at. Waktu pelaksanaannya adalah malam hari, sesudah shalat Isya’ sampai terbit fajar.

 

1.2.12.  Shalat Berjama’ah

Shalat berjama’ah adalah shalat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. Salah seorang bertindak sebagai imam, sementara yang lain menjadi makmum.

 

1.2.12.1.        Hikmah Shalat Berjama’ah

1.    Mendapat 27 derajat.[51]

2.    Terbebas dari neraka dan kemunafikan.[52]

3.    Didoakan oleh para malaikat.[53]

4.    Disukai oleh Allah jika jama’ahnya lebih banyak.[54]

5.    Tidak bisa dikuasai setan.[55]

6.    Langkah yang jauh menambah pahala.[56]

7.    Mengeratkan persaudaraan sesama muslim.

8.    Memperlancar komunikasi anta ummat Islam.

9.    Menumbuhkan nilai persamaan derajat.

10.              Menumbuhkan sikap peduli terhadap sesama.

11.              Meningkatkan kedisiplinan diri.

12.              Belajar menghargai antara pemimpin dan yang dipimpin.

 

1.2.12.2.        Ketentuan Imam

1.    Fasih membaca al-Qur’an

2.    Jika banyak yang fasih ditunjuk seseorang yang paling alim di antara mereka.

3.    Jika banyak yang fasih dan alim, dipilih seseorang yang paling tua di antara mereka.

4.    Jika shalat berjama’ah dilakukan di rumah seseorang, tuan rumah lebih berhak menjadi imam.

5.    Imam harus laki-laki, jika jama’ahnya terdiri atas laki-laki dan perempuan.

6.    Imam harus berakal sehat.

7.    Imam harus berakhlak mulia.

8.    Imam harus memahami keadaan makmum, kesiapan dan kerapian barisan/ shaf, karena kerapian barisan termasuk bagian dari kesempurnaan shalat.

9.    Imam harus mengetahui kondisi makmum dengan tidak melakukan sesuatu yang memberatkan makmum, seperti bacaan terlalu panjang atau terlalu pelan.

 

1.2.12.3.        Orang yang Makruh Menjadi Imam

1.    Orang yang dibenci oleh sebagian masyarakat.

2.    Orang yang belum balig.

3.    Orang yang buruk bacaannya, tetapi tidak merusak makna.

4.    Orang yang kurang hati-hati dalam menjaga najis.

5.    Orang yang belum berkhitan, walaupun sudah balig.

 

1.2.12.4.        Cara Membetulkan Kesalahan Imam

1.    Apabila imam salah dalam membaca ayat-ayat al-Qur’an, makmum dapat membetulkan dengan mengeraskan bacaan yang sebenarnya.

2.    Jika kesalahan imam terletak pada gerakan atau jumlah raka’at, untuk makmum laki-laki cara membetulkannya dengan mengucapkan subhanallah, sedangkan makmum perempuan menepuk punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan.

 

1.2.12.5.        Cara Mengganti Imam

Adakalnya imam mengalami sesuatu yang membatalkan salat, misalnya buang angin (kentut). Ia hendaknya mundur dan tidak melanjutkan shalatnya. Posisi imam harus di ganti oleh salah seorang makmum yang paling dekat posisinya ke tempat imam.

 

1.2.12.6.        Syarat Sah Menjadi Makmum

1.    Niat bermakmum.

2.    Mengetahui apa yang dikerjakan imam.

3.    Imam dan makmum shalat dalam satu tempat.

4.    Tidak mendahului takbir atau gerakan imam.

5.    Tidak berdiri lebih ke depan atau sejajar dengan imam.

6.    Gerakan makmum harus sesuai dengan gerakan imam.

7.    Tidak berimam kepada orang yang diketahui shalat tidak sah.

 

1.2.12.7.        Ketentuan Shaf

1.    Meluruskan dan merapatkan shaf.

2.    Memenuhi shaf depan terlebih dahulu.

3.    Jika dua orang berjama’ah, makmum laki-laki hendaklah berdiri di samping kanan dan makmum perempuan berdiri di belakang imam sebelah kiri.

4.    Harus ada makmum yang bisa menggantikan imam jika imam berhadats (batal).

 

1.2.12.8.        Masbuq

Masbuq adalah makmum yang datang terlambat mengikuti shalat berjama’ah. Berikut hal-hal yang harus diperhatikan:

1.    Berjalan dengan tenang, tidak tergesa-gesa.

2.    Begitu sampai di tempat berjama’ah, langsung takbiratul ihram dengan niat menjadi makmum dan mengikuti gerakan imam, baik imam sedang ruku’, sujud, atau duduk.

3.    Jika makmum masbuq tidak sempat membaca surah al-Fatihah, ia terhitung ketinggalan satu raka’at. Ia harus menyempurnakan raka’at shalatnya yang kurang.

4.    Apabila makmum masbuq mendapati imam sedang membaca tasyahud akhir, hendaknya ia ikut duduk bersama imam. Walaupun tidak terhitung dalam bilangan raka’at, ia akan tetap mendapatkan pahala berjama’ah.

 

1.2.12.9.        Bacaan Shalat Berjama’ah

1.    Bacaan imam jahran (keras) pada bacaan takbiratul ihram, surat al-Fatihah, ayat-ayat al-Qur’an, dan takbir perpindahan gerakan shalat pada waktu shalat Shubuh, Maghrib dan Isya.

2.    Setelah iqamah tidak boleh ada perkataan apa pun selain ucapan imam dalam meluruskan barisan makmum.

 

1.2.11. Sujud

1.2.11.1. Sujud Sahwi

Sujud sahwi adalah sujud karena lupa. Sujud sahwi dilakukan karena meninggalkan pekerjaan atau bacaan tertentu dalam shalat.  Pelaksanaan sujud sahwi sama dengan sujud pada umumnya. Jumlahnya dua kali diselingi duduk diantara dua sujud. Sujud sahwi dilakukan sebelum salam. Dalam pelaksanaan shalat berjama’ah, makmum harus mengikuti imam. Akan tetapi, jika imam lupa, makmum harus mengingatkan. Makmum laki-laki mengingatkan dengan mengucapkan lafaz subhanallah, sedangkan makmum perempuan mengingatkan dengan menepukkan tangan. Selanjutnya imam melakukan sujud sahwi dan wajid diikuti oleh makmum.

 

1.2.11.1.1. Hal-hal yangn Menyebabkan Sujud Sahwi

1.    Kekurangan jumlah raka’at

2.    Ragu-ragu bilangan raka’at

3.    Kelebihan raka’at

4.    Lupa tasyahud.

 

1.2.11.2. Sujud Tilawah

Sujud tilawah dilakukan ketika seseorang membaca atau mendengar ayat-ayat sajadah yang dibacakan orang lain. Namun, jika yang membaca tidak melakukan sujud tilawah, yang mendengarkan juga tidak melakukan. Sujud tilawah dapat dilakukan pada waktu shalat, juga di luar shalat. Hukum sujud tilawah adalah sunnah.

Bacaan sujud tilawah adalah:

“Aku bersujud kepada Tuhan yang telah menjadikan dan membentuk aku dan telah membukakan pendengaran dan penglihatan dengan kekuasaan dan kekuatan-Nya”. (HR. Al-Tirmidzi dan Abu Dawud).

 

1.2.11.2.1. Syarat Sujud Tilawah

1.    Suci dari hadats dan najis.

2.    Menghadap kiblat.

3.    Menutup aurat.

4.    Dilakukan ketika membaca atau mendengar ayat sajadah.

 

1.2.11.2.2. Rukun Sujud Tilawah di luar shalat

1.    Niat.

2.    Takbiratul Ihram.

3.    Sujud satu kali.

4.    Memberi salam sesudah duduk.

5.    Tertib.

 

1.2.11.2.3. Ayat Sajdah ada lima belas

1.    Surat al-‘Araf (7): 206.

2.    Surah ar-Ra’d (13): 15.

3.    Surah an-Nahl (16): 50.

4.    Surah al-Isra’ (17): 109.

5.    Surah Maryam (19): 58.

6.    Surah al-Hajj (22): 18.

7.    Surah al-Hajj (22): 77.

8.    Surah al-Furqan (25): 60.

9.    Surah an-Naml (27): 26.

10.    Surah As-Sajdah (32): 15.

11.    Surah Shad (38): 24.

12.    Surah Fushilat (41): 38.

13.    Surah An-Najm (53): 62.

14.    Surah al-Insyiqaq (84): 21.

15.    Surah al-‘Alaq (96): 19.

 

1.2.11.3. Sujud Syukur

Sujud sukur artinya sujud terima kasih. Sujud sukur ialah sujud yang dilakukan ketika seseorang memperoleh kenikmatan dari Allah atau terhindar dari marabahaya.[57]

Sujud syukur adalah sunnah. Sujud syukur dilakukan di luar shalat. Sujud syukur hanya dilakukan satu kali. Sujud syukur hanya disunnahkan di luar shalat, tidak boleh dilakukan di dalam shalat.

 

1.2.13.  Zikir

Zikir menurut bahasa artinya mengingat atau menyebut. Sedangkan menurut istilah, zikir artinya menyebut dan mengingat Allah dengan membaca kalimat baik yang disukai Allah.

 

1.2.13.1.        Keutamaan Zikir

1.    Terhindar dari perbuatan dosa.

2.    Menjauhkan setan karena ia takut kepada orang yang senantiasa mengingat Allah.

3.    Membuat hati tenang dan senantiasa terkendali.

4.    Mendekatkan diri kepada Allah dengan ucapan.

5.    Allah senantiasa menginagt hamba yang selalu mengingat-Nya.

 

1.2.13.2.        Tata Cara Zikir

1.    Berzikir dengan niat yang ikhlas, hanya mengharap ridho Allah Swt.

2.    Dilakukan dengan suara yang lemah lembut merendahkan diri kepada Allah Swt.

3.    Ucapan zikir hendaknya dihayati dan dipahami maksudnya.

4.    Diutamakan menghadap kiblat.

 

1.2.13. Do’a

Do’a berasal dari bahasa Arab yang artinya meminta, memohon, memanggil dan memuja. Do’a berarti permintaan, permohonan, panggilan, dan pujian terhadap Allah Swt.

 

1.2.13.1. Alasan Berdo’a

1.    Allah Maha Penolong bagi hamba-Nya.

2.    Allah Maha Mengetahui hamba-Nya.

3.    Manusia merupakan makhluk yang lemah.

4.    Pengetahuan dan kemampuan manusia sangat terbatas.

5.    Mereka yang tidak mau berdoa termasuk golongan yang sombong.

6.    Allah menyukai hamba-Nya yang sering berdo’a.

 

1.2.13.2. Tata Cara Berdo’a

1.    Dilakukan dengan ikhlas mengharap pertolongan Allah.

2.    Dilakukan dalam keadaan bersih dan najis dari kotoran.

3.    Menghadap kiblat.

4.    Hati terbebas dari penyakit-penyakit ruhani, seperti syirik, nifak dan takabur.

5.    Yakin akan dikabulkan.

6.    Dilakukan dengan khusyu’, lemah lembut dan merendahkan diri di hadapan Allah.

7.    Memohonkan hal-hal yang baik.

8.    Tidak mudah putus asa jika doa belum dikabulkan.

9.    Memahami makna doa yang diucapkan.

10.    Mengawali doa dengan memuji Allah dan shalawat Nabi.

11.    Berdo’a dengan do’a yang terdapat dalam al-Qur’an Hadits.

12.    Mengakhiri do’a dengan membaca kalimat hamdalah.

13.    Dilakukan berulang-ulang.

 

1.2.13.3. Tujuan Berdo’a

1.    Untuk memohon perlindungan kepada Allah.

2.    Untuk memohon pertolongan dari Allah.

3.    Untuk mentaati Allah.

4.    Untuk memperoleh keridha’an Allah.

5.    Untuk memohon dicurahi rahmat-Nya.

 

1.2.13.4. Syarat–syarat diterimanya Do’a

1.    Mengetahui arti dan maksud do’a itu.

2.    Dilakukan dengan sungguh-sungguh.

3.    Dilakukan sambil berikhtiar.

4.    Dilakukan dengan khusu’.

5.    Bertakwa kepada Allah Swt.

6.    Menjauhi larangan Allah Swt.

7.    Dilakukan dengan ikhlas.

8.    Tidak meminta hal yang mustahil dan mengandung keburukan.

 

1.2.13.5. Sebab – sebab Tertolaknya Do’a

1.    Berdo’a dengan cara-cara yang tidak diajarkan oleh Allah dan Rasulullah.

2.    Tidak memenuhi syarat-syarat yang diterimanya do’a.

3.    Makan dan minum barang-barang haram.

4.    Mengikuti bujukan setan.

5.    Sibuk mencela orang lain, tidak mau mengoreksi aib sendiri.

6.    Tidak mensyukuri ni’mat Allah.

 

1.2.13.6. Bentuk Pengabulan Do’a

1.    Dikabulkan sesuai permintaan.

2.    Diberi hal lain yang serupa dengan apa yang diminta.

3.    Dihindarkan dari bencana yang akan menimpa.

4.    Diampuni dosa-dosa.

5.    Ditunda pengabulannya.

 

1.2.13.7. Orang – orang yang Makbul Do’anya

1.    Pemimpin yang adil.

2.    Orang yang teraniaya walaupun jahat atau kafir.

3.    Orang dalam kesempitan atau kesusahan.

4.    Orang tua.

5.    Anak-anak yang patuh terhadap orangtuanya.

6.    Orang-orang shaleh.

7.    Musafir (orang dalam perjalanan kebaikan).

8.    Muslim yang mendoakan Muslim lainnya.

9.    Orang yang sedang berpuasa sampai waktu berbuka.

10.    Orang berdo’a tentang hal baik dan menyambung silaturahim.

 

1.2.13.8. Tempat yang Baik untuk Berdo’a

1.    Rumah sendiri.

2.    Masjid/ Mushalla.

3.    Ka’bah.

4.    Bukit Shafa dan Marwah.

5.    Arafah, Muzdalifah dan Mina.

6.    Tempat melakukan tahwaf.

7.    Belakang maqam Ibrahim.

8.    Sisi sumur Zamzam.

 

1.2.13.9. Saat yang Baik untuk Berdo’a

1.       Bulan Ramadhan.

2.       Hari Arafah.

3.       Waktu sahur atau sebelum fajar.

4.       Sesudah wudhu.

5.       Ketika sedang adzan untuk shalat.

6.       Antara adzan dan iqamah.

7.       Setelah shalat wajib.

8.       Ketika sedang membaca al-Qur’an.

9.       Pada waktu turun hujan.

10.   Saat berkumpul dengan sesama muslim.

11.   Dalam pertempuran fi sabilillah.

12.   Sepertiga malam terakhir.

 

12.3.        Jenazah

Tidak ada seorang pun yang dapat menghindari kematian.[58] Datangnya kematian tidak ada yang tahu kecuali Allah Yang Maha Mengetahui. Kematian bisa terjadi kapan saja dan dimana saja.[59]

Mengurus jenazah seorang Muslim merupakan kewajiban Muslim yang masih hidup. Hukumnya fardhu kifayah untuk memandikan, mengkafani, menshalatkan, dan menguburkan jenazah tersebut.

 

12.3.1.  Talqin

Rasulullah Saw bersabda, “Tuntunlah orang-orang yang berada di ambang kematian untuk membaca kalimat laa ilaaha illa Allah”. (HR. Muslim).

 

12.3.2.  Cara Mengurus Jenazah

12.3.2.1.        Memandikan

12.3.2.1.1.  Cara Memandikan Jenazah

1.    Sediakan tempat yang agak tinggi untuk membaringkan jenazah.

2.    Aurat jenazah ditutup supaya tidak terlihat oleh yang tidak berhak (bukan mahram).

3.    Sediakan air secukupnya dan sabun.

4.    Siramkan air kebadannya mulai dari sebelah kanan, lebih utama jika siraman berjumlah ganjil.

5.    Basuh dan gosok-gosok anggota badan yang biasa dibasuh ketika berwudhu.

6.    Basuh seluruh anggota badan dengan sabun sampai bersih.

7.    Disunnahkan untuk menyentuh aurat jenazah. Lebih baik menggunakan kain sehingga tidak menyentuh langsung.

8.    Disunnahkan mengurai rambut jenazah, kemudian diikat kembali jika selesai dimandikan.

9.    Dikeringkan dengan handuk.

 

12.3.2.1.2.  Hal Yang Harus di Perhatian Kala Memandikan Jenazah

1.    Yang wajib dimandikan adalah jenazah Muslim.

2.    Memandikan seluruh anggota tubuh.

3.    Orang yang memandikan hendaknya orang yang sama jenis kelaminnya, kecuali mahram atau suaminya.

4.    Dianjurkan orang yang memandikan jenazah adalah pihak keluarga. Jika tidak bisa sebaiknya diserahkan kepada orang yang sudah bisa memandikan jenazah dengan syarat jujur dan dapat dipercaya sehingga tidak menyebarkan cacat jenazah.

5.    Jenazah anak kecil boleh dimandikan oleh lawan jenis.

6.    Orang yang mati syahid, yaitu orang yang meninggal dunia karena membela agama Allah (perang di sabilillah), tidak pelu dimandikan.

7.    Apabila tidak tersedia air atau meninggal di tengah-tengah orang yang bukan mahramnya, jenazah wajib di tayamumi. Usap wajah dan kedua telapak tangan jenazah dengan debu suci.

 

12.3.2.2.        Mengkafani

1.    Siapkan kain putih sepanjang 12 meter. Potong menjadi enam lembar. Panjangnya setinggi jenazah dilebihkan sedikit. Dua lembar disatukan, demikian juga lembaran yang lainnya.

2.    Jenazah Muslimah dikafani sebanyak lima lapis kain.

3.    Hamparkan tikar, kemudian bentangkan tali di tempat kepala, lutut, tangan, serta dua mata kakinya, kemudian hamparkan kain yang telah disediakan tadi.

4.    Taburi jenazah dengan kapur barus yang telah dihaluskan, lalu baringkan di atas kain kafan tadi, hadapkan kepala ke utara, setelah itu tempelkan kapas pada lubang hidung, pusar, dan alat kelaminnya, kemudian balut sampai rapi.

 

12.3.2.3.        Menshalatkan

1.    Jenazah dishalatkan dengan menghadap ke arah kepala jenazah, apabila ia laki-laki. Apabila jenazah perempuan, maka menghadap keperutnya.

2.    Niat

3.    Shalat dengan empat takbir

a.    Takbir pertama membaca surah al-Fatihah.

b.    Takbir kedua mebaca shalawat.

c.    Takbir ketiga mendoakan jenazah.

d.    Takbir keempat mendoakan kaum muslimin.

4.    Salam

 

12.3.2.4.        Menguburkan

Penguburan jenazah dianjurkan dengan segera. Sebelum jenazah diantar ke kuburan, sebaiknya dilunasi utangnya terlebih dahulu, seandainya ia mempunyai hutang. Apabila ia mempunyai hutang yang tidak ingat atau tidak dituliskan, sebaiknya diumumkan kepada yang hadir. Kemudian yang hadir diminta agar memaafkan kesalahan dan kekhilafan almarhum atau almarhumah semasa hidupnya.[60]

 

12.3.3.  Ta’ziyah

Takziah ialah mengunjungi keluarga yang terkena musibah, seperti meninggal dunia.  Takziah sebaiknya dilakukan  ketika mayatnya belum dikubur agar dapat ikut menshalati jenazah.

Ketika melakukan ta’ziyah, hendaklah menberi nasihat kepada keluarga yang sedang berduka supaya sabar, tabah, dan ikhlas dalam menerima cobaan. Ta’ziyah kepada orang-orang yang terkena musibah itu merupakan hak orang Islam serta perwujudan dari tolong menolong dengan sesama kita.[61]

 

12.3.4.  Ziarah Kubur

1.    Memberi salam ketika masuk dan melewati kuburan.

2.    Tidak mengerjakan shalat diatas kuburan.

3.    Dilarang duduk diatas batu kuburan, demikian juga bersandar, atau berjalan diatasnya.

4.    Tidak dibenarkan menyebut aib seorang Muslim yang telah meninggal dunia.

5.     Disunnahkan mendoakan jenazah kaum Muslimin supaya mendapat ampunan dari Allah Swt.

 

12.4.        Zakat

Zakat berasal dari bahasa Arab, Zakah, yang artinya bersih, suci, atau baik. Zakat artinya mengeluarkan sebagian harta yang kita miliki untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.Membayar zakat termasuk rukun Islam. Mengeluarkan zakat hukumnya wajib. Membayar zakat merupakan bentuk syukur atas rezeki yang dikaruniakan Allah Swt.[62]

 

12.4.1.  Zakat Fitrah

Zakat fitrah wajib dikeluarkan setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Zakat fitrah anak-anak menjadi tanggungan orangtuanya. Zakat fitrah dikeluarkan setiap bulan Ramadhan. Zakat akan membersihkan diri kita dari sifat kikir, tamak dan sombong.

 

12.4.1.1.        Syarat Wajib Zakat

1.    Muslim.

2.    Mempunyai kelebihan harta dan makanan.

3.    Bayi yang lahir sebelum terbenam matahari pada akhir bulan Ramadhan wajib membayar zakat yang harus dipenuhi orangtuanya.

 

12.4.1.2.        Perhitungan Zakat

Zakat fitrah dibayarkan dengan makanan pokok di tempat tersebut, seperti berasm gandum, jagung, sagu, dll. Misalnya di Jakarta, makanan pokok penduduknya adalah beras maka membayar zakat dengan beras sebanyak 3,5 kilogram beras atau dikonversikan ke rupiah seharga beras tersebut.

 

12.4.1.3.        Waktu Pembayaran Zakat

Waktu pembayaran zakat fitrah adalah pada malam shalat ‘Idul Fitri. Namun, boleh dilakukan sejak awal bulan Ramadhan. Pembagian selambat-lambatnya dilakukan sebelum pelaksanaan shalat ‘Idul Fitri.

 

12.4.1.4.        Mustahik Zakat[63]

1.    Fakir, yaitu orang yang tidak punya harta dan pekerjaan.

2.    Miskin, yaitu orang yang memiliki harta dan usaha, tetapi tidak mencukupi kebutuhan pokoknya.

3.    Amil, yaitu pengelola zakat.

4.    Mualaf, yaitu orang yang baru masuk Islam dan masih membutuhkan bimbingan.

5.    Hamba sahaya (budak), yaitu orang yang harus menembus kemerdekaan dirinya.

6.    Gharimin, yaitu orang yang terlilit hutang.

7.    Ibnu sabil, yaitu orang yang sedang dalam perjalanan dan melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar.

8.    Fi Sabilillah.

 

12.4.1.5.        Manfaat Membayar Zakat

1.    Membersihkan diri dari sifat tamak, kikir dan sombong.

2.    Meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt.

3.    Menanamkan kepedulian sosial.

4.    Melatih diri mensyukuri ni’mat Allah dengan berbagi.

 

12.4.2.  Zakat Mal

Zakat menurut bahasa adalah menyucikan, tumbuh dan bertambah. Mal berarti harta. Zakat mal berarti membersihkan harta. Menurut pengertian hukum syariat, zakat mal adalah membersihkan harta atau rezeki yang kita miliki dengan cara memberikan sebagiannya kepada orang yang berhak menerimanya menurut ketentuan al-Qur’an dan hadits.

 

12.4.2.1.         

Mengeluarkan zakat mal termasuk fardhu ‘ain[64] bagi orang yang mempunyai harta kekayaan telah mencapai nisab dan haul.

 

12.4.2.2.        Syarat Wajib Zakat Mal

1.    Islam.

2.    Milik sendiri.

3.    Sudah mencapai nisab. Nisab adalah ukuran tertentu yang mewajibkan seseorang membayar zakat.

4.    Haul, yaitu telah dimiliki selama setahun.

 

12.4.2.3.        Harta Yang Wajib dizakatkan

1.    Emas,

2.    Perak,

3.    Perniagaan atau perdagangan,

4.    Pertanian,

5.    Perkebunan,

6.    Peternakan,

7.    Barang-barang temuan.

 

12.4.2.4.        Nisab

12.4.2.4.1.  Emas dan Perak[65]

1.    Emas seberat 96 gram dan yang wajib dikeluarkan sebesar 2,5%.

2.    Perak seberat 650 gram dan yang wajib dikeluarkan sebesar 2,5%.

 

12.4.2.4.2.  Harta Perniagaan

Perniagaan adalah usaha dalam rangka mencari keuntungan, seprti toko, pabrik atau jenis usaha yang bisa dinilai. Zakat harta perniagaan sama dengan zakat untuk emas atau perak. Apabila seseorang berniaga, terhitung sejak ia mulai berniaga sampai satu tahun dan penghasilannya telah mencapai nisab, ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5%.[66]

 

12.4.2.4.3.  Harta Pertanian

Zakat hasil pertanian  berupa makanan pokok seperti beras, gandum dan buah-buahan. [67]

Nisab zakat pertanian adalah 1000 liter. Apabila hasil panen telah mencapai 1000 liter, ia wajib mengeluarkan zakatnya 10% jika air yang digunakan untuk pertanian tersebut tidak menggunakan tenaga binatang atau yang lainnya. Apabila pengairannya menggunakan tenaga binatang atau yang lainnya, zakat yang harus dikeluarkan sebesar 5%.

 

12.4.2.4.4.  Binatang Ternak

Jenis binatang yang wajib dizakati adalah unta, sapi, kerbau dan kambing, dengan syarat sebagai berikut:

1.    Digembalakan di rumput, bukan milik orang lain.

2.    Binatang tersebut tidak dipakai sebagai alat pengangkut atau membajak.

 

Nisab zakat bintang ternak adalah sebagai berikut:

No.

Jenis

Nisab

Zakat

Umur

1

Kambing

40-120 ekor

1 kambing

2 tahun lebih

 

 

121-200 ekor

2 kambing

2 tahun lebih

 

 

201-300 ekor

3 kambing

2 tahun lebih

 

 

301-400 ekor

4 kambing

2 tahun lebih

 

 

401-500 ekor

5 kambing

2 tahun lebih

 

 

Setiap bertambah 100 ekor, maka zakatnya ditambah 1 ekor kambing.

2

Sapi/ Kerbau

30-39 ekor

1 anak sapi/kerbau

2 tahun lebih

 

 

40-59 ekor

1 anak sapi/kerbau

2 tahun lebih

 

 

60-69 ekor

2 anak sapi/kerbau

1 tahun lebih

3

Unta

5-9 ekor

1 kambing

2 tahun lebih

 

 

10-14 ekor

2 kambing

2 tahun lebih

 

 

15-19 ekor

3 kambing

2 tahun lebih

 

 

20-24 ekor

4 kambing

2 tahun lebih

 

 

25-35 ekor

1 anak unta

1 tahun lebih

 

 

36-45 ekor

1 anak unta

2 tahun lebih

 

 

46-60 ekor

1 anak unta

3 tahun lebih

 

 

61-75 ekor

1 anak unta

4 tahun lebih

 

 

76-90 ekor

2 anak unta

2 tahun lebih

 

 

91-120 ekor

2 anak unta

3 tahun lebih

 

 

Mulai 121 ekor, tiap tambah 40, zakatnya 1 anak unta yang berumur 2 tahun lebih.

 

 

12.4.2.4.5.  Harta Terpendam

Rikaz adalah harta yang terpendam, seperti emas dan perak. Apabila kita menemukannya, wajib mengeluarkan zakat sebesar 20% (1/5).[68]

 

12.5.        Puasa

Puasa artinya menahan sesuatu. Seseorang yang berpuasa harus mampu mengendalikan diri tidak makan dan minum pada siang hari dan meninggalkan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa.

 

12.5.1.  Syarat Wajib Puasa[69]

1.    Muslim.

2.    Berakal sehat.

3.    Balig.

4.    Kuat melaksanakannya.

 

12.5.2.  Syarat Sah Puasa[70]

1.    Muslim.

2.    Balig.

3.    Suci dari hadats besar (haid dan nifas).

4.    Dilakukan pada waktu-waktu diperbolehkan puasa.

 

12.5.3.  Rukun Puasa

1.    Niat.

2.    Menahan diri dari melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa, seperti makan dan minum atau mengurangi pahala berpuasa seperti bergunjing dan sebagainya.

 

12.5.4.  Sunnah Puasa

1.    Menyegerakan berbuka.

2.    Berbuka dengan sesuatu yang manis seperti kurma.

3.    Berdoa sewaktu berbuka puasa.

4.    Makan sahur.

5.    Mengakhirkan sahur.

6.    Memberi makanan buka puasa kepada orang yang puasa.

7.    Memperbanyak sedekah.

8.    Membaca al-Qur’an.

 

12.5.5.  Batal Puasa

1.    Makan dan minum dengan sengaja.

2.    Muntah yang disengaja.

3.    Berhubungan suami-istri.

4.    Haid dan nifas.

5.    Murtad.

 

12.5.6.  Orang Yang Diperbolehkan Tidak Puasa

1.    Perempuan yang sedang hamil.[71]

2.    Perempuan yang sedang menyusui.

3.    Orang tua yang sudah lemah.

4.    Orang yang sedang sakit.

5.    Orang yang sedang berpergian jauh.

 

12.5.7.  Hikmah Puasa

1.    Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.[72]

2.    Bukti rasa syukur kepada Allah Swt.

3.    Menjaga kesehatan.

4.    Belajar menjaga kepercayaan dan berlaku jujur.

5.    Membiasakan hidup disiplin dan teratur.

6.    Pembelajaran menahan nafsu, selain menahan nafsu dan lapar.

7.    Memupuk kepedulian dan belas kasih terhadap kaum dhuafa.

 

12.5.8.  Tadarrus Al-Qur’an

12.5.9.  I’tikaf

I’tikaf adalah berdiam diri dalam masjid. Tujuan utamanya adalah mendekatkan diri kepada Allah Swt. Selama melaksanakan i’tikaf, seseorang melakukan amalan seperti membaca al-Qur’an dan berzikir. Melaksanakan i’tikaf hukumnya sunnah dan biasa dilakukan pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

 

12.5.9.1.        Rukun I’tikaf

1.    Niat.

2.    Berdiam diri dalam masjid.

3.    Memenuhi syarat i’tikaf (Muslim, berakal sehat, dan suci dari hadats besar)

 

12.5.9.2.        Yang Membatalkan I’tikaf

1.    Keluar masjid tanpa alasan.

2.    Melakukan hubungan suami-istri.

 

12.5.10.            Puasa Sunnah

1.    Puasa 6 Hari Pada Bulan Syawwal. Puasa ini dilakukan setelah Hari Raya Idul Fitri selama enam hari pada bulan Syawwal.[73] Boleh berturut-turut atau berselang.

2.    Puasa Hari Arafah.[74]Puasa ini dianjurkan bagi orang yang tidak berhaji pada 9 Dzulhijjah.[75]

3.    Puasa ‘Asyura.[76] Tanggal 10 Muharram.

4.    Memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban.[77]

5.    Puasa Senin Kamis.[78]

6.    Puasa Daud. Berpuasa sehari dan berbuka sehari.[79]

7.    Puasa 3 Hari Setiap Tengah Bulan.[80]

 

12.6.        Haji

Haji secara harfiah artinya menyengaja sesuatu. Pengertian haji menurut hukum syari’at adalah menyengaja ke Baitullah dengan cara-cara yang telah ditentukan Allah Swt dan Rasul-Nya. Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima. Ibadah haji wajib bagi orang yang menjalankannya.[81] Kewajiban menunaikan ibadah haji hanya sekali seumur hidup. Haji kedua, ketiga, dan seterusnya berhukum sunnah. Haji diwajibkan kepada Rasulullah Saw pada tahun keenam hijriah, setelah umat Islam berkembang di Madinah.

 

12.6.1.  Syarat Haji

1.  Muslim

2.  Baligh

3.  Berakal sehat

4.  Mampu mengerjakannya, yaitu:

a.       Sehat jasmani dan rohani.

b.      Mempunyai biaya dan cukup bekal dalam perjalanan.

c.       Memahami ilmu tata cara mengerjakan haji.

d.      Terdapat kendaraan yang diperlukan.

e.       Aman dalam perjalanan.

f.        Bagi perempuan, ada mahram yang mendampingi.[82]

 

12.6.2.  Rukun Haji[83]

1.  Niat (Ihram).

2.  Wukuf di Arafah mulai dzuhur tanggal 9 Dzulhijjah sampai dengan terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah.

3.  Thawaf di Ka’bah sebanyak tujuh putaran.[84]

4.  Sa’i antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali

5.  mencukur rambut (Tahallul)

6.  Tertib

 

12.6.3.  Wajib Haji[85]

1.  Niat dari miqat

2.  Mabit di Muzdalifah

3.  Mabit di Mina

4.  Melempar tiga jumroh yaitu Jumroh Ula, Wusta dan Aqabah pada tanggal 10 sampai 13 Dzulhijjah

5.  Menghindari dari perbuatan yang terlarang dalam keadaan ihrom

6.  Tawaf Wada bagi yang akan meninggalkan makkah

 

12.6.4.  Sunnah Haji

1.  Mandi ketika hendak berniat (Ihram), wukuf, dan melontar jumrah.

2.  Memakai kain putih.

3.  Talbiyah.[86]

4.  Berdoa setelah membaca talbiyah.

5.  Berzikir dan berdoa di Masjidil Haram.

6.  Tahwaf Qudum.

7.  Shalat dua Raka’at setelah thawaf di belakang maqam Ibrahim

8.  Ziarah ke makam Rasulullah Saw setelah atau sebelum melaksanakan ibadah haji.

 

12.6.5.  Larangan Haji

1.    Bagi Pria

a.    Memakai pakaian yang dijahit.

b.    Memakai sepatu yg menutupi mata kaki.

c.    Menutup kepala yang melekat seperti peci dan topi. Kalau tidak melekat boleh seperti payung dan tenda.

2.    Bagi Wanita

a.    Berkaus tangan.

b.    Menutup muka seperti memakai cadar, dan bagian badan yang lain wajib di tutup.

3.    Bagi Pria dan Wanita

a.    Memakai wewangian kecualimemakainya sebelum niat.

b.    Memotong kuku

c.    Mencukur atau mencabut bulu badan.

d.    Memburu atau membunuh binatang dengan cara apapun

e.    Kawin, mengawinkan atau meminang wanita.

f.     Bercumbu atau berhubungan suami istri.

g.    Mencaci, bertengkar atau mengucapkan kata-kata kotor

h.    Memotong pepohonan

4.    Larangan yang dimaafkan jika lupa atau tidak tahu

a.    Memakai wewangian

b.    Berhubungan suami istri.

c.    Memakai pakaian berjahit

d.    Menutup wajah dan tangan bagi wanita dan menutup kepala bagi laki laki

5.    Larangan yang tidak dimaafkan sama sekali

a.    Menanggalkan rambut

b.    Memotong kuku

c.    Membunuh binatang

d.    Memotong, mencabut pepohonan

 

12.6.6.  Pelaksanaan Haji

12.6.7.  Macam-macam Haji

12.6.8.  Umroh

Umroh ialah ibadah yang dikerjakan di Makkah sebagaimana haji dengan beberapa perbedaan. Hukum ialah fardhu ‘ain bagi setiap muslim yang mampu sekali seumur hidup.Waktu mengerjakan umrah sepanjang tahun.[87]

 

12.6.8.1. Rukun Umroh

1.  Ihram disertai niat

2.  Thawaf

3.  Sa’i

4.  Mencukur rambut

5.  Tertib

 

12.6.8.2.        Wajib Umroh

1.  Ihrom dari miqot

2.  Menjauhkan diri dari larangan ihram.

 

12.6.8.3.        Miqot Umroh

Miqot zamani umrah adalah sepanjang tahun, sedangkan untuk miqat makani, seperti haji, kecuali bagi orang yang bermaksud umrah dari Makkah, ia hendaknya keluar dari Tanah Haram ke Tanah Halal.

 

12.6.8.4.        Larangan Umroh

Larangan umroh sama dengan larangan haji.

 

12.7.        Qurban

Qurban berasal dari kara qarraba, artinya mendekatkan. Menurut hukum syariat, kurban adalah menyembelih binatang ternak dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt.[88] Ibadah kurban telah disyariatkan sejak zaman Nabi Ibrahim AS ketika beliau diperintahkan oleh Allah Swt untuk menyembelih putranya. Perintah tersebut adalah ujian bagi keimanan Nabi Ibrahim AS, ketika Ismail hendak disembelih (dikurbankan), Allah Swt menggantinya dengan seekor biri-biri.[89]

 

12.7.1.  Binatang Qurban

1.    Gemuk dan sehat.

2.    Tidak cacat seperti pincang dan potong telinyanya.[90]

3.    Tidak sedang hamil.

 

12.7.2.  Jenis dan Persyaratan Hewan Qurban

1.    Kambing, umur 2 tahun ke atas berlaku untuk 1 orang.

2.    Biri-biri, umur 1 tahun ke atas berlaku untuk 1 orang.

3.    Sapi/ Kerbau, umur 2 tahun ke atas berlaku untuk 7 orang.

4.    Unta, umur 5 tahun ke atas berlaku 7 orang.

 

12.7.3.  Waktu Penyembelihan

Waktu penyembelihan satu tahun satu kali, yaitu pada Hari Raya Kurban ditambah dengan Hari Tasyriq, yaitu 11, 12, dan 13Dzulhijjah.[91] Penyembelihan dilaksanakan setelah shalat ‘Id al-Adha. Caranya sama dengan menyembelih hewan biasa, ditambah dengan mengucapkan takbir.

 

12.7.4.  Mustahik Qurban

1.    Mustahik Qurban adalah orang yang berhak menerima daging Qurban.

2.    Mustahik Qurban berbeda dengan mustahik zakat fitrah.

3.    Orang yang berqurban boleh mengambil sebagian kecil (1/3 bagian), sisanya dibagikan kepada fakir miskin.[92]

4.    Daging qurban tidak boleh dijual, semuanya harus dibagikan kepada mustahik dalam keadaan mentah.

 

12.7.5.  Aqiqah

Aqiqah adalah menyembelih kambing atau biri-biri pada hari ketujuh kelahiran anak.[93] Tujuannya adalah bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah Swt berupa kepercayaan dengan mengaruniakan anak.[94] Hukum Aqiqah adalah sunnah.

 

12.7.6.  Jumlah Hewan Aqiqah

Untuk anak laki-laki disunnahkan menyembelih dua ekor biri-biri atau kambing, sedangkan anak perempuan hanya seekor.[95]

 

12.7.7.  Waktu Pelaksanaan Aqiqah

Waktu pelaksanaan aqiqah adalah hari ketujuh setelah bayi lahir. Sebagian ulama berpendapat, jika belum bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, boleh pada hari keempat belas atau hari kedua puluh satu.

 

12.7.8.  Hal-hal Yang disunnahkan Sewaktu Aqiqah

1.    Membaca basmalah dan takbir.

2.    Membaca shalawat atas Nabi Muhammad Saw.

3.    Berdo’a.

 

12.7.9.  Pembagian Daging Aqiqah

Pembagian daging aqiqah berbeda dengan daging qurban. Daging aqiqah boleh diberikan dalam bentuk mentah maupun makanan yang siap santap.

 

 

 

Bab II

FIQIH MUAMALAT

 

 

 

 

 

 

 


1.3.    Jual Beli

Jual Beli adalah tukar-menukar antara uang dan barang atau barang dengan barang dengan tujuan untuk mendapatkan nilai lebih atau keuntungan.[96]

1.1.1.   Hukum Jual Beli

1.  Mubah (boleh) jual beli dibolehkan sesuai hajat dan kebiasaan masyarakat. Contoh, menjual atau membeli beras di pasar, dan sebagainya.

2.  Wajib, yaitu transaksi  jual beli yang harus dikerjakan demi kepentingan umat. Contoh, menjual atau membeli kain untuk menutup aurat.

3.  Sunnah, apabila jual beli tersebut mendatangkan kesejahteraan bagi orang miskin. Contoh, menjual atau membeli  hasil petani supaya mereka lebih sejahtera.

4.  Haram, yaitu jual beli yang terlarang. Contoh, menjual atau membeli minuman keras atau obat-obatan terlarang, menjual atau membeli barang yang sudah dibeli orang lain, menjual atau membeli dengan menipu atau mengurangi timbangan

 

1.1.2.   Syarat dan Rukun Jual Beli

1.1.2.1.  Syarat yang berhubungan dengan penjual dan pembeli

1.  Balig

2.  Berakal sehat

3.  Tidak ada paksaan

4.  Tidak mubazir

 

1.1.2.2.  Syarat yang berhubungan dengan barang yang diperjualbelikan

1.  Milik sendiri

2.  Barang yang dapat diserahterimakan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

3.  Bermanfaat.

4.  Halal.

5.  Memiliki nilai

6.  Suci, bukan brang yang mengandung najis.

7.  Kondisi barang tidak mengecoh dan disembunyikan.

 

1.1.2.3.  Syarat yang berhubungan dengan akad jual beli

1.  Diucapkan langsung

2.  Sesuai dengan harga yang telah ditetapkan.

 

1.1.2.4.  Rukun jual beli

1.  Ada penjual dan pembeli

2.  Ada barang yang diperjualbelikan.

3.  Ada ijab kabul atau akad jual beli.

 

1.1.3.   Bentuk – bentuk Jual Beli

1.1.3.1.     Jual Beli Terlarang

Jual Beli terlarang adalah jual beli yang tidak terpenuhi syarat dan rukunnya, misalnya:

1.  Jual beli terlarang adalah jual beli yang tidak terpenuhi syarat dan rukunnya.

2.  Menjual barang-barang yang baru dibeli, tetapi belum diterima barangnya.

3.  Menjual buah-buahan yang belum pantas dipanen atau belum masak.

 

1.1.3.2.     Jual Beli yang Sah tapi Terlarang

1.  Menyakiti salah satu pihak

2.  Menyempitkan pasar orang lain.

3.  Mengganggu atau merusak ketentraman umum

4.  Membeli barang yang sudah dibeli orang lain, tetapi masih dalam khiyar majelis

5.  Menjual alat maksiat

6.  Membeli barangsebelum penjual ke pasar sehingga belum tahu harga pasar

7.  Jual beli yang mengecoh dengan cara menyembunyikan bagian barang yang rusak agar dapat dijual.

8.  Menimbun barang

 

1.1.2.   Khiyar dalam Jual Beli

Khiyar artinya boleh memilih antara dua, melangsungkan akad jual beli atau membatalkannya. Khiyar terbagi menjadi tiga macam, yaitu?

1.  Khiyar Majelis adalah  penjual dan pembeli memilih antara dua hal (membeli atau batal membeli) selama keduanya masih berada di tempat jual beli.

2.  Khiyar Syarat adalah khiyar yang dijadikan syarat oleh penjual atau pembeli. Contoh, “Saya jual barang ini seharga sekian dengan syarat khiyar dalam waktu tiga hari atau kurang dari tiga hari”.

3.  Khiyar ‘Aibiy adalah khiyar yang mengandung cacat. Artinya, pembeli boleh mengembalikan barang apabila ditemukan cacat berdasarkan kesepakatan.

 

1.1.3.   Hikmah Jual Beli yang Syar’i

1.  Menjamin kehalalan rezeki karena jual beli yang halal menjamin hasil yang halal.

2.  Menentramkan hati karena praktik jual beli yang islami akan mendatangkan ketenangan lahir dan batin.

3.  Menjalin silaturahim.

4.  Mencegah persengketaan karena prosedur pelaksanaannya jelas.

5.  Mengurangi pengangguran.

6.  Saling tolong antar sesama.

7.  Mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah ibadah.

 

1.1.4.   Adab Berdagang

1.  Penjual tidak boleh berbohong dan menipu pembeli mengenai barang yang dijualnya.

2.  Pelanggan yang tidak sanggup membayar kontan hendaknya diberi tempo untuk melunasi.

3.  Penjual harus menghindari sumpah yang berlebih-lebihan dalam menjual suatu barang karena akan mengurangi keberkahan.

4.  Jual beli yang baik dibangun atas kesepakatan antara penjual dan pembeli.

5.  Penjual harus tegas terhadap takaran dan timbangan. Orang yang mengurangi takaran dan timbangan akan merugi di dunia dan akhirat.

6.  Orang yang sudah membayar di muka untuk suatu barang tidak boleh menjualnya sebelum barang tersebut menjadi miliknya.

7.  Dilarang melakukan monopoli.

8.  Tidak membatasi harga barang demi kelangsungan perdagangan.

 

1.1.4.1.  Perilaku Terpuji dalam Jual Beli

1.  Jujur, tidak menutupi kekurangan barang.

2.  Tidak mengurangi timbangan.

3.  Tidak menjatuhkan harga dengan menjual terlalu murah sehingga pedagang lain tidak laku.

 

1.1.4.2.  Perilaku Tercela dalam Berdagang

1.  Mengurangi timbangan.

2.  Menyembunyikan keburukan yang dijual.

3.  Menjual dengan harga terlalu mahal.

4.  Menjual barang yang sudah terjual.

 

1.4.    Riba

Secara harfiah, riba berarti ‘lebih’ atau ‘tambah’. Sedangkan pengertian riba menurut batasan hukum syara’ adalah melebihkan atau menambah suatu pembayaran utang atau barang yang dikaitkan dengan waktu tertentu, sesuai dengan kesepakatan antara yang meminjamkan dan peminjam sebelumnya. Karena batas waktu yang ditentukan telah habis, peminjam harus mengembalikan uang pokok pinjaman ditambah dengan bunga tambahan. Nilai lebih itulah yang disebut riba.

 

1.4.1.   Macam-macam Riba

1.4.1.1.     Riba Fadhl

Riba fadhl adalah menukarkan barang sejenis dengan barang yang tidak sama nilai, timbangan dan harganya. Misalnya, menukar cincin emas dengan giwang emas, cincin berkadar 24 karat sedangkan giwang berkadar 21 karat meskipun timbangannya sama.

Praktik tukar-menukar semacam ini termasuk riba karena nilainya yang berbeda. Sebaiknya, ketika menukar barang, nilai barang harus sama serta dilakukan secara tunai.

 

1.4.1.2.     Riba Qardh

Riba qardh adalah meminjamkan sejumlah uang atau barang dengan syarat memberi keuntungan kepada yang meminjamkan pada waktu dikembalikan nanti. Misalnya, A meminjamkan uang kepada B sebesar Rp. 30.000.000,-. Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, B harus mengembalikan pokok pinjaman dan tambahannya menjadi Rp. 35.000.000,-. Kelebihan dari pokok pinjaman itulah yang disebut riba qardh.

 

1.4.1.3.     Riba Yad

Pihak yang meminjam dan yang meminjamkan telah berpisah sebelum diadakan serah terima. Dalam praktik seperti ini dikhawatirkan akan menyimpang dari kesepakatan sehingga dapat merugikan salah satu pihak. Islam mengharamkan praktik semacam ini.

 

1.4.1.4.     Riba Nasyiah

Riba nasyiah adalah memberikan pinjaman kepada orang lain dengan batas waktu tertentu, apabila terlambat mengembalikan, jumlahnya dinaikkan sebagai tambahan keuntungan dan denda.

 

1.4.2.   Dampak Riba

1.  Riba penyebab perselisihan antara pihak-pihak yang terlibat didalamnya.

2.  Riba adalah praktik pengisapan keuntungan orang lain. Tanpa perlu bersusah payah seseorang mendapat keuntungan besar, seperti benalu yang memusnahkan pohon-pohon yang ditumpanginya.

3.  Riba bersifat monopoli dalam bidang ekonomi.

4.  Islam mengajarkan untuk membayar utang dengan cara yang baik dan mengharamkan riba.

Apabila yang meminjamkan uang tidak mengharapkan nilai lebih dari uang yang dipinjamkan, sementara peminjam mengembalikan dengan melebihkan jumlah pokok pinjaman, perbuatan tersebut diperbolehkan. Kelebihan pembayaran tersebut sebagai bukti terima kasih dari si peminjam atas bantuan yang diberikan oleh orang yang meminjamkan uang atau barang.

 

1.5.    Syirkah

Syirkah adalah persekutuan, gabungan atau perkumpulan dua orang atau lebih yang sepakat untuk bekerja sama dalam suatu usaha  (tijarah).[97] Bentuk persekutuan tersebut dikenal dengan lembaga koperasi, CV dan PT.[98]

Syirkah dibagi dalam dua bentuk:

 

1.5.1.   Syarikat Harta

Syarikat harta ialah akad dua orang atau lebih untuk berserikat dalam bentuk harta sehingga bisa memulai suatu usaha dan dapat memperoleh keuntungan sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.

 

1.5.1.1.       Rukun Syariat Harta

1.  Orang yang bersyarikat.

2.  Perjanjian dalam usaha bersama.

3.  Sighat atau akad.

 

1.5.1.2.       Syarat Syariat Harta

1.  Modal usaha harus jelas, maksudnya dapat dihitung dengan nilai uang.

2.  Modal usaha disatukan sebelum akad, sehingga modal syarikat itu tidak dapat ditarik lagi, kecuali berdasarkan kesepakatan dari pihak-pihak terkait.

3.  Sumber daya manusia yang bersyarikat harus sudah balig (dewasa), berakal sehat, dan merdeka.

4.  Ikut serta dalam bersyarikat atas dasar keinginan sendiri, tidak terpaksa atau dipaksa oleh pihak lain.

 

1.5.2.   Syarikat Kerja

Syarikat kerja adalah suatu bentuk kerja sama yang terdiri dari dua orang atau lebih yang bergerak dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat (bidang jasa). Syarikat kerja dapat berbentuk satu atau beberapa macam keahlian. Keuntungan yang diperoleh berbeda sesuai dengan kesepakatan orang-orang yang bersyarikat.

 

1.5.2.1.       Manfaat Syarikat Kerja

1.  Pengembangan profesi. Karena dengan adanya syarikat kerja, orang yang terlibat akan semakin berkembang.

2.  Memperlancar komunikasi. Karena dengan adanya syarikat kerja, komunikasi antara instansi, masyarakat, bahkan negara lain yang terkait akan semakin lancar.

3.  Hasil yang memuaskan. Syarikat kerja dikelola oleh orang-orang yang profesional sehingga kemajuan atau hasilnya pun akan lebih optimal.

 

1.6.    Mudharabah atau Qiradh

Mudharabah menurut bahasa adalah perjalanan. Sedangkan menurut pengertian syariat adalah kesepakatan untuk mengadakan kerja sama dalam perdagangan, satu pihak menyerahkan uangnya sebagai modal, sedangkan pihak lain menyerahkan tenaganya sebagai andil. Keuntungan dan kerugian dibagi atas keduanya sebagaimana kesepakatan yang telah ditentukan. Hukum melaksanakan mudharabah adalah boleh (Jaiz).

Nilai positif dari mudharabah atau qiradh adalah terwujudnya sikap saling tolong menolong dan menghindari perbuatan negatif.

 

1.6.1.   Syarat dan Rukun Mudharabah

1.  Kedua belah pihak berakal sehat, sudah balig, dan mengerti hukum.

2.  Modal dapat dihitung dengan uang.

3.  Pembagian keuntungan dicantumkan dalam akta perjanjian.

4.  Kedua belah pihak saling mempercayai dan memiliki sifat amanah.

 

1.7.    Musaqah

Musaqah adalah kerja sama antara pemilik kebun dengan petani (penggarap kebun), hasil kebun dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Sebelum melaksanakan musaqah, kedua belah pihak hendaklah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1.  Mengetahui hukum.

2.  Ada batas dalam perjanjian, termasuk waktu.

3.  Ketentuan bagi hasil yang jelas.

4.  Pemilik kebun bersedia membantu risiko petani jika mengalami beban yang berat.

 

1.8.    Muzara’ah

Muzara’ah adalah kerja sama antara pemilik sawah atau ladang dan petani (penggarap), hasilnya dibagi dua menurut perjanjian, sedangkan benih didapat dari petani penggarap.

 

1.9.    Mukhabarah

Mukhabarah adalah kerja sama antara pemilik sawah atau ladang dan petani (penggarap). Hasilnya dibagi sesuai dengan perjanjian, sedangkan benih dari pemilik sawah atau ladang. Kerja sama tersebut dibolehkan dalam ajaran Islam karena pernah dilakukan pada zaman Rasulullah Saw.

 

1.10. ‘Ariyah

Ariyah (pinjaman) adalah meminjamkan suatu barang atau memberikan manfaat suatu barang kepada orang lain secara Cuma-Cuma.[99]

Para fuqaha mendefinisikan ‘ariyah sebagai pemberian izin si pemilik barang agar dimanfaatkan oleh orang lain tanpa ganti (imbalan).

 

1.10.1.                Rukun ‘Ariyah

1.  Shighah akad atau ijab kabul.

2.  Mu’ir, yaitu orang yang meminjamkan.

3.  Musta’ir, yaitu peminjam atau orang yang menerima pinjaman.

4.  Barang yang pinjam.

 

1.10.2.                Syarat bagi Mu’ir dan Musta’ir

1.  Mu’ir adalah pemilik barang

2.  Balig

3.  Berakal

4.  Benda yang dipinjamkan dapat dimanfaatkan dan tidak haram atau najis.

 

1.10.3.                Pembayaran Pinjaman

1.  Setiap utang wajib di bayar. Melalaikan pembayaran hutang, padahal mampu, merupakan perbuatan dosa.[100]

2.  Melebihkan pembayaran dari pinjamanan dibolehkan, asal kelebihan tersebut merupakan kemauan dari peminjam. Hal ini menjadi nilai kebaikan bagi yang membayar hutang.[101]

3.  Apabila penambahan tersebut dikehendaki oleh orang yang mengutangkan atau termaktub dalam perjanjian, maka orang yang meminjamkan haram mengambil tambahannya.

4.  Peminjam wajib menjaga barang pinjaman. Jika rusak karena lalai atau pemakaian berlebihan, maka peminjam wajib mengganti kerusakan.

 

1.10.4.                Etika dalam ‘Ariyah

1.  Kuatkan dengan perjanjian tertulis.[102]

2.  Menghadirkan 2 orang saksi laki-laki atau 1 saksi laki-laki dan 2 orang saksi perempuan.[103]

3.  Dilakukan karena mendesak disertai niat dalam hati akan membayarnya.

4.  Bila peminjam sudah mampu membayar pinjaman, hendaknya mempercepat pembayaran hutangnya.

5.  Orang yang meminjamkan hendaknya berniat memberikan pertolongan kepada peminjam. Jika musta’ir belum mampu membayar, berilah kelonggaran waktu dan bila musta’ir tidak mempunyai kemampuan untuk mengembalikan, mu’ir hendaknya membebaskannya.

 

1.11. Hadiah

Hadiah adalah pemberian untuk menujukkan rasa kasih sayang antar sesama manusia. Memberikan hadiah dapat menimbulkan kecintaan penerima kepada yang memberikannya. Rasulullah apabila menerima hadiah selalu menerima dengan rasa senang dan Rasulullah pun suka memberikan hadiah.[104]

 

1.11.1.                Hikmah Memberikan Hadiah

1.  Memupuk rasa cinta dan kasih sayang

2.  Memberikan kebahagiaan kepada orang lain

3.  Mendapat pahal karena membahagiakan orang lain

4.  Mengikat tali persaudaraan

5.  Menghilangkan rasa dendam

6.  Menghilangkan penyakit dengki.

 

1.12. Wakaf

Wakaf adalah menahan suatu benda yang kekal zatnya untuk diambil manfaatnya di jalan kebaikan. Benda yang diwakafkan dapat diambil manfaatnya dalam waktu lama. Berwakaf ditujukan untuk jalan kebaikan, seperti bangunan untuk sekolah dan buku untuk perpustakaan. Pahala wakaf akan mengalir terus-menerus selama barang wakafnya masih dipergunakan. Walaupun orang yang berwakaf telah meninggal, pahalanya akan terus mengalir.

 

1.13. Perbankan Syari’ah

1.14. Asuransi Syari’ah

1.15. Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)

1.16. Koperasi Syariah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bab III

FIQIH MUNAKAHAT

 

 

 

 

 

 

 


1.17.     Pernikahan

Pernikahan merupakan akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban seseorang, serta tolong-menolong antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.[105] Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah Saw[106] dan ibadah yang sangat banyak keutamaannya.

 

1.18.     Hukum Nikah

1.  Wajib, yaitu apabila nafsu mendesak, mampu menikah, dan berpeluang besar jatuh kedalam zina.

2.  Sunnah, yaitu apabila nafsu mendesa, mampu menikah tetapi dapat memelihara diri dari zina.

3.  Mubah, yaitu apabila tak ada alasan yang mendesak atau mewajibkan segera menikah dan/atau alasan yang mengharamkan menikah.

4.  Makruh, yaitu apabila nafsu tak mendesak, tak mampu memberi nafkah, tetapi tidak merugikan istrinya.

5.  Haram, yaitu apabila nafsu tak mendesak, tak mampu memberi nafkah sehingga merugikan istrinya.

 

1.19.     Hikmah Nikah

1.  Menikah merupakan Sunnah para Nabi dan Rasul.[107]

2.  Menikah sebagai salah satu tanda kekuasaan Allah Swt.[108]

3.  Menikah salah satu jalan untuk menjadikan seseorang kaya.[109]

4.  Menikah sebagai ibadah dan setengah dari agama.[110]

5.  Menjaga kehormatan.[111]

 

1.20.     Ta’aruf   

Ta’aruf hukumnya sunnah. Menikah tanpa ta’aruf tetap sah. Tujuan ta’aruf adalah untuk mengenal, menambah kemantapan, saling memahami, dan memperkecil kesalahpahaman. Ta’aruf merupakan salah satu sarana sekaligus proses. Perlu dicatat bahwa ta’aruf belum merupakan tanda jadi mutlak, hanya indikasi. Hal yang harus diperhatikan dalam berta’aruf:

1.  Harus sesuai dengan aturan syari’at.

2.  Tidak boleh mengarah kepada kemaksiatan.

3.  Menjadi indikasi keseriusan.

4.  Harus terikat dengan adab-adab islami, seperti tidak boleh berduaan tanpa mahram.

 

1.21.     Khitbah

Khitbah atau peminangan atau melamar adalah proses atau pernyataan untuk mengadakan pernikahan yang dilakukan oleh dua orang, lelaki dan perempuan, baik secara langsung ataupun diwakilkan. Peminangan ini dilakukan sebelum acara pernikahan dilangsungkan. Meminang hukumnya sunnah.

 

1.21.1.                Hal-hal yang harus diperhatikan dalam berkhitbah

Berikut hal-hal yang harus diperhatikan dalam meminang:

1.  Haram meminang perempuan yang masih dalam masa iddah raj’iyyah.

2.  Tidak boleh meminang Muslimah yang sudah dipinang dan belum putus.

3.  Khitbah bukan tanda jadi secara mutlak, tetapi merupakan pengantar untuk menunjukkan keseriusan.

4.  Khithbah biasanya dilakukan oleh orangtua, wakil atau langsung anaknya, tetapi yang terbaik adalah kedua-duanya.

5.  Islam memberikan kelapangan untuk melihat perempuan yang akan dipinang secara langsung oleh yang bersangkutan atau oleh seseorang yang dipercayakan sehingga dapat menerangkan sifat dan keadaan perempuan yang akan dipinang. Akan tetapi yang boleh dilihat adalah muka dan telapak tangan. Melihat perempuan yang akan dipinang hukumnya sunnah. Melihat perempuan yang akan dipinang boleh dilakukan sepengetahuan perempuan tersebut atau tidak.[112]

 

1.21.2.                Adab khitbah

1.  Berniat baik untuk memasuki jenjang pernikahan.

2.  Bertutur kata baik.

3.  Berperilaku baik.

4.  Tidak berlebihan dan tidak ada maksiat.

5.  Saling menghormati dan bermusyawarah.

6.  Memperbanyak zikir kepada Allah.

7.  Menjaga adab majelis.

8.  Tidak disyariatkan tukar cincin sebelum pernikahan.

9.  Tidak boleh memperkecil mahar dan memperbesar hadiah sebelum pernikahan.

10.         Rentang waktu antara khitbah dengan akad dan walimah sebaiknya tidak terlalu lama.

 

1.22.     Rukun Nikah

1.  Ijab Qabul

2.  Calon istri

3.  Calon suami

4.  Wali

5.  Saksi

 

1.23.     Syarat Wali

1.  Muslim

2.  Balig

3.  Laki-laki

4.  Ayah, kakek dari ayah, saudara laki-laki, anak saudara laki-laki, paman dari ayah, anak paman dari ayah atau wali hakim (berurutan).

 

1.24.     Syarat Saksi

1.  Berakal

2.  Balig

3.  Laki-laki

4.  Adil

5.  Muslim

 

1.25.     Mahar

Mahar merupakan pemberian yang wajib dari mempelai lelaki kepada mempelai wanita.[113] Dengan adanya mahar ini akan terbedakan antara pernikahan dengan perzinahan.[114]

Tidak ada ketentuan jumlah minimal dan maksimal sebuah mahar.[115] Sebaiknya, mahar tidak memberatkan pihak laki-laki dan menghambat pernikahan.[116] Mahar merupakan hak mempelai perempuan. Secara pribadi, ia akan memiliki tersebut. Intervensi permintaan jumlah mahar yang terlalu besar dari pihak keluarga dikhawatirkan hanya akan menghambat berlangsungnya pernikahan.

 

1.26.     Talak

Talak menurut bahasa adalah bebas atau kosong. Adapun menurut istilah, talak adalah terputusnya ikatan pernikahan. Ulama sepakat bahwa talak merupakan solusi terakhir ketika terjadi perselisihan antara suami dan istri.[117]

 

1.26.1.   Hukum Talak

1.  Wajib, yaitu apabila pasangan tidak lagi berpegang teguh dengan nilai-nilai agama sekalipun telah diperingati berulang-ulang, seperti meninggalkan shalat, melakukan zina, dan sebagainya. Atau karena pihak suami sudah bersumpah untuk tidak menggaulinya. Jika hal tersebut berlangsung hingga empat bulan lamannya, saat iti suami wajib menceraikan istrinya.

2.  Mubah, seperti bercerai karena akhlak pasangan yang buruk, merasa sudah tidak ada kecocokan lagi, bahkan melanjutkan ikatan pernikahan tak lagi bermanfaat.

3.  Makruh, jika tak adal alasan apa pun, hanya karena benar-benar didasari oleh keinginan untuk berpisah.

4.  Mustahab, yaitu ketika pasangan sudah mulai benci, berlaku zalim, dan selalu terjadi pertengkaran.

5.  Haram, yaitu ketika istri sedang dalam keadaan haid, nifas, atau menalaknya ketika istri dalam keadaaan suci, padahal belum tampak kehamilannya.

 

1.26.2.   Hak Melakukan Talak

Talak dapat dilakukan oleh suami yang:

1.  Mumayyiz (dapat membedakan antara yang baik dan buruk).

2.  Berakal.

3.  Dilakukan berdasarkan kehendak sendiri, bukan karena paksaan.[118]

4.  Dilakukan oleh dirinya sendiri atau orang yang mewakilinya.

 

1.26.3.   Lafaz-lafaz Talak

1.  Sharih (mengucapkan dengan kata ‘talak’ secara jelas), seperti ‘saya menalakmu’ atau ‘kamu saya talak’. Siapa yang mengucapkan demikian, ia telah sah menjatuhkan talak kepadanya istrinya, baik dengan sengaja maupun sekadar bercanda, niat atau tidak niat.[119]

2.  Kinayah, yaitu mengucapkan kata-kata yang mengandung arti talak. Seperti “kamu bebas”, silahkan pulanag ke keluargamu”, dan semacamnya. Jika seseorang mengucapkan hal tersebut dengan niat talak, maka jatuh talak. Akan tetapi, jika ucapannya tidak diniatkan talak, maka tidak jatuh talak, kecuali jika ucapan itu dilakukan dalam tiga keadaan:

a.   Dilakukan saat terjadinya pertengkaran antara suami dan istri;

b.  Dilakukan dalam keadaan marah;

c.   Dilakukan dalam rangka menanggapi permohonan istrinya.[120] 

 

1.26.4.   Bilangan Talak

Bilangan talak ada tiga macam:

1.  Talak satu

2.  Talak dua

3.  Talak tiga.

Pada talak satu dan dua, suami istri boleh rujuk ketika dalam masa iddah.[121] Adapun talak tiga tidak boleh mengadakan rujuk di antara keduanya pada masa iddah. Jika keduanya ingin kembali bersatu, harus dilakukan dengan akad nika baru dan telah diselang oleh orang lain. [122]

Talak tiga meliputi tiga cara, sebagai berikut:

1.  Suami menjatuhkan talak sebanyak tiga kali pada waktu yang berbeda-beda.

2.  Seorang suami menalak istrinya dengan talak satu, sehabis masa iddah, istri dinikahi kembali, kemudian ditalak lagi.

3.  Talak tiga dengan cara suami mengatakan talak kepada istrinya dengan talak tiga dalam satu waktu.

 

1.27.     Iddah

Iddah menurut syariat Islam adalah masa menunggu seorang perempuan karena ditalak atau ditinggal mati oleh suaminya, agar dapat diketahui mengandung atau tidak. Pada masa iddah, istri tidak boleh menikah dengan laki-laki lain hingga habis masa iddahnya.

 

1.27.1.   Macam-macam Iddah

Iddah terdiri dari beberapa macam, yaitu:

1.  Iddah tiga kali suci atau tiga quru. Iddah ini terjadi pada istri yang ditalak suaminya yang masih hidup dan istri masih haid.

2.  Iddah tiga bulan, yaitu bagi perempuan yang ditalak oleh suaminya yang masih hidup dan istri tidak lagi haid.

3.  Iddah sampai melahirkan anak, berlaku bagi perempuan yang diceraikan atau ditinggal mati suaminya dalam keadaan hamil.

4.  Iddah selama empat bulan sepuluh hari, yaitu iddah yang berlaku bagi perempuan yang ditinggal mati suaminya dalam keadaan tidak hamil.

 

1.27.2.   Kewajiban suami kepada istri pada masa iddah

1.  Memberi nafkah berupa sandang, pangan dan papan kepada perempuan yang taat dalam iddah raj’iyyah.

2.  Memberi nafkah tempat tinggal bagi mantan istrinya yang ditalak ba’in, apabila istri ini tidak hamil.

3.  Memberi nafkah berupa sandang, pangan, papan bagi mantan istrinya yang ditalak ba’in apabila istrinya itu hamil sampai ia melahirkan.

 

1.27.3.   Hikmah iddah

1.  Untuk mengetahui apakah istri yang dicerai itu hamil atau tidak dengan mantan suaminya.

2.  Untuk menentukan keturunan jika istri yang ditalak itu dalam keadaan hamil.

3.  Untuk memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak suami dan istri yang ditalak hidup, jika keduanya menghendaki berumah tangga lagi.

 

1.28.     Rujuk

Rujuk adalah kembalinya bekas suami kepada bekas istri pada masa iddah tanpa mengucap akad nikah baru. Rujuk bisa terjadi setelah kedua belah pihak menyadari kekeliruannya.[123]

Suami boleh kembali kepada istrinya dengan syarat harus mengadakan perbaikan-perbaikan dalam hidup berumah tangga. Hukum asal rujuk adalah mubah (boleh).

 

1.28.1.   Hukum Rujuk

1.  Wajib, khusus bagi laki-laki yang memperistri lebih dar satu, apabila salah seorang ditalak sebelum gilirannya, hendaklah menyempurnakan gilirannya.

2.  Haram, jika dengan rujuk itu, si istri akan lebih menderita dibandingkan dengan sebelumnya.

3.  Sunnah, apabila dengan rujuk itu, kehidupan suami-istri akan lebih bak dibandingan dengan sebelumnya.

4.  Makruh, jika diketahui bahwa meneruskan perceraian lebih baik bagi keduanya dibandingkan dengan rujuk.

5.  Mubah, merupakan hukum asal rujuk.

 

1.28.2.   Rukun Rujuk

1.  Istri dengan syarat-syarat sebagai berikut:

a.   Istri telah dicampuri mantan suami sebab bila belum dicampuri, tidak ada iddah, sehingga tidak boleh dirujuk.

b.  Istri dalam keadaan talak raj’i, sebab dalam keadaan talak ba’in, baik berupa fasakh, khulu’, atau talak tiga itu tidak boleh.

c.   Istri dalam masa iddah.

2.  Suami dengan syarat-syarat sebagai berikut:

a.   Balig (dewasa).

b.  Berakal (tidak dalam keadaan gila atau mabuk)

c.   Dengan kemauan sendiri.

3.  Shighah (ucapan). Cara merujuk yang dilakukan oleh suami ada dua macam, yaitu:

a.   Sharih (jelas)

b.  Kinayah (sindiran)

     Rujuk dengan lafazh sharih bila diucapkan oleh bekas suami, dapat terjadi rujuk meskipun tidak disertai niat. Misalnya dengan ucapan berikut, “Saya rujuk kepadamu.” Rujuk dengan lafaz kinayah atau sindiran harus disertakan niat sebagai penguat. Misalnya, suami mengucapkan, “Saya pegang kamu kembali”. Bila ucapan tersebut tidak disertakan niat, belum terjadi rujuk. Cara merujuk hendaknya diucapkan langsung tanpa diikuti persyaratan dan harus disaksikan oleh dua orang tua saksi yang adil. Misalnya, “Saya rujuk kamu jika keluargamu setuju”.

 

1.28.3.   Hal-hal yang harus diperhatikan dalam masalah rujuk

1.  Nafkah istri selama talak raj’i masih ditanggung suami.

2.  Berakhirnya masa iddah istri apabila suami telah merujuk dan selama suami tidak melakukan talak sesudahnya.

3.  Seseorang yang sedang melaksanakan ihram haji boleh merujuk istrinya.

4.  Tidak ada hukuman seperti zina bagi suami-istri yang bercampur dalam masa iddah, walaupun bercampurnya itu bukan tujuan rujuk.

5.  Perempuan yang talak raj’i dan masa iddahnya masaih ada, maka masing-masing saling mewarisi.

 

1.28.4.   Hikmah Rujuk

1.  Dapat mengembalikan keutuhan rumah tangga yang retak.

2.  Memperbaiki hubungan suami-istri dengan cara yang ringan, baik dari segi biaya, waktu, tenaga dan pikiran.

3.  Mengekalkan pernikahan dengan cara sederhana tanpa melalui akad nikah baru, setelah terjadi penceraian antara suami-istri.

4.  Dapat menyelamatkan keturunan.

5.  Dapat mempererat hubungan antara kedua belah pihak.

6.  Menghindari putusnya tali silaturahin keluarga kedua belah pihak.

 

1.29.     Khulu’

Khulu’ adalah talak yang dijatuhkan suami karena mengabulkan permintaan istrinya dengan cara membayar tebusan dari pihak istri kepada suami setelah terjadi khulu’. Perceraian dengan cara ini dibolehkan dalam agama Islam.[124]

Ketentuan khulu’ sebagai berikut:

1.  Suami boleh menjatuhkan talak kepada istri ketika istri dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci setelah dicampuri.

2.  Suami tidak dapat merujuk istri pada masa iddah dan juga tidak bisa menambah talak. Jika antara suami dan istri ingin bersatu kembali, harus dengan akad baru.

 

1.30.     Fasakh

Fasakh merupakan putusnya pernikahan melalui pengadilan yang hakikatnya hak suami-istri karena sesuatu yang diketahui setelah akad berlangsung. Misalnya, suatu penyakit yang muncul setelah akad yang menyebabkan pihak lain tidak dapat merasakan arti dan hakikat sebuah pernikahan atau merasa dirugikan. Fasakh adalah terjadinya talak yang dijatuhkan oleh hakim atas pengaduan istri atau suami. Perceraian dalam bentuk fasakh ini dapat terjadi karena beberapa hal, sebagai berikut:

1.  Terdapat aib atau cacat pada salah satu pihak. Misalnya, gila, penyakit kusta, dan sopak.

2.  Suami tidak dapat memberi nafkah lahir dan batin kepada istrinya.

3.  Suami tidak sanggup membayar mahar yang telah disebutkan pada saat akad nikah.

4.  Terjadinya penganiayaan berat yang dilakukan suami kepada istri.

5.  Suami merasa tertipu karena keadaan istri tidak sesuai dengan janji yang telah disepakati.

 

1.31.     Mahram

Mahram artinya orang-orang yang merupakan lawan jenis kita, namun haram (tidak boleh) kita nikahi selamanya. Akan tetapi, kita boleh bepergian (safar) dengannya, boleh melihat wajahnya, tangannya, boleh berjabat tangan dan sebagainya. Banyak hukum pergaulan perempuan yang berkaitan dengan masalah mahram, seperti hukum safar, pernikahan, perwalian, khalwat, dan lain-lain.

Mahram dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

 

1.31.1.      Mahram karena Nasab (Keturunan)

Mahram bagi perempuan karena nasab[125] adalah:

1.  Ayah.

2.  Mertua laki-laki.

3.  Kakek dari bapak maupun ibu. Juga bapak-bapak mereka keatas.

4.  Anak laki-laki.

5.  Saudara laki-laki, baik kandung maupun tiri.

6.  Anak laki-laki saudara.

7.  Paman dari bapak dan ibu.

 

1.31.2.      Mahram karena Persusuan

1.  Bapak persusuan, yaitu suami dari ibu susu, termasuk kakek persusuan yaitu bapak dari bapak atau ibu persusuan.

2.  Anak laki-laki dari ibu susu, termasuk anak susu adalah cucu dari anak susu, baik laki-laki mapun perempuan.

3.  Saudara laki-laki persusuan, baik saudara kandung, maupun seibu saja atau sebapak saja.

4.  Keponakan persusuan, yaitu anak dari anak dari saudara persusuan.

5.  Paman persusuan, yaitu saudara laki-laki bapak atau ibu susu.

 

1.31.3.      Mahram karena Pernikahan

Mahram karena pernikahan adalah mahram yang terjadi karena pernikahan atau disebut juga mahram mushaharah,[126] yaitu:

1.  Suami.

2.  Ayah mertua.

3.  Anak tiri.

4.  Ayah tiri.

5.  Menantu laki-laki, yaitu suami dari putri kandung.

 

1.31.4.      Orang yang dianggap mahram tetapi bukan mahram

1.  Ayah angkat.

2.  Sepupu (anak paman atau bibi).

3.  Saudara ipar.

4.  Mahram perwakilan atau titipan, yang biasa terjadi ketika seorang perempuan yang pergi haji tanpa ada mahramnya, lalu mahram itu diwakilkan kepada orang lain. Ini merupakan kesalahan yang sangat fatal.

 

1.32.     Hadhanah

Hadhanah adalah mendidik anak laki-laki atau anak perempuan yang belum mumayiz (balig) dan belum dapat memenuhi kebutuhan sendiri. Sang ibulah yang berhak untuk mengasuh, tetapi nafkah menjadi tanggungan sang ayah yang meliputi ekonomi, pendidikan, dan segala kebutuhan pokok anak hingga ia dewasa.

 

1.33.     Menyusui

Pengorbanan ibu menyusui akan mendapatkan pahala dari Allah Swt. Air susu ibu memiliki berbagai keunggulan yang tidak tergantikan dengan susu manapun. Air susu ibu merupakan karunia Allah bagi ibu dan bayi.[127]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bab IV

FIQIH JINAYAT

 

 

 

 

 

 

 


1.34. Jinayat

1.34.1.                Pengertian

Kata jinayat berasal dari kata jana yazni yang berarti mengambil atau sering diartikan juga kejahatan atau kriminal. Jinayat adalah perbuatan yang diharamkan karena dapat menimbulkan kerusakan agama, kerugian jiwa atau harta benda. Jinayat merupakan hukum berdasarkan syariat atas pelanggaran.

 

1.34.2.                Hikmah Jinayat

1.  Penegakan syariat Islam.

2.  Menghargai hak-hak dan martabat manusia.

3.  Mencegah perbuatan keji dan mungkar karena memberi efek jera.

4.  Menjamin keamanan.

5.  Menjaga kesucian diri seseorang.

 

1.35. Pembunuhan

Islam sangat menghargai nyawa dan kehormatan manusia. Membunuh manusia tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat adalah perbuatan yang dilarang dan pelanggarannya wajib dihukum setimpal. Membunuh orang yang tidak bersalah adalah dosa besar dan sipembunuh sendiri akan merasakan siksaan, baik di dunia maupun di akhirat.[128]

 

1.35.1.                Pembunuhan Yang Disengaja

Pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja sanksinya adalah qishash, yaitu wajib di bunuh pula, kecuali keluarga korban memaafkan atau membebaskan si pembunuh dari hukuman qishash dengan membayar denda.

 

 

1.35.2.                Pembunuhan Tidak Disengaja

Sanksi bagi pembunuhan tidak disengaja adalah membayar denda dengan ringan, yaitu membebaskan hamba sahaya yang mukmin dan membayar denda keluarga korban. Denda tersebut dapat diangsur selama tiga tahun.

 

1.35.3.                Pembunuhan Seperti Disengaja

Apabila seseorang hendak memukul dengan benda ringan yang dianggap tidak akan mematikan, namun ternyata orang itu meninggal dunia, sanksinya adalah membayar denda kepada keluarga korban. Denda tersebut dapat diangsur sampai tiga tahun lamanya.

 

1.36. Diyat

Diyat adalah denda pengganti qishash. Diyat wajib dipenuhi oleh pembunuh dengan tidak sengaja, orang yang seperti membunuh, atau pihak keluarga yang membunuh.

Terdapat dua macam diyat:

 

1.36.1.                Diyat Berat (Mughallazhah)

Diyat berat adalah diyat yang harus dibayar pembunuh apabila terjadi hal-hal berikut:

1.  Pembunuhan dilakukan di Tanah Haram Mekkah.

2.  Pembunuhan terjadi pada bulan-bulan yang diharamkan, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.

3.  Korban masih ada hubungan keluarga seperti kakak, adik, ayah, ibu, dan lain-lain.

 

Diyat berat membayar 100 ekor unta, yang terdiri atas:

1.  30 ekor unta betina berumur 3 tahun masuk tahun keempat.

2.  30 ekor unta betina berumur 4 tahun masuk tahun kelima.

3.  40 ekor unta betina berumur 5 tahun yang sedang bunting.

 

1.36.2.                Diyat Ringan (Mukhaffafah)

Diyat ringan adalah diyat yang harus dibayar oleh orang yang membunuh karena tidak sengaja dan tidak memiliki maksud untuk membunuh.

Diyat ringan membayar 100 ekor unta yang terdiri atas:

1.  20 ekor unta betina berumur 3 tahun masuk tahun keempat.

2.  20 ekor unta betina berumur 4 tahun masuk tahun kelima.

3.  20 ekor unta betina berumur 2 tahun.

4.  20 ekor unta jantan berumur 2 tahun.

5.  20 ekor unta betina berumur 1 tahun.

 

1.36.3.                Diyat Anggota Badan

Apabila anggota bada dihilangkan oleh seseorang, diyatnya seperti membunuh, yaitu membayar 100 ekor sapi. Hal ini diberlakukan karena orang yang kehilangan anggota bada akan menderita selama hidupnya.

 

1.37. Hudud

Hudud berasal dari kata hadd yang berarti batas, rintangan, atau pagar. Hudud adalah hukuman atas perbuatan zina, menuduh orang berbuat zina, meminum minuman keras, mencuri, merampok, riddah, dan meninggalkan kewajiban shalat.

 

1.38. Zina

Zina adalah hubungan suami-istri antara laki-laki dan perempuan tanpa proses pernikahan yang sah. Perbuatan tersebut sangat dilarang karena termasuk perbuatan keji dan dosa besar. Mendekati perilaku zina pun dilarang karena perbuatan tersebut membuka pintu terhadap perilaku zina sebenarnya. Zina termasuk dosa besar. Zina dibagi menjadi dua macam:  

 

1.38.1.                Zina Muhshan

Perbuatan zina yang dilakukan oleh orang dewasa, baligh, berakal, merdeka, dan pernah menikah. Pelanggaran zina dilakukan oleh orang yang beristri atau bersuami, atau duda dan janda. Hukuman (hudud) bagi orang yang berbuat zina muhshan adalah dirajam, yaitu dilempar batu sampai mati.

 

1.38.2.                Zina Ghair Muhshan

Perbuatan zina yang dilakukan oleh orang yang belum pernah menikah. Sanksi terhadap mereka adalah dipukul seratus kali dan diasingkan selama satu tahun.

 

1.39. Qazaf

Orang yang menuduh berbuat zina, tanpa bukti yang kuat dan kehadiran saksi, baik kepada istri maupun suami, hukumannya adalah didera pukulan sebanyak delapan puluh kali.

 

1.39.1.                Syarat Pelaksanaan Hukuman Qazaf

1.  Penuduh telah baligh, berakal, dan bukan ibu, bapak atau nenek tertuduh.

2.  Tertuduh adalah Muslim, baligh, berakal, dan orang baik-baik.

 

1.39.2.                Hukuman Qazaf Dapat Gugur

1.  Penuduh mengajukan empat orang saksi yang menyatakan bahwa tertuduh benar-benar melakukan zina.

2.  Dimaafkan oleh tertuduh atau ia meminta hukuman dicabut.

3.  Orang yang menuduh istrinya berbuat zina dapat terlepas hukuman dengan jalan li’an. Li’an adalah perkataan suami seperti, “Saya bersaksi atas nama Allah bahwa saya benar menuduh istri saya berzina.”

 

1.40. Meminum Khamr

Hukum meminum khamr atau minuman keras adalah haram dan termasuk perbuatan dosa besar.[129] Diharamkan karena berdampak negatif seperti merusak tubuh dan jaringan saraf, hilang kesadaran, daya pikir menjadi lemah serta memicu perilaku tercela.  

 

1.40.1.                Hukuman Peminum Khamr

Hukumannya adalah didera sebanyak empat puluh kali. Persyaratan menjatuhkan hukuman tersebut adalah adanya dua orang saksi laki-laki yang menyaksikan perbuatan tersebut atau pengakuan peminum sendiri bahwa ia telah melakukan perbuatan tersebut.

 

1.41. Judi

Judi adalah permainan yang mempertaruhkan uang. Judi hukumnya haram. Macam-macam judi antara lain: langsung berbentuk uang atau barang atau dengan permainan kartu.

 

1.41.1.                Bahaya Judi

1.  Menimbulkan permusuhan antara para penjudi dan lupa mengingat Allah Swt.

2.  Merusak akhlak atau normal.

3.  Menimbulkan kehancuran berumah tangga.

4.  Menghilangkan harta benda secara drastis.

 

1.42. Mencuri

Mencuri adalah mengambil barang atau uang milik orang lain dengan jalan yang tidak halal. Mencuri itu dapat berbentuk korupsi, kolusi, atau manipulasi. Hukuman untuk pencuri adalah qishash, apabila barang curiannya bukan untuk dimakan dan alasannya dibenarkan oleh syariat.

1.42.1.                Teknis Pelaksanaan Qishash Untuk Pencuri

1.  Jika pertama kali mencuri, tangan kanan si pencuri dan buku telapak tangannya wajib dipotong.

2.  Pencurian kedua kali, akan dipotong kaki kiri mulai dari buku tumitnya.

3.  Pencurian ketiga kali, akan dipotong tangan kiri mulai dari buku telapak tangannya.

4.  Pencurian keempat kali, akan dipotong kaki kanannya mulai dari buku tumitnya.

5.  Jika lebih dari empat kali, maka wajib dipenjarakan sampai benar-benar bertobat kepada Allah Swt.

1.42.2.                Syarat Hukum Qishash Bagi Pencuri

1.  Pencuri sudah baligh, berakal dan mencuri atas kehendaknya.

2.  Harta yang dicuri bukan untuk kebutuhan makan sehari-hari.

1.43. Merampok

Merampok adalah mengambil harta orang lain dengan jalan kekerasan dan paksaan.

1.43.1.   Sanksi Bagi Perampok

1.  Perampok yang membunuh lantas mengambil harta korban, wajib dihukum setimpal, yaitu dibunuh lagi.

2.  Perampok yang hanya membunuh dan tidak mengambil harta, hukumnya di bunuh.

3.  Perampok yang hanya mengambil harta, tidak membunuh, dengan ketentuan mencuri senilai 96 gram emas, wajib dipotong (qishash) tangan kanan dan kakinya.

4.  Perampok yang tidak membunuh dan tidak mengambil harta, hukumannya hanya dipenjarakan atau dikembalikan kesadarannya agar tidak berbuat seperti itu lagi.

1.44. Murtad

Murtad/ riddah adalah keluar dari agama Islam yaitu kembali kepada kekufuran. Orang murad wajib bertobat dengan peringatan tida kali, apabila mereka tidak mau bertobat, maka wajib dihukum mati.

 

 

 

Bab V

PERBANDINGAN MAZHAB

 

 

 

 

 

 

 

 


1.45.   Ijtihad

1.45.1.  Pengertian Ijtihad

1.    Ijtihad secara bahasa adalah pengerahan segala kesanggupan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit.

2.    Ijtihad secara istilah adalah memikirkan sesuatu dengan sungguh-sungguh untuk menghasilkan suatu pendapat atau hukum berdasarkan al-Qur’an dan Hadits. Orang yang berijtihad disebut mujtahid.

 

1.45.2.  Dasar Hukum Ijtihad

1.45.2.1. Dari Al-Qur’an

1.    Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan. (QS. 59:2)[130]

2.    Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu. (QS. 4:105)[131]

 

1.45.2.2. Dari Hadits

1.    Dari Mu’az bin Jabal berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Bagaimana upaya kamu dalam menyelesaikan suatu perkara yang diajukan kepadamu?” Mu’az menjawab, “Akan aku putuskan berdasarkan Kitabullah (al-Qur’an).” Kemudian Nabi bertanya lagi, “Bagaimana bila kamu tidak menjumpai dalil-dalinya dalam al-Qur’an?” Mu’az menjawab, “Akan aku selesaikan berdasarkan dalil-dalil yang ada dalam Sunnah Rasulullah Saw.” Kemudian Rasulullah Saw bertanya lagi, “Bagaimana seandainya tidak kamu dapati dari al-Qur’an dan Sunnah untuk menyesuaikannya?”. Mu’az menjawab, “Aku akan berijtihad dengan menggunakan rasioku dan tidak mengabaikannya”. Kemudian Rasulullah Saw menepuk dada Mu’az sambil bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada duta Rasul-Nya terhadap apa yang direstui oleh Rasulullah Saw.” (H.R. Abu Dawud).[132]

2.    Dari Amr bin ‘Ash yang mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Apabila seorang Hakim memutuskan perkara, lalu ia berijtihad, kemudian ternyata ijtihadnya itu benar, maka baginya mendapat dua pahala, dan apabila ia memutuskan suatu perkara, lalu ia berijtihad, kemudian ternyata ijtihadnya keliru menurut pandangan Allah, maka ia mendapat satu pahala. (H.R. Muslim dan Ahmad).[133]

 

1.45.3.  Macam-Macam Ijtihad

1.    Ijtihad Muthlaq Mustaqil: Ijtihad yang dilakukan dengan cara menciptakan norma-norma hukum dan kaidah istinbath yang menjadi sistem (metode) bagi setiap orang yang hendak berijtihad.

2.    Ijtihad Muthlaq Muntasib: Ijtihad yang dilakukan dengan menggunakan metode istinbath yang dibuat oleh Mujtahid Muthlaq Mustaqil.

3.    Ijtihad Tarjih: Ijtihad seseorang dalam memberikan fatwa atau keputusan hukum tentang suatu masalah dengan menyandarkan pada salah satu dari mazhab-mazhab besar klasik.

 

1.45.4.  Ruang Lingkup Ijtihad

1.    Hukum yang dibawa oleh nash-nash yang zhanny, baik dari segi wurud-nya, maupun dari segi pengertiannya (dalalah) yaitu hadits ahad.

2.    Hukum yang dibawa oleh nash qath’i, tetapi dalalahnya zhanny, maka obyek ijtihadnya hanya dari segi dalalahnya saja.

3.    Nash yang wurudnya zhanny, tetapi dalalahnya qath’i, maka obyek ijtihadnya adalah pada sanad, kesahihah serta kesinambungannya.

4.    Tidak ada nash dan ijma’, maka di sini ijtihadnya hanya dilakukan dengan segenap metode dan cara.

 

1.45.5.  Syarat-syarat Mujtahid

1.    Menguasai bahasa Arab karena al-Qur’an dan Hadits ditulis dengan bahasa Arab. Demikian sumber-sumber pengetahuan Islam yang lain.

2.    Memahami al-Qur’an dan Hadits secara luas dan mendalam.

3.    Memiliki ilmu penunjang lainnya.

4.    Mempunyai semangat pengabdian terhadap perkembangan hukum Islam.

5.    Ikhlas dan memiliki akhlak terpuji.

 

1.45.6.  Thariqah Ijtihad Ulama Ushul

1.45.6.1.        Thariqah al-Mutakallimin

1.    Menetapkan kaidah ushul fiqh tidak terikat dengan penyesuaian furu’ fiqh.

2.    Menguatkan kaidah ushul fiqih dengan berbagai macam dalil baik yang mengokohkan furu’ fiqh mazhabnya maupun yang akan melemahkannya.

3.    Disebut juga dengan Thariqah Syafi’iyah, karena Imam Syafi’i yang menulis ushul fiqih dengan sistem tersebut.

 

1.45.6.2.        Thariqah al-Hanafiyah

1.    Menetapkan kaidah ushul fiqih yang bertujuan untuk menguatkan mazhab imamnya.

2.    Sebagai kaidah atau petunjuk dalam menetapkan hukum bagi masalah-masalah baru yang belum terjadi di zaman Rasulullah Saw atau belum diijtihadkan oleh Imam Abu Hanifah.

3.    Ushul fiqih dikalangan Hanafiyyah dirumuskan oleh  pengikut-pengikut Imam Abu Hanifah, setelah wafatnya.

 

1.45.6.3.        Thariqah al-Muta’akhirin

1.    Thariqah al-Mutaakhhirin mengkompromikan kedua macam thariqah diatas.

2.    Ulama-ulama muta’akhirin mentahqiq qaidah-qaidah ushuliyyah dari kedua thariqah ini serta meletakkan dalil dan argumentasinya serta menerapkannya pada furu’ fiqhiyyah.

3.    Timbulnya usaha ulama untuk thariqah ini pada abad VII H.

 

1.46.   Ikhtilaf

1.46.1.  Pengertian Ikhtilaf

1.    Ikthilaf menurut bahasa adalah perbedaan paham (pendapat).

2.    Menurut istilah adalah berlainan pendapat antara dua atau beberapa orang terhadap suatu obyek (masalah) tertentu, baik berlainan itu dalam bentuk “tidak sama” ataupun “bertentangan secara diametral”.

 

1.46.2.  Sebab-sebab Terjadinya Ikhtilaf

1.46.2.1.     Pemahaman al-Qur’an dan Hadits

1.    Di dalam al-Qur’an dan Hadits ada kata-kata yang mempunyai arti lebih dari satu (musytarak).[134]

2.    Selain itu dalam ungkapannya terdapat kata ‘am (umum), khusus.

3.    Adapula perbedaan tinjauan dari segi lughawi dan ‘urfi serta dari segi mantuq dan mafhumnya.

 

1.46.2.2.     Sebab-sebab Khusus Mengenai Sunnah Rasulullah Saw

1.46.2.2.1.  Perbedaan dalam Penerimaan Hadits

1.    Para sahabat dalam menerima dan menyampaikan (meriwayatkan) hadits pada setiap kesempatan yang berbeda-beda.

2.    Ada sahabat yang sering menghadiri majelis Rasul, dimana ditempat itu Rasulullah Saw sering menjelaskan masalah-masakah yang ditanyakan atau menjelaskan hukum sesuatu. Tapi ada juga sahabat yang sibuk dengan urusan-urusan pribadinya.[135]

 

1.46.2.2.2.  Perbedaan dalam Menilai Periwayatan Hadits

1.    Sebagian ulama memandang periwayatan suatu hadits shahih sedangkan menurut ulama yang lain tidak, misalnya karena tidak memenuhi semua persyaratan yang telah mereka tentukan baik terhadap sanad[136] maupun matan[137].

 

1.46.2.2.3.  Ikhtilaf tentang Kedudukan Rasulullah Saw

1.    Bahwa Rasulullah Saw disamping keberadaannya sebagai Rasul, juga sebagai manusia biasa.

2.    Terkadang Rasulullah Saw bertindak sebagai panglima perang, sebagai kepada negara dan sebagainya.

3.    Tindakan dan ucapan Rasulullah Saw tidak sama kedudukannya jika dikaitkan dengan keberadaan pribadinya ketika melakukannya.[138]

 

1.46.2.3.     Perbedaan Mengenai Qawa’id Ushuliyyah dan Qawa’id Fiqhiyyah

1.    Contoh dalam Qawaid Ushuliyyah: Apakah istitsna’ yang terdapat sesudah beberapa jumlah yang diathafkan satu sama lainnya, kembali kepada semuanya ataukah kepada jumlah terakhir saja?. Jumhur fuqaha berpendapat bahwa istitsna itu kembali kepada keseluruhan sedangkan Abu Hanifah hanya kembali kepada jumlah terakhir saja.[139]

2.    Contoh dalam Qawaid Fiqhiyyah: Mazhab Syafi’i menggunakan kaidah “Hukum asal segala sesuatu adala boleh, hingga ada dalil yang mengharamkannya”. Sedangkan menurut mazhab hanafi “hukum asal segala sesuatu adalah haram, hingga ada dalil yang menunjukkan kebolehannya”.

 

1.46.2.4.     Perbedaan Penggunaan Dalil di Luar al-Qur’an dan Sunnah

1.    Seperti Amal Ahli Madinah dijadikan dasar fiqih oleh Imam Malik, tapi tidak bagi yang lain.

2.    Begitu pula perbedaan dalam penggunaan ijma’, Qiyas, Mashlahah Mursalah, Istihsan, Sad Dzari’ah, Istishhab, Urf dan sebagainya.

 

1.46.3.  Hikmah Adanya Ikhtilaf

1.46.3.1.        Tabiat Agama

1.    Allah Swt menghendaki di antara hukum-hukumnya ada yang ditegaskan secara eksplisit (manshush ‘alaih) dan yang secara implisit (maskut ‘anhu). Diantara yang ditegaskan secara eksplisit pun terdapat hal yang qath’iyah (pasti) dan zhanniyah (tidak pasti) serta sharih (jelas) dan mu’awwal (kemungkinan interpretasi).

2.    Jika Allah menghendaki konsensus kaum Muslimin dalam segala hal, niscaya Dia menurunkan kitab-Nya dalam bentuk-bentuk muhkamah serta jelas penunjukan (dalalah)nya, sehingga tidak akan menimbulkan perbedaan pemahaman. Tetapi Allah menghendaki di dalam kitab-Nya ada yang muhkamat dan ada yang mutasyabih. Bagian-bagian yang mutasyabihat ini di samping sebagai ujian, juga merupakan motivasi bagi akal untuk melakukan analisis secara maksimal (ijtihad).

 

1.46.3.2.        Tabiat Bahasa

Dalam al-Qur’an ada lafal yang multi-makna (musytarak), majaz (arti kiasan), ‘am (umum), khash (tertentu), muthlaq dan muqayyad.

 

1.46.3.3.        Tabiat Manusia

1.    Allah menciptakan manusia dalam bentuk beragam. Setiap insan berbeda bentuk wajah, tekanan suara, sidik jari dan lain sebagainya. Demikian pola pemikiran, pribadi, sikap, profesinya, kecenderungan dan pandangannya terhadap sesuatu.

2.    Allah telah menitipkan sifat kelenturan, fleksibilitas dan keluasan yang menakjubkan, sehingga membuat syariat Islam dapat dirasakan sebagai rahmat bagi pemeluknya.

3.    Orang yang mempelajari fiqih akan merasakan luasnya mantiqah al-‘afw, raung kemaafaan atau ruang kosong sebagai ruang gerak bagi mujtahid.[140]

 

1.46.4.  Tujuan Mengetahui Sebab Terjadinya Ikhtilaf

1.    Keluar dari taklid buta.

2.    Mengetahui dalil-dali yang digunakan.[141]

3.    Untuk memperdalam studi tentang hal yang diperselisihkan.

4.    Meneliti sistem dan cara yang tepat dalam mengistinbatkan hukum.

5.    Mengembangkan kemampuan dalam hukum fiqih.

 

1.47.   Mazhab

1.47.1.  Pengertian Mazhab

1.    Mazhab menurut bahasa berarti pergi (dzahaba) atau pendapat (arro’yu).

2.    Mazhab menurut istilah adalah jalan pikiran (paham/ pendapat) yang ditempuh oleh seorang mujtahid dalam menetapkan suatu hukum Islam dari al-Qur’an dan Hadits.

 

1.47.2.  Perkembangan Mazhab

1.    Perkembangan pengertian mazhab menjadi kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath Imam Mujtahid tertentu atau mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum Islam (Fiqih).

2.    Sebelumnya sempat berkembang kelompok Madrasah Hijaz dan Madrasah Irak, selanjutnya berkembang menjadi Ahlu Ra’y dan Ahlu Hadits.

3.    Faktor – faktor perkembangan mazhab:

1)      Semakin luasnya daerah kekuasaan Islam, mencakup wilayah-wilayah di semenajung Arab, Irak, Mesir, Syam, Parsi dan lain-lain.

2)      Pergaulan kaum Muslimin dengan bangsa yang ditaklukkannya. Mereka terpengaruh oleh budaya, adat istiasat serta tradisi bangsa tertentu.

3)      Akibat jatuhnya negara-negara yang ditaklukkan itu dengan ibu kota khilafah (pemerintahan) Islam, membuat para gubernur, para hakim dan para ulama harus melakukan ijtihad guna memberikan jawaban terhadap problem dan masalah-masalah baru yang dihadapi.

4.    Setelah itu muncul para imam mujtahid yang meletakkan ushul dan manhaj (metode) fiqih, mereka antara lain:

1)      Imam Abu Sa’id al-Hasan bin Yasar al-Bashry (w. 110 H).

2)      Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabr bin Zauthy (w.150 H).

3)      Imam Auza’iy Abu Amr Abdurrahman Abd. Rahman bin ‘Amr bin Muhammad (w. 157 H).

4)      Imam Sufyan bin Sa’id bin Masruq al-Tsaury (w. 160 H).

5)      Imam al-Laits bin Sa’ad (w. 175 H).

6)      Imam Malik bin Anas al-Ashbahy (w. 179 H).

7)      Imam Sufyan bin Uyainah (w. 198 H).

8)      Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i (w. 204 H).

9)      Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H).

10)  Imam Daud bin Ali Al-Ashbahany az-Zahiry (w. 270 H).

5.    Hanya empat mazhab saja yang berkembang hingga saat ini, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Hal itu disebabkan karena faktor:

1)      Pendapat-pendapat mereka dikumpulkan dan dibukukan. Hal ini tidak terjadi pada ulama salaf.

2)      Adanya murid-murid yang berusaha menyebarluaskan pendapat mereka, mempertahankan dan membelanya. Mereka dalam organisasi sosial dan pemerintahan mempunyai kedudukan yang menjadikan pendapat itu berharga.

3)      Adanya kecenderungan jumhur ulama yang menyarankan agar keputusan yang diputuskan oleh hakim harus berasal dari suatu mazhab, sehingga dalam berpendapat, tidak ada dugaaan yang negatif, karena mengikuti hawa nafsu dalam mengadili. Hal ini hanya tidak akan dapat terjadi bila tidak terdapat mazhab yang pendapat-pendapatnya dibukukan.

 

1.47.3.  Dampak Mazhab terhadap Perkembangan Fiqh

1.    Setalah munculnya mazhab dalam hukum Islam dan hasil ijtihad para Imam telah banyak dibukukan, ulama sesudahnya lebih cenderung untuk mencari dan menetapkan produk-produk Ijtihadiyah para mujtahid sebelumnya, meskipun mungkin sebagian hasil ijtihad mereka sudah kurang atau tidak sesuai lagi dengan kondisi yang dihadapi ketika itu.

2.    Sikap toleransi bermazhab pun semakin menipis di kalangan sesama pengikut-pengikut mazhab fiqih yang ada, bahkan acapkali timbul persaingan dan permusuhan sebagai akibat dari fanatisme mazhab yang berlebihan.

3.    Berkembang pandangan bahwa mujtahid hanya boleh melakukan penafsiran kembali terhadap hukum-hukum fiqih dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh imam-imam mazhab yang dianutnya, yang mengakibatkan kemunduran fiqih Islam.

4.    Kemunduran fiqih Islam yang berlangsung sejaka pertengahan abad ke-4 sampai akhir abad ke-13 Hijriyah ini disebut periode taqlid dan penutupan pintu ijtihad.

 

1.47.4.  Faktor Penyebab Kemunduran Fiqih

1.    Pergolakan politik yang mengakibatkan terpecahnya pemerintahan Islam menjadi beberapa negara kecil. Untuk mempertahankan wilayahnya mereka disibukkan dengan peperangan antar sesama, sehingga mereka tidak sempat lagi memperhatikan ilmu pengetahuan.

2.    Pecahnya imam-imam Mujtahid kepada beberapa mazhab yang masing-masing mempunyai corak pemikiran tersendiri. Para murid saling mempertahankan corak pemikiran gurunya, sehingga yang menjadi pusat perhatian adalah pendapat gurunya, tidak lagi al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber esensi. Akhirnya timbul fanatisme mazhab yang berlebihan.

3.    Pembukuan terhadap karya-karya Imam Mujtahid yang menyebabkan Umat Islam dengan mudah dapat mencari jawaban masalah yang mereka hadapi, mereka tidak mau bersulit-sulit dan enggan berpikir sendiri.

4.    Tidak adanya undang-undang tentang tata aturan fatwa, sehingga semua orang dapat mengeluarkan fatwa. Akibatnya dalam suatu masalah terjadi berbagai fatwa yang berlainan sesuai dengan kepentingan sendiri. Oleh sebab itulah para ulama di akhir abad IV H mengeluarkan statemen tentang penutupan pintu ijtihad dan mengharuskan untuk bermazhab kepada mazhab yang telah ada.

 

1.47.5.  Macam-macam Mazhab

1.47.5.1.        Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah

1.47.5.1.1.  Ahl al-Ra’yi

1.    Mazhab ini lebih banyak menggunakan akal (nalar) dalam berijtihad, seperti Imam Abu Hanifah.

2.    Mazhab ini berkembang di Pakistan, India, Irak, Turki, Afganistan, Mesir, Brazil dan Amerika Latin.

 

1.47.5.1.2.  Ahl al-Hadits

1.    Mazhab ini lebih banyak menggunakan hadits dalam berijtihad daripada menggunakan akal, yang penting hadits yang digunakan itu shahih.

2.    Ada 4 Mazhab yang utama, ialah:

a)    Mazhab Maliki

1)   Mazhab ini dibina oleh Imam Malik bin Anas.

2)   Ia cenderung kepada ucapan dan perbuatan (praktek) Nabi Saw dan praktek para sahabatnya serta ulama Madinah.

3)   Mazhab ini berkembang di Afrika Utara, Mesir, Sudan, Kuwait, Qathar dan Bahrain.

b)   Mazhab Syafi’i

1)   Mazhab ini mengikuti Imam Syari’i yang merupakan murid Imam Malik yang pandai.

2)   Beliau membina mazhabnya antara Ahli al-Ra’yi dan Ahli Hadits, meskipun dasar pemikirannya lebih dekat kepada metode Ahli Hadits.

3)   Mazhab ini berkembang di Mesir, Siria, India Selatan, Malaysia, Pilipina, dan Indonesia.

c)    Mazhab Hanbali

1)   Mazhab ini mengikuti Imam Ahmad bin Hanbal.

2)   Lebih banyak menitikberatkan kepada hadits dan tidak menggunakan ra’yu dalam berijtihad kecuali darurat, yaitu jika tidak ditemukan hadits, walaupun hadits dhaif yang tidak terlalu dhaif, yakni hadits yang tidak diriwayatkan oleh pembohong.

3)   Mazhab ini berkembang di Saudi Arabia dan syiria.

d)   Mazhab Zhahiri

1)   Mazhab ini mengikuti Imam Daud bin Ali.

2)   Mazhab ini lebih cenderung kepada Zhahir nash.

3)   Berkembang di Spanyol pada abad V H oleh Ibn Hazm. Sejak itu, mazhab ini berangsur-angsur lenyap hingga sekarang.

 

1.47.5.2.        Syi’ah

1.    Mazhab ini pada mulanya adalah mazhab politik.

2.    Mereka beranggapan bahwa yang berhak menjadi khalifah adalah Ali RA setelah wafatnya Rasulullah Saw.

3.    Mazhab syiah ini terpecah menjadi beberapa golongan diantaranya Syiah Ismailiyyah, Syiah Saba’iyah (pengikut Abdullah bin Saba), Syiah Ghurabiyah, Syiah Kisaniyah (pengikut al-Mukhtar bin Ubaid al-Tsaqafi) dan Syiah Rafidhah. Golongan syiah yang paling besar adalah dua, yaitu Syiah Zaidiyah dan Syiah Imamiyah.

 

1.47.5.2.1.  Syiah Zaidiyah

1.    Syiah ini adalah pengikut Zaid bin Ali Zainal Abidin.

2.    Imam tidaklah ditentukan oleh Nabi Saw orangnya, tetapi hanya sifat-sifatnya. Nabi tidak mengatakan bahwa Ali adalah Imam yang menggantikannya sesudah beliau wafat.

3.    Ali diangkat karena sifat taqwa, ‘alim, murah hati dan berani.

4.    Syiah ini mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Utsman.

5.    Aqidah Syiah Zaidiyah tidak berbeda jauh dengan Ahl al-Sunnah.

6.    Syiah ini membentuk kerajaan di Yaman dengan Shan’a sebagai Ibu kotanya.

 

1.47.5.2.2.  Syi’ah Imamiyah

1.    Disebut juga dengan syiah Itsna Asyariyah (dua belas), karena mereka mempunyai 12 Imam sebagai berikut:

1)        Ali bin Abi Thalib, 2) Al-Hasan, 3) Al-Husain, 4) Ali Zainal Abidin, 5) Muhammad al-Baqir, 6) Ja’far al-Shadiq, 7) Musa al-Kazhim, 8) Ali al-Ridha, 9) Muhammad al-Jawwad, 10) Ali al-Hadi, 11) al-Hasan bin Muhammad al-Askari, 12) Muhammad al-Mahdi al-Muntazhar.

2.    Menurut keyakinan Syiah bahwa Mahdi kecil hilang di goa yang terdapat di Masjid (Sammara) Irak. Imam ini hilang sementara dan akan kembali lagi untuk memimpin ummat.

3.    Selama bersembunyi ia memimpin umat melalui raja-raja yang memegang kekuasaan dan ulama-ulama mujtahid Syiah.

4.    Syiah ini menjadi paham resmi di Iran sejak permulaan abad ke-16.

5.    Syiah ini masih berkembang di Iran, Irak, Turki, Syiria dan Afganistan.

 

1.47.5.3.        Khawarij

1.    Pada mulanya hanya parta politik. Mereka adalah pengikut Ali bin Abi Thalib yang meninggalkan barisannya, karena tidak setuju dengan sikap Ali yang menerima arbitrase sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan tentang khalifah dengan Mu’awiyah bin Abu Sufyan.

2.    ...

 

1.47.5.4.        Mazhab-Mazhab yang Telah Musnah

1.47.5.4.1.  Mazhab al-Auza’iy

1.    Pendiri mazhab bernama Imam Abu ‘Amr Abdurrahman bin Muhammad al-Auza’iy.

2.    Lahir di Ba’labak tahun 88 H. Ketika muda ia banyak belajar ilmu hadits.

3.    Ia termasuk tokoh hadits yang tidak menyukai qiyas.

4.    Mazhab al-Auza’iy pindah ke Andalusia bersama orang-orang yang memasukinya dari pengikut Bani Umayyah, kemudian mazhab ini surut di hadapan mazhab al-Syafi’i di Syam dan di hadapan mazhab Maliki di Andalusia pada pertengahan abad ke-3 Hijriyah.

5.    Al-Auza’iy wafat pada tahun 157 H.

 

1.47.5.4.2.  Mazhab al-Zahiry

1.    Pendiri Mazhab: Abu Sulaiman Daud bin Ali bin Khalaf al-Ashbahani al-Zhahiry.

2.    Lahir di Kufah tahun 202 H.

3.     Ia mempelajari ilmu dari Ishak bin Rahawaih, Abu Tsaur, dan lain-lain.

4.    Mazhab al-Zhahiry terus berkembang sampau petengahan abad ke-5, kemudian surut.

5.    Pendapatnya dihasilkan tidak menggunakan ra’yu dan qiyas, tetapi hanya mengamalkan zhahir al-Qur’an dan Sunnah.

 

1.47.5.4.3.  Mazhab al-Thabary

1.    Pendiri mazhab: Abu Ja’far bin Jariri al-Thabary, dilahirkan tahun 224 H dan wafat di Baghdad tahun 320 H.

2.    Beliau seorang mujtahid, ahli sejarah dan ahli tafsir.

3.    Mulanya beliau mempelajari fiqih al-Syafi’i, Malik serta fiqh ulama Kufah, kemudian membentuk mazhab sendiri yang berkembang di Bagdad.

4.    Mazhabnya surut pada pertengahan abad ke-5 Hijriyah.

5.    Namun memiliku banyak peninggalan kitab, diantaranya adalah Tarikh al-Thabari, Tafsir al-Thabary dan Ikhtilaf al-Fuqaha.

 

1.47.5.4.4.  Mazhab al-Laitsi

1.    Pendiri mazhab: Abu al-Harits al-Laitsi bi Sa’ad al-Fahmy. Wafat tahun 174 H.

2.    Ia terkenal sebagai ahli fiqh di Mesir. Asy-Syafi’ mengakui bahwa al-Laitsi ini lebih pandai dalam soal fiqih daripada Malik.

3.    Pengikut-pengikutnya tidak bersungguh-sungguh dalam mengembangkan mazhabnya sehingga lenyap pada pertengahan abad ke-3 Hijriyyah.

 

1.48.   Perbandingan Mazhab

1.48.1.  Pengertian Perbandingan Mazhab

1.    Perbandingan mazhab dalam bahasa Arab disebut Muqaaranah al-Mazaahib  (مقارنة المذاهب).

2.    Kata muqaaranah menurut bahasa berarti mengumpulkan, membandingkan dan menghimpun.

3.    Menurut istilah ulama fiqih adalah:

“Perbandingan mazhab adalah mengumpulkan pendapat para Imam Mujtahidin dengan dalil-dalilnya tentang suatu masalah yang diperselisihkan padanya, kemudian membandingkan dalil-dalil itu satu sama lainnya, agar nampak setelah dimunaqasyahkan pendapat mana yang terkuat dalilnya.”

 

1.48.2.  Ruang Lingkup Pembahasan Perbandingan Mazhab

1.    Hukum-hukum amaliyah, baik yang disepakati, maupun yang masih diperselisihkan antara para Mujtahid, dengan membahas cara berijthad mereka dan sumber-sumber hukum yang dijadikan dasar oleh mereka dalam menetapkan hukum.

2.    Dalil-dali yang dijadikan dasar oleh para mujtahid, baik dari al-Qur’an maupun Sunnah, atau dalil-dalil lain yang diakui oleh syara’.

3.    Hukum-hukum yang berlaku di negara tempat muqarin hidup, baik hukum nasional/ positif, maupun hukum internasional.

 

1.48.3.  Kewajiban Muqarin (Pelaku Perbandingan Mazhab)

1.    Teliti dalam mengambil mazhab dari kitab-kitab mu’tabar.

2.    Mengambil dan memilih dalil-dali yang terkuat dari setiap mazhab.

3.    Memiliki pengetahuan tentang ushul dan kaidah yang dijadikan dasar oleh setiap mazhab dalam mengambil dan menentukan hukum (thuruq al-istinbath).

4.    Mengetahui pendapat-pendapat ulama yang bertebaran dalam kitab fiqih dan mengetahui cara mereka beristidlal.

5.    Hendaknya muqarin mentarjih salah satunya secara obyektif.

 

1.48.4.  Tujuan dan Manfaat Mempelajari Perbandingan Mazhab

1.    Untuk mengetahui pendapat-pendapat para imam Imam Mujtahid dalam berbagai masalah yang diperselisihkan disertai dalil dan cara istinbath hukum.

2.    Untuk mengetahui dasar-dasar dan qaidah-qaidah yang digunakan setiap Imam Mujtahid

 

1.48.5.  Hukum Mengamalkan Hasil Muqaranah Mazahib

1.    Melakukan studi perbandingan mazhab untuk mendapatkan dalil yang terkuat dan mengamalkan hasilnya adalah wajib.

2.    Ulama muta’akhirin berpendapat, bahwa mengamalkan hasil muqaranah mazhab akan mengakibatkan perpindahan mazhab atau talfiq dan tidak dibenarkan. Pendapat ini lemah, karena tidak berdasarkan dalil yang kuat. Bahwa al-Qur’an dan Sunnah tidak melarang untuk pindah mazhab atau talfiq.

3.    Hasil studi perbandingan yang terbaik adalah mengamalkan apa yang menurut muqarin paling kuat dalilnya.

4.    Kecuali bagi orang awam yang belum atau bisa membedakan mana dalil yang terkuat dan tidak, yang terpenting baginya mengamalkan hukum yang ditetapkan mazhab tertentu yang menjadi panutannya.

 

1.48.6.  Pendekatan Antar Mazhab pada Zaman Modern

1.    Tanda-tanda kebangkitan kembali pemikiran fiqih atau gejala pendekatan antar mazhab pada masa modern dapat di dilihat pada sistem mempelajarinya yang berbentuk perbandingan mazhab yang obyektif, segi-segi penulisannya yang lebih spesifik dalam membahas suatu bidang tertentu, ditambah dengan perbandingan hukum positif yang berlaku, bahkan sampai kepada kajian hukum Islam dan kedudukannya dalam perundang-undangan negara serta masalah-masalah kontemporer.

2.    .....

 

1.49.   Peranan Imam-Imam Mazhab dalam Penetapan Hukum Islam

1.49.1.  Imam Abu Hanifah

1.49.1.1.        Biografi

1.    Nama lengkap Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit Ibn Zutha al-Taimy.

2.    Lahir di Kufah tahun 80 H/699 M dan wafat di Baghdad tahun 150 H/767 M. Keturunan Parsi. Hidup di akhir dinasti Umaiyyah dan awal dinasti Abbasiyah.

 

1.49.1.2.        Pola Pemikiran

1.    Abu Hanifah dikenal sebagai ulama Ahl al-Ra’yi.

2.    Dalam menetapkan hukum Islam, baik yang diistinbathkan dari al-Qur’an ataupun hadits, beliau banyak menggunakan nalar. Beliau mengutamakan ra’yu dan hadits ahad.

3.    Apabila terdapat hadits yang bertentangan, beliau menetapkan hukum dengan jalan qiyas dan istihsan.

4.    Metode Istidlal Imam Abu Hanifah dapat dipahami dari perkataannya, “Sesungguhnya saya mengambil Kitab Suci al-Qur’an dalam menetapkan hukum, apabila tidak didapatkan dalam al-Qur’an, maka saya mengambil Sunnah Rasulullah Saw yang shahih dan tersiar di kalangan orang-orang terpercaya. Apabila saya tidak menemukan dari keduanya, maka saya mengambil pendapat orang-orang yang terpercaya yang saya kehendaki, kemudian saya tidak keluar dari pendapat mereka. Apabila urusan itu sampai kepadan Ibrahim al-Sya’by, Hasan bin Sirin dan Sa’id bin Musayyab, maka saya berijtihad sebagaimana mereka berijtihad”.

5.    Berkata Abu Hanifah pada kesempatan lain, “Pertama-taman saya mencari dasar hukum dalam al-Qur’an, kalau tidak ada, saya cari dalam Sunnah Nabi, kalau juga tidak ada, saya pelajai fatwa-fatwa para shahabat dan saya pilih mana yang saya anggap kuat.... Kalau orang melakukan ijtihad, saya pun melakukan Ijtihad.”

6.    Ia tidak fanatik terhadap pendapatnya, berikut ungkapannya: “Inilah pendapat saya dan kalau ada orang yang membawa pendapat lebih kuat, maka pendapatnya itulah yang lebih benar.”

7.    Pernah ada orang yang berkata kepadanya, “Apakah yang engau fatwakan itu benar, tidak diragukan lagi?”. Ia menjawab, “Demi Allah, boleh jadi ia adalah fatwa yang salah yang tidak diragukan lagi.”

8.    Ia sangat selektif dalam menerima hadits.

9.    Ia banyak memperhatikan mu’amalat manusia, adat istiadat serta ‘urf masyarakat.

10.              Abu Hanifah dipengaruhi oleh perkembangan hukum di Kufah, yang terletak jauh dari Madinah. Kufah merupakan kota yang kurang pembendaharaan hadits. Berada ditengah kebudayaan persia, yang terlah mencapat tingkat peradaban yang tinggi.

 

1.49.1.3.        Guru-gurunya

1.    Imam ‘Amir bin Syahril al-Sya’by.

2.    Hammad bin Sulaiman al-Asy’ary.

3.    Idris ‘Ashim.

 

1.49.1.4.        Murid-muridnya

1.    Abu Yusuf Ya’kub bin Ibrahim al-Anshary (113-182 H).

Mempunyai karya bernama ‘al-Kharaj’.

2.    Muhammad bin Hasan as-Syaibany (132-189 H).

As-Saybany menghasilkan beberapa buah pikiran, antara lain:

a.       Kitab al-Mabsuth

b.      Kitab al-Ziyadat

c.       Kitab al-Jami’ al-Kabir

d.      Kitab al-Jami’ al-Shagir

e.       Kitab al-Sair al-Kabir

f.        Kitab al-Sair al-Shagir

3.    Zufar bin Huzail bin al-Kufy (110-158 H).

4.    Al-Hasan bin Ziyad al-Lu’lu’iy (133-204 H).

 

1.49.1.5.        Karya-karyanya

1.    Fiqh Akbar

2.    Al-‘Alim wa al-Muta’allim

3.    Musnad Fiqh Akbar

 

1.49.1.6.        Perkembangan Mazhabnya

1.    Mazhab Hanafi pada masa Khilafah Bani Abbas merupakan mazhab yang banyak dianut oleh umat Islam.

2.    Pada pemerintahan kerajaan Utsmani, mazhab ini merupakan mazhab resmi negara.

3.    Pengikutnya umat Islam beraliran Sunny.

4.    Saat ini pengikutnya tersebar diberbagai negara seperti Irak, Turki, Asia Tengah, Pakistan, India, Tunis, Turkistan, Syiria, Mesir dan Libanon.

 

1.49.2.  Imam Malik

1.49.2.1.        Biografi

1.    Abu Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abu ‘Amir bin al-Harits.

2.    Lahir di Madinah tahun 93 H/12 M dan wafat di Madinah tahun 179 H/ 798 M.

3.    Hidup di masa Harun al-Rasyid.

4.    Terdidik di kota Madinah pada masa pemerintah Khlaigah Sulaiman bin Abdul Malik dari Bani Umayyah VII.

5.    Sebagai seorang ahli hadits, beliau sangat menghormati dan menjungjung tinggi hadits Nabi Saw, sehingga bila hendak memberi pelajaran hadits, beliau berwudhu terlebih dahulu. Beliau sangat tidak suka memberikan pelajaran hadits sambil berdiri di tengah jalan atau dengan tergesa-gesa.

 

1.49.2.2.        Guru-gurunya

1.    Imam Abdurrahman bin Hurmuz

2.    Rabi’ah al-Ra’yi (w. 136 H), ahli Fiqih.

3.    Imam Nafi’ Maula Ibnu Umar (w. 117 H), ahli Hadits.

 

1.49.2.3.        Pola Pemikiran

1.    Imam malik seorang ulama terkemuka dalam bidang ilmu hadits dan fiqih.

2.    Ucapan al-Dahlawy, “Malik adalah orang yang paling ahli dalam bidang hadits di Madinah, yang paling mengetahui keputusan Umar, yang paling mengetahui tentang pendapat-pendapat Abdullah bin Umar, Aisyah RA dan shahabat-shahabat lainnya. Atas dasari itulah dia memberi fatwa. Apabila diajukan kepadanya suatu masalah, dia menjelaskan dan memberi fatwa”.

3.    Imam Syafi’i mengatakan, “Apabila datang kepadamu hadits dari Imam Malik, maka pegang teguhlah olehmu, karena dia menjadi hujjah bagimu”.

4.    Imam Malik berkata, “Saya tidak pernah memberikan fatwa dan meriwayatkan suatu hadits, sehingga 70 ulama membenarkan dan mengakui.”

5.    Metode Istidlal Imam Malik:

a.       Al-Qur’an

b.      Sunnah

c.       Ijma’ Ahl al-Madinah

d.      Fatwa Shahabat

e.       Khabar Ahad dan Qiyas

f.        Al-Istihsan

g.      Al-Mashlahah al-Mursalah

h.      Sadd al-Zara’i

i.        Istishhab

j.        Syar’u Man Qablana Syar’un Lana

6.    ...

 

1.49.2.4.        Karya-karyanya

1.    Kitab al-Muwaththa’

2.    Kitab al-Mudawamah al-Kubra

 

1.49.2.5.        Perkembangan Mazhabnya

1.    Mazhab Maliki masih diikuti oleh sebagian besar kaum Muslimin di Maroko, Algers, Tunisia, Tripoli, Lybia, dan Mesir.

 

1.49.3.  Imam Syafi’i

1.49.3.1.        Biografi

1.    Nama: Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Syafi’i bin Said[142] bin ‘Ubaid bin Yazid bin Hasyim bin Abd al-Muththallib bin Abd al-Manaf[143] bin Qushay al-Quraisyiy. Adapun nasab Imam Syafi’i dari jalur ibu, Imam Syfi’i bin Fathimah bin Abdullah bin Hasan bin Husein bin Ali bin Abi Thalib.

2.    Lahir di Gaza, bulan Rajab 150 H/767 M[144] dan wafat di Mesir tahun 204/ 819 M.

3.    Ayahnya meninggal saat syafi’i kecil. Ketika umur dua tahun, ia dibawa ke Mekkah. Dibesarkan dalam keadaan fakir. Dalam asuhan ibunya, ia mampu menghafal pada usia 7 tahun. Imam Syafi’i pernah menghatamkan al-Qur’an dalam bulan Ramadhan sebanyak 60 kali.

4.    Kemudian Imam Syafi’i tinggal di Huzail selama 10 tahun. Disana ia belajar sastra Arab  dari pengajar bahasa Arab yang fasih dan asli.

5.    Ia belajar hadits kepada Imam Malik dan mampu menghafal muwaththa pada umur 13 tahun. Sebelumnya ia belajar hadits kepada Sufyan bin ‘Uyainah di Mekkah.

6.    Setelah imam Malik meninggal dunia, ia merantau ke yaman. Kemudian mendapat tiduhan Syi’iy dari Harun al-Rasyid, tetapi tidak terbukti dan dibebaskan pada tahun 184 H (usia 34 tahun).

7.    Tahun 195 H, beliau pergi ke Baghdad dan menetap di sana selama 2 tahun. Setelah itu kembali ke Mekkah. Pada tahun 198 H, ia kembali lagi ke Baghdad dan menetap di sana beberapa bulan, kemudian tahun 198 H, beliau pergi ke Mesir dan menetap di Mesir sampai wafat saat menunaikan shalat Isya.

 

1.49.3.2.        Pola Pemikiran

1.    Imam Syafi’i termasuk golongan Ahlu Sunnah wal Jama’ah.

2.    Ia lebih cenderung kepada Ahlu Hadits.

3.    Ibnu Hajar mengatakan, ketika kepemimpinan fiqih di Madinah berpuncak pada Imam Malik, beliau pergi ke Madinah untuk belajar kepadanya. Ketika kepemimpinan Irak berpuncak pada Abu Hanifah, beliau belajar fiqih di Irak kepada Muhammad bin al-Hassan as-Syaibany (murid Imam Abu Hanifah). Oleh sebab itu pada Imam Syafi’i berhimpun pengetahuan fiqih Ashab al-Hadits dan fiqih Ashab al-Ra’yi.

4.    Pengetahuan Imam Syafi’i tentang masalah sosial kemasyarakatan sangat luas. Ia menyaksikan secara langsung kehidupan masyarakat desa (badawy) dan menyaksikan masyarakat yang sudah maju peradabannya di Irak dan Yaman. Ia juga menyaksikan kehidupan orang zuhud dan ahlu Hadits.

5.    Menurut Syaf’i, “apabila suatu hadits sudah shahih sanadnya dan muttashil (bersambung sanadnya) kepada Nabi Saw, maka sudah wajib diamalkan tanpa harus dikaitkan dengan amalan ahl al-Madinah (sebagaimana disyaratkan Imam Malik) dan tidak perlu ditentukan syarat yang terlalu banyak dalam penerimaan hadits (sebagaimana yang disyaratkan oleh Imam Abu Hanifah).”[145]

6.    Imam Syafi’i mempunyai qoul al-qadim dan qaul al-jadid. Qaul qadim terdapat dalam kitabnya ‘al-Hujjah’ yang dicetuskan di Irak sedangkan qaul jadid terdapat dalam kitab ‘al-Umm” yang dicetuskan di Mesir.

7.    Qoul qadim Imam Syafi’i merupakan perpaduan antara fiqh Irak yang bersifat rasional dan fiqih ahl hadits yang bersifat tradisional. Fiqih ini sesuai dengan ulama-ulama yang datang dari berbagai negara Islam ke Mekkah. Mereka dapat memilih pendapat sesuai dengan situasi dan kondisi negaranya. Itu pula yang menyebabkan pendapat Imam Syafi’i mudah tersebar ke berbagai negara Islam.

8.    Qaul jadid imam syafi’i dicetuskan setelah bertemu dengan para ulama Mesir dan mempelajari fiqih dan hadits mereka serta adat istiadat, situasi dan kondisi di Mesir pada waktu itu, sehingga Imam Syafi’i merubah sebagian hasil ijtihadnya yang telah difatwakan di Irak.

9.    Pegangan Syafi’i dalam menetapkan hukum, sebagaimana perkataannya, “tidak boleh seseorang mengatakan dalam hukum selamanya, ini halal atau ini haram kecuali ada pengetahuan dan khabar  didalam al-Qur’an, sunnah, ijma dan qiyas.

10.              Pokok pikiran syafi’i dapat dilihat dari perkataannya di kitab “al-Umm”. “Dasar utama dalam menetapkan hukum adalah al-Qur’an dan Sunnah. Jika tidak ada, maka dengan mengqiyaskan kepada al-Qur’an dan Sunnah. Apabila sanad hadits bersambung sampai kepada Rasulullah Saw dan shahih sanadnya, maka itu cukup. Ijma’ sebagai dalil adalah lebih kuat khabar ahad dan hadits menurut zhahirnya. Apabila suatu hadits mengandung arti  lebih dari satu pengertian, maka arti yang zhahirlah yang utama. Kalau hadits itu sama tingkatannya, maka yang lebih shahihlah yang lebih utama. Hadits munqathi’ tidak dapat dijadikan dalil kecuali jika diriwayatkan oleh Ibnu al-Musayyab. Suatu pokok tidak dapat diqiyaskan kepada pokok yang lain dan terhadap pokok tidak dapat dikatakan mengapa dan bagaimana?, tetapi kepada cabang dapat dikatakan mengapa?. Apabila sah mengqiyaskan cabang kepada pokok, maka qiyas itu sah dan dapat dijadikan hujjah.”

11.              Cara Imam Syafi’i mengistinbathkan hukum dengan:

a.       Al-Qur’an

b.      Sunnah

c.       Ijma

d.      Qiyas

 

1.49.3.3.        Karya-karyanya

1.    Kitab ar-Risalah, tentang ushul fiqih.

2.    Kitab al-Umm, tentang fiqih.

3.    Kitab al-Musnad, berisi hadits-hadits yang terdapat dalam kitab al-Umm yang dilengkapi dengan sanad-sanadnya.

4.    Al-Imla’.

5.    Al-Amaly.

6.    Harmalah (didiktekan kepada muridnya yang bernama Harmalah bin Yahya).

7.    Mukhtashar al-Muzaniy (dinisbahkan kepada Imam Syafi’i).

8.    Mukhtashar al-Buwaithiy (dinisbahkan kepada Imam Syafi’i).

9.    Kitab Ikhtilaf al-Hadits (penjelasan Imam Syafi’i tentang hadits-hadits Nabi Saw).

 

1.49.3.4.        Perkembangan Mazhabnya

Sebab mazhab Syafi’i berkembang di Indonesia:

1.    Kaum Muslimin Indonesia saat menunaikan ibadah haji mereka belajar ilmu agama kepada guru-guru yang bermazhab Syafi’i. Saat mereka kembali mereka menyebarkannya.

2.    hIjrahnya kaum muslimin dari Hadhramaut ke Indonesia. Ulama Hadramaut bermazhab Syafi’i.

3.    Pemerintah kerajaan Islam di Indonesia, selama zaman Islam mengesahkan dan menetapkan mazhab Syafi’i menjadi haluan hukum Islam di Indonesia. Kantor kepenghuluan dan pengadilan Agama saat itu hanya mempunyai kitab mazhab Syafi’iyah seperti at-Tuhfah, al-Majmu, al-Umm dan lain-lain.

4.    Para pegawai jawatan dahulu hanya terdiri dari ulama mazhab Syafi’i.

 

1.49.4.  Imam Ahmad bin Hanbal

1.49.4.1.        Biografi

1.    Nama: Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hasan al-Syaibany.

2.    Lahir di Baghdad 164 H/780 M. Wafat pada hari jum’at tanggal 12 Rabiul Awal tahun 241 H/ 855 M dalam usia 77 Tahun.

3.    Ia lahir dalam keadaan yatim. Hidup sederhana, wara’ dan zuhud.

 

1.49.4.2.        Pola Pemikiran

1.    Ia seorang Ahlu al-Hadits.[146]

2.    Metode Istidlal Ibn Hanbal

a.    Nash dari al-Qur’an dan Sunnah yang shahih.

b.    Fatwa para shahabat Nabi Saw.

c.    Fatwa para shahabat Nabi Saw yang timbul dalam perselisihan di antara mereka dan diambilnya yang lebih dekat kepada nash al-Qur’an dan Sunnah.

d.    Hadits Mursal dan Hadits Dha’if.

e.    Qiyas.

3.    Ahmad bin Hanbal mengatakan: “Apabila kami terima dari Rasulullah Saw hadits yang menerangkan halal dan haram, juga menerangkan tentang sunnah dan hukum-hukum, kami menelitinya dengan sangat hati-hati dan begitu juga sanad-sanadnya, tetapi apabila kami menerima hadits tentang keutamaan-keutamaan amal ibadat atau masalah yang tidak bertalian dengan hukum, kami loggarkan sedikit.”

 

1.49.4.3.        Karya-karyanya

1.    Kitab al-Musnad

2.    Kitab Tafsir al-Qur’an

3.    Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh

4.    Kitab al-Muqaddam wa al-Muakhkhar fi al-Qur’an

5.    Kitab Jawabatu al-Qur’an

6.    Kitab al-Tarikh

7.    Kitab Manasiku al-Kabir

8.    Kitab manasiku al-Shagir

9.    Kitab Tha’atu al-Rasul

10.    Kitab al-‘illah

11.    Kitab al-Shalah.

 

1.49.4.4.        Perkembangan Mazhabnya

1.    Ulama-ulama besar yang pernah mengambil ilmu dari Imam Ahmad bin Hanbal antara lain: Imam Bukhari, Imam Muslim, Ibn Abi al-Dunya, Ahmad bin Abi Hawarimy.

2.    Ulama yang berjasa mengembangkan mazhab hanbali adalah al-Atsram Abu Bakar Ahmad bin Haniy al-Khurasaniy, Ahmad bin Muhammad bin al-Hijjaj al-Marwaniy, Ibn Ishaq al-Harbiy, al-Qasim Umar bin Abi Ali al-Husein al-Khiraqiy, Abd. Aziz bin Jafar, Ibnu Qudamah dan syamsu al-Din Ibn al-Qudamah al-Maqdisy.

3.    Sekarang mazhab Hanbali adalah mazhab resmi dari pemerintah Saudi Arabia dan mempunyai pengikut yang tersebar di Jazirah Arab, Palestina, Syiria dan Irak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bab VI

USHUL FIQIH

 

 

 

 

 

 

 


1.50.     Pokok Pembahasan Ushul Fiqih

Pernikahan merupakan akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban seseorang, serta tolong-menolong antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah Saw dan ibadah yang sangat banyak keutamaannya.[147]

 

1.51.     Tujuan dan Manfaat Ushul Fiqh

1.52.     Pokok Pembahasan Ushul Fiqih

1.53.     Tujuan dan Manfaat Ushul Fiqih

1.54.     Ijtihad

Artinya:

“Pencurahan segala kemampuan untuk mendapatkan hukum syara’ melalui dalil-dalil syara.”

1.55.     Bentuk Ijtihad

1.56.     Fungsi Ijtihad

1.57.     Hukum Syar’i

Hukum artinya peraturan atau undang-undang. Hukum Islam adalah peraturan atau undang-undang untuk mengatur umat Islam.

 

1.57.1.                Wajib

Wajib adalah perintah yang harus dikerjakan, apabila dikerjakan akan mendapat pahala atau ganjaran, tetapi jika perintah itu tidak dikerjakan maka berdosa. Contoh: mendirikan shalat lima waktu, mengerjakan puasa Ramadhan, dan mengeluarkan zakat.

1.57.1.1.            Dilihat dari kebolehan jenis perbuatan yang harus dilakukan.

1.    Wajib mu’ayyan. Allah telah menetapkan jenis perbuatan/ pekerjaan yang harus dilakukan secara jelas dan pasti. Sehingga kita tidak boleh menawar atau memilih alternatif lain. Misalnya shalat lima waktu.

2.    Wajib mukhayyar. Allah memberi kesempatan kepada kita untuk memilih salah satu diantara beberapa alternatif yang ada untuk diamalkan.

 

1.57.1.2.            Dilihat dari aspek jumlah atau ukuran penuaian kewajiban.

1.    Wajib muhaddad (telah ditentukan jumlahnya). Allah telah menentukan jumlah

 

 

 

2.    Wajib ghair muhaddad (tidak dibatasi jumlahnya)

 

 

1.57.1.3.            Dilihat dari aspek kepada siapa hukum itu dibebankan.

1.    Wajib ‘ain

2.    Wajib Kifayah

 

1.57.1.4.            Dilihat dari waktu penunaian kewajiban.

1.    Wajib muthlaq

2.    Wajib mu’aqqad

 

1.57.2.                Sunnah

Sunnah adalah pekerjaan yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Contoh: shalat witir dan puasa 10 Muharram.

1.    Sunnah mu’akkad

2.    Sunnah ghair mu’akkad

3.    Sunnah mustahab

 

 

1.57.3.                Haram

Haram adalah larangan apabila dikerjakan berdosa (mendapat siksa), dan apabila ditinggalkan mendapat pahala.

1.57.4.                Makruh

Makruh adalah sesuatu hal atau pekerjaan yang tidak disukai Allah Swt., apabila dikerjakan tidak berdosa dan apabila ditinggalkan mendapat pahala.

1.57.5.                Mubah

Mubah adalah sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Jika dikerjakan tidak mendapat pahala, jika dilakukan mendapat siksa. Contoh: makan, minum, dan berpakaian bagus.

1.58.     Sumber Hukum

1.58.1.                Al-Qur’an

Menurut bahasa, al-Qur’an berasal dari kata qara’a yang artinya ‘bacaan’. Sedangkan, pengertian al-Qur’an menurut istilah adalah kumpulan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui Malaikat Jibril.

 

1.58.1.1.    Proses turun al-Qur’an

Allah Swt menurunkan al-Qur’an tidak sekaligus melainkan dengan berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Allah Swt menurunkan wahyu kepada Rasullah Saw dengan berbagai cara, yakni:

1.    Malaikat memasukkan wahyu ked dalam hati Nabi Muhammad Saw

2.    ....

1.58.1.2.    Manfaat al-Qur’an

1.58.1.3.    Nama-nama al-Qur’an

1.58.1.4.    Adab Membaca al-Qur’an

1.58.2.                Hadits

1.58.3.                Ijma’

1.58.4.                Qiyas

1.59.     Sunnah

 

1.59.1.      Pengertian Sunnah

1.  Sunnah menurut bahasa adalah jalan yang biasa dilalui atau suatu cara yang senantiasa dilakukan tanpa mempermasalahkan, apakah cara tersebut baik atau buruk.[148]

2.  Menurut terminologi, sunnah adalah segala sesuatu yang diriwayatkan Nabi Muhammad Saw, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun pengakuan dan sifat Nabi. 

 

 

 

 

1.59.2.      Macam-macam Sunnah

1.  Sunnah qauliyah, yaitu ucapan Nabi yang didengar oleh sahabat beliau dan disampaikan kepada orang lain. Contoh: sahabat menyampaikan bahwa ia mendengar Nabi bersabda: “ Siapa yang tidak shalat karena tertidur atau karena lupa, hendaklah ia mengerjakan shalat itu ketika ia telah ingat.”

2.  Sunnah fi’liyyah, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw yang dilihat atau diketahui oleh sahabat, kemudian disampaikan kepada orang lain dengan ucapannya. Contoh: seorang sahabat berkata: “Saya melihat Nabi Muhammad Saw melakukan shalat sunat dua raka’at sesudah shalat zuhur”.

3.  Sunnah taqririyah, yaitu perbuatan seorang sahabat atau ucapannya yang dilakukan di hadapan atau sepengetahuan Nabi, tetapi tidak ditanggapi atau dicegah oleh Nabi Saw. Diamnya Nabi itu disampaikan oleh sahabat yang menyaksikan kepada orang lain dengan ucapannya. Contoh: seorang sahabat berkata: “saya melihat seorang sahabat memakan daging dhab di dekat Nabi. Nabi mengetahuim tetapi Nabi tidak melarang perbuatan itu.”

 

1.59.3.      Periwayatan Sunnah

1.  Khabar mutawatir adalah khabar yang disampaikan secara berkesinambungan oleh orang banyak kepada orang banyak yang kuantitasnya untuk setiap sambungan mencapai jumlah tertentu yang tidak memungkinkan mereka sepakat untuk berbohong.

2.  Khabar masyhur adalah khabar yang diterima dari Nabi oleh beberapa orang sahabat kemudian disampaikan kepada orang banyak yang jumlahnya mencapai ukuran batas khabar mutawatir.

3.  Khabar Ahad adalah khabat yang disampaikan dan diterima dari Nabi secara perorangan dan dilanjutkan periwayatannya sampai kepada perawi terakhir secara perorangan pula.

 

1.59.4.      Kebenaran Khabar dari Segi Ibarat yang Digunakan Pembawa Berita dalam Menyampaikan Berita

1.59.5.      Fungsi Sunnah

1.  Menguatkan dan menegaskan hukum-hukum yang tersebut dalam al-Qur’an atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir. Dalam bentuk ini Sunnah hanya seperti mengulangi apa-apa yang tersebut dalam al-Qur’an.

2.  Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam al-Qur’an dalam hal:

a.    Menjelaskan arti yang masih samar dalam al-Qur’an.

b.    Merinci apa-apa yang dalam al-Qur’an disebutkan secara garis besar.

c.     Membatasi apa-apa yang dalam al-Qur’an disebutkan secara umum.

d.    Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam al-Qur’an.

3.  Menetapkan sesuatu hukum dalam Sunnah yang secara jelas tidak terdapat dalam al-Qur’an. Dengan demikian kelihatan bahwa Sunnah menetapkan sendiri hukum yang tidak ditetapkan dalam al-Qur’an. Fungsi Sunnah dalam bentuk ini disebut itsbat atau insya.

 

1.59.6.      Penjelasan Sunnah terhadap Hukum dalam al-Qur’an

1.  Nabi memberikan penjelasan dengan cara dan bahasa yang mudah ditangkap oleh umat sesuai dengan kemapuan akal mereka pada waktu itu.

2.  Nabi memberikan penjelasan dengan cara-cara dan contoh-contoh yang secara nyata terdapat di sekitar lingkungan kehidupan waktu itu.

 

1.59.7.      Sunnah Berdaya Hukum

 

 

1.    Sunnah bukan tasyri’ atau sunnah tidak berdaya hukum, yaitu sunnah yang tidak harus diikuti  dan oleh karenanya tidak mengikat. Sunnah ini ada tiga:

a.    Ucapan dan perbuatan Nabi yang timbul dari hajat insani dalam kehidupan keseharian Nabi dalam pergaulan, seperti: makan, tidur, kunjungan.

b.    Ucapan dan perbuatan Nabi yang timbul dari pengalaman pribadi, kebiasaan dalam pergaulan, seperti: urusan dalam pertanian dan kesehatan badan.

c.     Ucapan dan perbuatan Nabi yang timbul dari tindakan pribadi dalam keadaan dan lingkungan tertentu, seperti penempatan pasukan, pengaturan barisan dan penentuan tempat dalam peperangan.

2.    Sunnah Tasyri’ atau sunnah yang berdaya hukum yang mengikat untuk diikuti.

a.    Ucapan dan perbuatan yang muncul dari Nabi dalam bentuk penyampaian risalah dan penjelasn terhadap al-Qur’an.

b.    Ucapan dan perbuatan yang timbul dari Nabi dalam kedudukannya sebagai imam dan pemimpin umat Islam.

c.     Ucapan dan perbuatan Nabi dalam kedudukannya sebagai hakim atau qadhi.

 

 

 

1.59.8.      Hadits Qudsi

1.60.     Ijma’

Artinya: “Ijma’ adalah kesepakatan (konsensus) seluruh mujtahid pada suatu masa tertentu sesudah wafatnya Rasulullah Saw atas hukum syara’ untuk suatu peristiwa (kejadian).”

 

1.61.     Qiyas

Artinya: “Menyamakan atau mengukur satu kejadian yang tidak ada nash tentang hukumnya dengan kejadian yang ada nash tentang hukumnya di dalam hukum yang disebutkan di dalam nash karena ada kesamaan antara dua kejadian itu di dalam illat hukum tersebut.”

 

1.62.     Ra’yu

1.63.     Istihsan

1.64.     Maslahah Mursalah

1.65.     Istishab

1.66.     ‘Urf

1.67.     Sadd Dzari’ah

1.68.     Mazhab Shahabi

1.69.     Syar’u Man Qablana

 

 

 

 

 

 

 

 

USHUL FIQH

A.    IJTIHAD

 

B.    ITTIBA’

 

Artinya: “Menerima atau mengikuti pendapat perbuatan seseorang dengan mengetahui dasar pendapat atau perbuatannya itu.”

C.    TALQID

 

Artinya: “Menerima atau mengikuti pendapat perbuatan seseorang tanpa mengetahui dasar pendapat  atau perbuatan itu.”

D.   TARJIH

E.    TALFIQ

F.    FATWA

G.   AL-QUR’AN

H.   AS-SUNNAH

I.     IJMA’

J.    QIYAS

K.    RA’YU

L.    ISTIHSAN

M.   ISTIHAB

N.    MASHALIHUL MURSALAH

O.   URF

P.    SADDUDZ DZARA’I

Q.   MADZHAB SHAHABI

R.    SYAR’U MANSUKH QABLANA

S.    DILALATUL IQTIRAN

T.    AMAR DAN NAHI

U.   MUTHLAQ DAN MUQAYYAD

V.    MANTUQ DAN MAFHUM

W.   MUJMAL DAN MUBAYYAN

X.    MURADIF DAN MUSYTARAK

Y.    DZAHIR DAN TA’WIL

Z.    NASIKH DAN MANSUKH

Bab VII

KAIDAH FIQIH

 

 

 

 

 

 

 


1.70. Kaidah Pertama

الامور بمقاصدها
Segala sesuatu tergantung pada tujuannya.

 

Sabda Rasulullah SAW. :

انما الاعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى رواه البخارى

 “Segala sesuatu tergantung pada niatnya, dan apa yang didapatkan ialah apa yang telah diniatkan.” (HR. Bukhari).

 

Contoh kaidah:

1.  Diwajibkannya niat dalam berwudhu, mandi, shalat dan puasa.

2.  Penggunaan kata kiasan (kinayah) dalam talak. Seperti ucapan seorang suami kepada istrinya: انت خالية (engkau adalah wanita yang terasing). Jika suami bertujuan menceraikan dengan ucapannya tersebut, maka jatuhlah talak kepada istrinya, namun jika ia tidak berniat menceraikan maka tidak jatuh talak-nya.

 

1.71. Kaidah Kedua

اليقين لا يزال بالشك

Keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh keraguan.

 

Contoh kaidah:

1.  Seorang bernama Doel Fatah ragu, apakah baru tiga atau sudah empat rakaat shalatnya? maka, Doel Fatah harus menetapkan yang tiga rakaat karena itulah yang diyakini.

2.  Santri bernama Maid baru saja mengambil air wudhu di kolam depan komplek A PP. Putra An-Nawawi. Kemudian timbul keraguan dalam hatinya; "batal durung yo..? kayane aku nembe demek..." maka hukum thaharah-nya tidak hilang disebabkan keraguan yang muncul kemudian.

3.  seseorang meyakini telah berhadats dan kemudian ragu apakah sudah bersuci atau belum, maka orang tersebut masih belum suci (muhdits).

 

 

1.71.1.                Sub Pertama

الاصل بقاء ما كان على ما كان

Pada dasarnya ketetapan suatu perkara tergantung pada keberadaannya semula.


Contoh kaidah :

1.  Seseorang yang makan sahur dipenghujung malam dan ragu akan keluarnya fajar maka puasa orang tersebut hukumnya sah. Karena pada dasarnya masih tetap malam (al-aslu baqa-u al-lail).

2.  Seseorang yang makan (berbuka) pada penghujung siang tanpa berijtihad terlebih dahulu dan kemudian ragu apakah matahari telah terbenam atau belum, maka puasanya batal. Karena asalnya adalah tetapnya siang (al-ashl baqa-u al-nahr).

 

1.71.2.                Sub Kedua

الاصل براة الذمة

hukum asal adalah tidak adanya tanggungan.


Contoh kaidah:

1.  Seorang yang didakwa (mudda’a ‘alaih)melakukan suatu perbuatan bersumpah bahwa ia tidak melakukan perbuatan tersebut. Maka ia tidak dapat dikenai hukuman, karena pada dasarnya ia terbebas dari segala beban dan tanggung jawab. Permasalahan kemudian dikembalikan kepada yang mendakwa (mudda’i).

 

1.71.3.                Sub Ketiga

الاصل فى الآ شياء الاءباحة

Hukum ashal (pada dasarnya) segala sesuatu itu diperbolehkan.

 

Nabi SAW. bersabda :

ما احل الله فهو حلال وما حرم الله فهو حرام وما سكت عنه فهو مما عفو

Sesuatu yang dihalalkan Allah adalah halal dan sesuatu yang diharamkan Allah adalah haram. Sedangkan hal-hal yang tidak dijelaskan Allah merupakan pengampunan dari-Nya”.


Contoh kaidah :

1.  Dua sahabat bernama Lukman dan Rahmat Taufiq jalan-jalan ke Jakarta. Setelah lama muter-muter sambil menikmati indahnya ibu kota, perut kedua bocah ndeso tersebut protes sambil berbunyi nyaring alias kelaparan. Akhirnya setelah melihat isi dompet masing-masing keduanya memutuskan untuk mampir makan di restourant yang lumayan mewah tapi kemudian keduanya ragu apakah daging pesenannya itu halal atau haram. Dengan mempertimbangkan makna kaidah diatas, maka daging itu boleh dimakan.

2.  Tiba-tiba ada seekor merpati yang masuk ke dalam sangkar burung milik Koci. ketika pemilik sangkar (Koci) melihat merpati tersebut dia merasa tertarik dan ingin memilikinya, namun Koci masih ragu apakah dia boleh memeliharanya atau tidak. Maka hukumnya burung merpati tersebut boleh atau bebas untuk dimiliki.

3.  Ketika ragu akan besar kecilnya kadar emas yang digunakan untuk menambal suatu benda maka hukum benda tersebut boleh untuk digunakan.

4.  Memakan daging Jerapah diperbolehkan, sebagaimana al-Syubki berkata sesungguhnya memakan daging Jerapah hukumnya mubah.

 

1.71.4.                Sub Keempat

الاصل فى الابضاع التحريم
Hukum asal farji adalah haram.

 

Allah SWT. berfirman QS. Al-Mukminun (23) 5-7:

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.”[149]

 

Contoh kaidah:

1.  Ketika seorang perempuan sedang berkumpul dengan beberapa temannya dalam sebuah perkumpulan majlis taklim, maka laki-laki yang menjadi saudara perempuan tersebut dilarang melakukan ijtihad untuk memilih salah satu dari mereka menjadi istrinya. Termasuk dalam persyaratan ijtihad adalah asalnya yang mubah, sehingga oleh karenanya perlu diperkuat dengan ijtihad. Sedangkan dalam situasi itu, dengan jumlah perempuan yang terbatas, dengan mudah dapat diketahui nama saudara perempuannya yang haram dinikahi dan mana yang bukan. Berbeda ketika jumlah perempuan itu banyak dan tidak dapat dihitung, maka terdapat kemurahan, sehingga oleh karenanya, pintu pernikahan tidak tertutup dan pintu terbukanya kesempatan berbuat zina.

2.  Seseorang mewakilkan (al-muwakkil) kepada orang lain untuk membeli jariyah (budak perempuan) dengan menyebut cirri-cirinya. Ternyata, sebelum sempat menyerahkan jariyah yang dibelinya tersebut, orang yang telah mewakili (wakil) tersebut meninggal. Maka sebelum ada penjelasan yang menghalalkan, jariyah itu belum halal bagi muwakkil karena walaupun memiliki cirri-ciri yang disebutkannya, dikhawatirkan wakil membeli jariyah untuk dirinya sendiri.

 

1.72. Kaidah Ketiga

المشقة تجلب التيسر

Kesulitan akan menarik kepada kemudahan.

 

Allah SWT. berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2): 185.

“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”

 

Contoh kaidah :

1.  Seorang bernama Godril yang sedang sakit parah merasa kesulitan untuk berdiri ketika shalat fardhu, maka ia diperbolehkan shalat dengan duduk. Begitu juga ketika ia merasa kesulitan shalat dengan duduk, maka diperbolehkan melakukan shalat dengan tidur terlentang.

2.  Seseorang yang karena sesuatu hal, sakit parah misalnya, merasa kesulitan untuk menggunakan air dalam berwudhu, maka ia diperbolehkan bertayamum.

3.  Pendapat Imam Syafi'i tentang diperbolehkannya seorang wanita yang bepergian tanpa didampingi wali untuk menyerahkan perkaranya kepada laki-laki lain”.

 

1.73. Kaidah Keempat

الضرر يزال

Bahaya harus dihilangkan.


Contoh kaidah:

1.  Diperbolehkan bagi seorang pembeli memilih (khiyar) karena adanya 'aib (cacat) pada barang yang dijual.

2.  Diperbolehkannya merusak pernikahan (faskh al-nikah) bagi laki-laki dan perempuan karena adanya 'aib.

 

1.73.1.                Sub Pertama

الضررلا يزال بالضرر

Bahaya tidak dapat dihilangkan dengan bahaya lainnya.


Contoh kaidah:

1.  Mbah Yoto dan Lutfi adalah dua orang yang sedang kelaparan, keduanya sangat membutuhkan makanan untuk meneruskan nafasnya. Mbah Yoto, saking tidak tahannya menahan lapar nekat mengambil getuk Asminah (asli produk gintungan) kepunyaan Lutfi yang kebetulan dibeli sebelumnya di warung Syarof CS. Tindakan mbah Yoto -walaupun dalam keadaan yang sangat menghawatirkan baginya- tidak bisa dibenarkan karena Lutfi juga mengalami nasib yang sama dengannya, yaitu kelaparan.

 

1.73.2.                Sub Kedua

الضرورات تبيح المحظورات

Kondisi darurat memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang.


Contoh kaidah:

1.  Ketika dalam perjalan dari Sumatra ke pondok pesantren An-Nawawi, ditengah-tengah hutan Kasyfurrahman alias Rahman dihadang oleh segerombolan begal, semua bekal Rahman ludes dirampas oleh mereka yang tak berperasaan -sayangnya Rahman tidak bisa seperti syekh Abdul Qadir al-Jailany yang bisa menyadarkan para begal- karenanya mereka pergi tanpa memperdulikan nasib Rahman nantinya, lama-kelamaan Rahman merasa kelaparan dan dia tidak bisa membeli makanan karena bekalnya sudah tidak ada lagi, tiba-tiba tampak dihadapan Rahman seekor babi dengan bergeleng-geleng dan menggerak-gerakkan ekornya seakan-akan mengejek si-Rahman yang sedang kelaparan tersebut. Namun malang juga nasib si babi hutan itu. Rahman bertindak sigap dengan melempar babi tersebut dengan sebatang kayu runcing yang dipegangnya. Kemudian tanpa pikir panjang, Rahman langsung menguliti babi tersebut dan kemudian makan dagingnya untuk sekedar mengobati rasa lapar.Tindakan Rahman memakan daging babi dalam kondisi kelaparan tersebut diperbolehkan. Karena kondisi darurat memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang.

2.  Diperbolehkan melafazdkan kalimat kufur karena terpaksa.

1.73.3.                Sub Ketiga

 

 

الضرر يدفع بقدر الإمكان

 

 

 

1.73.4.                Sub Keempat

 

 

ما أبيح للضرورة يقدر بقدرها

 

 

1.73.5.                Sub Kelima

 

 

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

 

 

1.73.6.                Sub Keenam

 

 

يتحمل الضرر الخاص لدفع ضرر عام

 

 

1.73.7.                Sub Ketujuh

 

 

 

الإضطرار لا يبطل حق الغي

 

 

1.73.8.                Sub Kedelapan

 

 

الحاجة قد نزلت منزلة الضرورة عامة كانت أو خاصة

 

 

 

 

1.74. Kaidah Kelima

العادة محكمة

Adat bisa dijadikan sandaran hukum.


Contoh kaidah:

1.  Seseorang menjual sesuatu dengan tanpa menyebutkan mata uang yang dikehendaki, maka berlaku harga dan manfaat uang yang umum dipakai.

2.  Batasan sedikit, banyak dan umumnya waktu haidh, nifas dan suci bergantung pada kebiasaan (adat perempuan sendiri).

 

1.75. Kaidah Keenam

الاء يثار بالعبادة ممنوع

Mendahulukan orang lain dalam beribibadah adalah dilarang.

 

Firman Allah SWT dalam Qs. Al-Baqarah (2):148.

Artinya: “Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan”.

 

Contoh kaidah:

1.  Mendahulukan orang lain atau menempati shaf awal (barisan depan) dalam shalat.

2.  Mendahulukan orang lain untuk menutup aurat dan menggunakan air wudhu. Artinya, ketika kita hanya memiliki sehelai kain untuk menutup aurat, sedangkan teman kita juga membutuhkannya, maka kita tidak boleh memberikan kain itu kepadanya karena akan menyebabkan aurat kita terbuka.Begitu pula dengan air yang akan kita gunakan untuk bersuci, maka kita tidak boleh menggunakan air tersebut. Karena hal ini berkaitan dengan ibadah.

 

1.76. Kaidah Ketujuh

الاء يثار بغيرالعبادة مطلوب

Mendahulukan orang lain dalam selain ibadah dianjurkan.

 

Firman Allah SWT. Dalam QS. Al-Hasr (59):9.

Artinya: “Dan orang-orang yang Telah menempati kota Madinah dan Telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.”

 

Contoh kaidah:

1.  Mendahulukan orang dalam menerima tempat tinggal (Almaskan).

2.  Mendahulukan orang lain untuk memilih pakaian.

3.  Mempersilahkan orang lain untuk makanan lebih dulu.

 

1.77. Kaidah Kedelapan

تصرف الامام على الرعية منوط بالمصلحة

Kebijakan pemimpin atas rakyatnya dlakukan berdasarkan pertimbangan kemaslahatan.

 

Rasulullah SAW. bersabda :

كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته

“Masing-masing dari kalian adalah pemimpin dan setiap dsari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinan”.


Contoh kaidah:

1.  Seorang pemimpin (imam) dilarang membagikan zakat kepada yang berhak (mustahiq) dengan cara membeda-bedakan diantara orang-orang yang tingkat kebutuhannya sama.

2.  Seorang pemimpin pemerintahan, sebaiknya tidak mengankat seorang fasiq menjadi imam shalat. Karena walaupun shalat dibelakangnya tetap sah, namun hal ini kurang baik (makruh).

3.  Seorang pemimpin tidak boleh mendahulukan pembagian harta baitul mal kepada seorang yang kurang membutuhkannya dan mengakhirkan mereka yang lebih membutuhkan.



1.78. Kaidah Kesembilan

 

الحدود تسقط بالشبهات

Hukum gugur karena sesuatu yang syubhat.

 

Rasulullah SAW. bersabda :

ادرؤا الحدود بالشبهات

Tinggalkanlah oleh kamu sekalian had-had dikarenakan (adanya) berbagai ketidak jelasan.

 

Contoh kaidah:

1.    Seorang laki-laki tidak dikenai had, ketika melakukan hubungan seksual dengan wanita lain yang disangka istrinya (wathi syubhat).

2.    Seseorang melakukan hubungan seks dalam nikah mut'ah, nikah tanpa wali atau saksi atau setiap pernikahan yang dipertentangkan, tidak dapat dikenai had sebab masih adanya perbedaan pendapat antara ulama, sebagian membolehkan nikah mut'ah dan nikah tanpa wali dan sebagian lagi berpendapat sebalikannya.

3.    Orang mencuri barang yang disangka sebagai miliknya, atau milik bapaknya, atau milik anaknya, maka orang tersebut tidak dikenai had.

4.    Orang meminum khamr (arah) untuk berobat tidak dikenai had karena masih terdapat khilaf antar ulama'.

 

1.79. Kaidah Kesepuluh

 

ما لا يتم الواجب الا به فهو واجب

Sesuatu yang karena diwajibkan menjadi tidak sempurna kecuali dengan keberadaannya,maka hukumnya wajib.


Contoh Kaidah:

1.  Wajib membasuh bagian leher dan kepala pada saat membasuh wajah saat berwudhu.

2.  Wajibnya membasuh bagian lengan atas dan betis (wentis) pada saat membasuh lengan dan kaki.

3.  Wajibnya menutup bagian lutut pada saat menutup aurat bagi laki-laki dan wajibnya dan wajibnya menutup bagian wajah bagi wanita.

 

1.80. Kaidah Kesebelas


الخروج من الخلاف مستحبٌّ

Keluar dari perbedaan pendapat hukumnya sunat (mustahab).


Contoh kaidah:

1.  Disunatkan menggosok badan (dalk) ketika bersuci dan memeratakan air ke kepala dengan mengusapkannya, dan tujuan keluar dari khilafdengan imam malik berpendapat bahwa dalk dan isti'ab al-ro'sy (meneteskan kepala dengan air) adalah wajib hukumnya.

2.  Disunatkan membasuh sperma, yang menurut imam malik wajib hukumnya.

3.  Sunah men-qashar shalat dalam perjalanan yang mencapai tiga marhalah, karena keluar dari khilaf dengan Abu hanifah yang mewajibkannya.

4.  Disunatkan untuk tidak menghadap atau membelakangi arah kiblat ketika membuang hajat, walaupun dalam sebuah ruangan atau adanya penutup, karena untuk keluar dari khilaf imam Tsaury yang mewajibkannya.

 

1.81. Keduabelas

 

ما كان اكثر فعلا كان اكثر فضلا

Sesuatuyang banyak aktifitasnya, maka banyak pula keutamaanya.

 

Rasulullah SAW. bersabda:

اجرك على قدر نصبك. رواه مسلم

“Besarnya pahalamu tergantung pada usahamu. (HR. Muslim)


Contoh kaidah:

1.  Shalat witir dengan fashl (tiga rakaat dengan dua salam) lebih utama dari pada wasl (tiga rakaat dengan satu salam) karena bertambahnya niat,takbir dan salam.

2.  Orang melakulan shalat sunah dengan duduk, maka pahalanya setengan dari pahala orang yang shalat sambil berdiri. Orang yang shalat tidur mirung, maka pahalanya adalah setengah dari orang yangh shalat dengan duduk.

3.  Memishkan pelaksanaan antara ibadah haji dengan umrah adalah lebih utama dari pada melaksanakan bersama-sama.

 

1.82. Kaidah Ketiga-belas


ما لا يدرك كله لا يترك كله

Jika tidak mampu mengerjakan secara keseluruhanmaka tidak boleh meninggalkan semuanya.


Contoh kaidah:

1.  Seorang yang tidak mampu berbuat kebajikan dengan satu dinar tetapi mampu dengan dirham maka lakukanlah.

2.  Seserang yang tidak mampu untuk mengajar atau belajar berbagai bidang studi (fan) sekaligus, maka tidak boleh meninggalkan keseluruhannya.

3.  Seseorang yang merasa berat untuk melakukan shalat malam sebanyak sepuluh rakaat, maka lakukanlah shalat malam empat rakaat.

 

1.83. Kaidah Keempat Belas


الميسور لا يسقط بالمعسور
Sesuatu yang mudah tidak boleh digugurkan dengan sesuatu yang sulit.

 

Nabi SAW. bersabda :

وما امرتكم به فأتوا منه ما استطعتم. رواه شيخان

Artinya: “Sesuatu yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampukalian.” (HR. Bukhari Muslim)


Contoh kaidah:

Seorang yang terpotong bagian tubuhnya, maka tetap wajib baginya membasuh anggota badan yang tersisah ketika bersuci.

1.  Seseorang yang mampu menutup sebagian auratnya, maka ia wajib menutup aurat berdasarkan kemampuannya tersebut.

2.  Orang yang mampu membaca sebagian ayat dari surat Al-Fatihah, maka ia wajib membaca sebagian yang ia ketahui tersebut.

3.  Orang yang memiliki harta satu nisab, namun setengah darinya berada ditempat jauh (ghaib) maka harus dikeluarkan untuk zakat adalah harta yang berada ditangannya.

 

1.84. Kaidah Kelima Belas

 

الخير المتعدي افضل من القاصر
Kebaikan yang memiliki dampak banyak lebih utama daripada yang manfaatnya sedikit (terbatas).


Contoh kaidah:

1.  Mengajarkan ilmu lebih utama daripada shalat sunah.

2.  Orang yang menjalankan fardhu kifayah lebih istimewa karena telahmenggugurkan dosa umat daripada orang yang melakukan fardhu 'ain.

 

1.85. Kaidah Keenam Belas


الرضى بالشيء رضى بما يتولد منه

Rela akan sesuatu berarti rela dengan konsekuensinya.


Contoh kaidah:

1.  Menerima suami istri dengan kekurangan yang dimiliki salah satu dari keduanya. Maka tidak boleh mengembalikan kepada walinya.

2.  Seseorang memita tangannya di potong dan berakibat kepada rusaknya anggota tubuh yang lain, maka orang tersebut tidak boleh menuntut kepada pemotong tangan.

3.  Memakai wangi-wangian sebelum melaksanankan ihram, teapi wanginya bertahan sampai waktu ihram maka tidak dikenahi fidyah.

 

1.86. Kaidah Ketujuh Belas


الحكم يدور مع العلة وجودا وعدما

Hukum itu berputar beserta 'illatnya, baik dari sisi wujudnya maupun ketiadaannya’illatnya.


Nabi SAW. bersabda :

كل مسكر خمر وكل خمر حرام

Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr hukumnya haram.

 

Contoh kaidah :

1.  Alasan diharamkannya arak (khamr) adalah karena memabukkan. Jika kemudian terdeteksi bahwa arak tidak lagi memabukkan seperti khamr yang telah berubah menjadi cuka maka halal.

2.  Memasuki rumah orang lain atau memakai pakaiannya tanpa adanya ijin adalah haram hukumnya. Namun ketika namun ketika diketahui bahwa pemiliknya merelakan, maka tidak ada masalah didalamnya (boleh).

3.  Alasan diharamkannya minum racun karena adanya unsur merusakkan. Andaikata unsure yang merusakkan itu hilang, maka hukumnya menjadi boleh.

 

1.87. Kaidah Kedelapan Belas

 

 

الإجتهاد لا ينقض بالإجتهاد

 

 

 

1.88. Kaidah Kesembilan Belas

 

 

التابع تابع

 

1.89. Kaidah Kedua Puluh

 

 

إذا اجتمع أمران من جنس واحد ولم يختلف مقصودهما دخل أحدهما فى الأخر غالبا

 

 

 

1.90. Kaidah Kedua Puluh Satu

 

 

إعمال الكلام أولى من إهماله

 

 

1.91. Kaidah Kedua Puluh Dua

 

 

الخراج بالضمان

 

 

1.92. Kaidah Kedua Puluh Tiga

 

 

الخروج من الخلاف مستحب

 

 

 

1.93. Kaidah Kedua Puluh Empat

 

 

 

الدفغ أقوى من الرفع

 

 

1.94. Kaidah Kedua Puluh Lima

 

 

الرخص لا تناط بالمعصى

 

 

 

 

1.95. Kaidah Kedua Puluh Enam

 

 

لا ينسب لساكت قول

 

 

 

 

1.96. Kaidah Kedua Puluh Tujuh

 

 

 

المتعدي أفضل من القاصر

 

 

1.97. Kaidah Kedua Puluh Delapan

 

 

الفرض أفضل من النفل

 

 

1.98. Kaidah Kedua Puluh Sembilan

 

 

 

الفضيلة المتعلقة بذات العبادة أولى من المتعلقة بمكانها

 

 

1.99. Kaidah Ketiga Puluh

 

 

 

الواجب لا يترك إلا لواجب

 

 

 

1.100.  Kaidah Ketiga Puluh Satu

 

 

 

ما أوجب أعظم الأمرين بخصوصه لا يوجب أهونهما بعمومه

 

 

1.101.  Kaidah Ketiga Puluh Dua

 

 

ما ثبت بالشرع مقدم على ما ثبت بالشرط

 

 

1.102.  Kaidah Ketiga Puluh Tiga

 

 

 

ماحرم استعماله حرم اتخاذه

 

 

1.103.  Kaidah Ketiga Puluh Empat

 

 

ما حرم أخذه حرم إعطائه

 

 

1.104.  Kaidah Ketiga Puluh Lima

 

 

المشغول لا يشغل

 

 

1.105.  Kaidah Ketiga Puluh Enam

 

 

 

 

من استعجل شيئا قبل أوانه عوقب بحرمانه

 

 

1.106.  Kaidah Ketiga Puluh Tujuh

 

 

النفل  أوسع من الفرض

 

1.107.  Kaidah Ketiga Puluh Delapan

 

 

لا عبرة بالظن البين خطاؤه

 

 

1.108.  Kaidah Ketiga Puluh Sembilan

 

يغتفر فى الوسائل ما لا يغتفر فى المقاصد

 

 

1.109.  Kaidah Keempat Puluh

 

 

Bab VII

MASAIL FIQHIYYAH

 

 

 

 

 

 

 


1.110.  Fiqih Ibadah

.......[150]

1.110.1.             Tatacara shalat di dalam pesawat

1.110.2.             Fidyah Shalat

1.110.3.             Hukum shalat Jum’at pada Hari Raya

1.110.4.             Penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha

1.110.5.             Hukum Suntik bagi orang yang berpuasa

1.110.6.             Zakat hasil profesi

1.110.7.             Hukum pendayagunaan hasil zakat untuk pembangunan masjid

1.110.8.             Hukum arisan haji

1.110.9.             Hukum perjalanan wanita tanpa mahram

1.110.10.          Hukum pendistribusian hewan Qurban keluar daerah

1.110.11.          Hukum Ziarah Kubur

1.110.12.          Amal Shaleh setelah Mati

1.111.  Fiqih Muamalat

1.111.1.             Hukum membudidayakkan cacing

1.111.2.             Hukum membudidayakan bekicot

1.111.3.             Hukum membudidayakan dan memakan kodok

1.111.4.             Hukum penyembelihan hewan secara mekanis dengan pemingsanan

1.111.5.             Hukum memanfaatkan dan memperdagangkan darah hewan

1.111.6.             Hukum memelihara anjing kesayangan

1.111.7.             Hukum bisnis Multi Level Marketing

1.111.8.             Hukum menjual wakaf

1.111.9.             Hukum taruhan dalam olah raga

1.111.10.          Hukum sumbangan non muslim untuk pembangunan masjid

 

1.112.  Fiqih Munakahat

1.112.1.             Hukum perkawinan muslim dengan non muslim

1.112.2.             Hukum perkawinan berdasarkan tatacara aliran kepercayaan

1.112.3.             Hukum perkawinan wanita yang sedang hamil zina

1.112.4.             Hukum pengangkatan wali hakim

1.112.5.             Hukum aborsi

1.112.6.             Hukum vasectomi dan tubectomi

1.112.7.             Hukum inseminasi buatan

1.112.8.             Hukum adaposi anak

1.112.9.             Hukum euthanasia

 

1.113.  Fiqih Mawaris

1.113.1.             Perwalian terhadap harta pusaka milik anak yatim

1.113.2.             Tatacara pembagian harta pusaka yang dipersengketakan

1.113.3.             Tatacara pembagian harta pusaka kepada ahli waris yang berbeda agama

1.113.4.             Tatacara pembagian harta pusaka yang telah dikembangbiakkan

 

1.114.  Fiqh Jinayat

1.115.  Fiqih Siyasah



[1] إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

 “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri” Al-Baqarah ayat 222.

[2] الإِسْلَام نَظِيْفٌ فَتَنَظَّفُوا فَإِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الجَنَّةَ إِلَّا نَظِيْف

 “Islam itu bersih, maka dari itu jagalah kebersihan! Sesungguhnya tidak dapat masuk surga kecuali orang yang bersih”. (HR. Thabrani)

   النَظَافَةُ تَدْعُو إِلىَ الإِيْمَانِ

“Sesungguhnya kebersihan itu membawa kepada iman”. (HR. Thabrani)

 

[3] إِنَّ اَلْمَاءَ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ إِلَّا مَا غَلَبَ عَلَى رِيحِهِ وَطَعْمِهِ وَلَوْنِهِ

"Sesungguhnya benda najis tidak merubah air menjadi najis kecuali ia sampai merubah bau, rasa, dan warnanya." (HR. Ibnu Majah dari Abu Umamah al-Bahili)

 

[4]Rasulullah Saw bersabda: “Cara mencuci bejana yang dijilat anjing adalah dengan dibasuh tujuh kali, salah satunya hendaklah dicampur dengan tanah”. (HR. Muslim).

[5]أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ فَتَمَضْمَضَ خَرَجَتِ الْخَطَايَا مِنْ فِيهِ، فَإِذَا اسْتَنْثَرَ خَرَجَتِ الْخَطَايَا مِنْ أَنْفِهِ، فَإِذَا غَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجْتِ الْخَطَايَا مِنْ وَجْهِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَشْفَارِ عَيْنَيْهِ، فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَتِ الْخَطَايَا مِنْ يَدَيْهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِ يَدَيْهِ، فَإِذَا مَسَحَ بِرَأْسِهِ خَرَجَتِ الْخَطَايَا مِنْ رَأْسِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ أُذُنَيْهِ، فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتِ الْخَطَايَا مِنْ رِجْلَيْهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِ رِجْلَيْهِ، ثُمَّ كَانَ مَشْيُهُ إِلَى الْمَسْجِدِ وَصَلَاتُهُ نَافِلَةً لَهُ»

Rasulullah Saw bersabda: “Jika seorang Muslim (mu’min) berwudhu, ia berkumur, maka keluarlah (hilang) dosa dari mulutnya, ketika ia menghirup air ke hidung kemudian dikeluarkan kembali, keluarlah dosa yang telah diperbuat hidungnya. Ketika ia membasuh mukanya, maka keluarlah dosa yang telah dilihat dengan matanya bersama dengan tetesan terakhir. Ketika ia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah tiap-tiap dosa yang disentuh tangannya bersama dengan tetesan terakhir. Ketika ia mengusap kepalanya, maka keluarlah tiap-tiap dosa yang telah dipikirkannya sehingga keluar dari kedua telinganya. Ketika ia membasuh kedua kakinya, maka keluarlah dosa-dosa yang telah dijalani oleh kakinya bersama-sama dengan tetesan air yang terakhir hingga keluar bersih dari dosanya, kemudia berjalan kemasjid dan shalatnya merupakan perbuatan sunnat.” (HR. Annasa’i)

[6]نَوَيْتُ الوُضُوْءَ لِرَفْعِ الحَدَثِ الأَصْغَرِ فَرْضَ لِلَّهِ تَعَالَى

“Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil fardhu karena Allah Ta’ala.”

[7]يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُؤوسِكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,” (Q.S. Al-Maidah:6)

[8]تَوَضَؤُوْا بِسْمِ اللهِ

“Berwudhulah kamu dengan membaca nama Allah” (HR. Abu Dawud).

[9]إِذَا تَوَضَّأْتَ فَخَلِّلْ بَيْنَ أَصَابعِ يَدَيْكَ وَ رِجْلَيْكَ

“Apabila kamu berwudhu hendaklah kamu sela-sela anak jari kedua tanganmu dan anak-anak jari kedua kamimu.” (HR. Turmudzi).

[10]كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ التَّيَامُنَ فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطَهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ

Rasulullah Saw suka mendahulukan anggota kanan dalam memakai sandal, bersisir, bersucidandalamsegalahal.” (HR. Bukhari dan Muslim).

[11]لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاة

“kalautidakakanmenyusahkanumatkuakanakuperintahkanmerekabersiwak/ menggosokgigisetiapberwudhu.” (HR. Bukhari)

[12]أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه اللّهُمَّ اجْعَلَنِي مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

“Aku bersaki bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad Saw adalah hamba-Nya dan utusan-Ny”.Ya Allah jadikanlahaku orang yang bertaubatdan orang yang suci.” (HR. Muslim, Ahmad dan Turmudzi).

[13]أَوْ جَآءَ أَحَد مِّنكُم مِّنَ الْغَآئِطِ

“Atausalahseorangdarikamudating  daritempatbuang air”. (QS. Annisa: 43).

لَا يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتىَّ يَتَوَضَّأ

“Allah tidak menerima shalat seseorang apabila ia berhadats sebelum ia berwudhu.” (HR. Bukhari Muslim).

[14] العَيْنَانِ وِكاءُ السَّه فَاِذَا نَامَتِ العَيْنَانِ استطلَق الوِكَاءُ فَمَنْ نَامَ فَلْيَتَوَضَأْ

“Keduamataitutali yang mengikatpintudubur, makaapabilakeduamatatidur, terbukalahikatanitu, maka orang yang tidurhendaklahiaberwudhu.” (H.R. Abu Daud)

[15]أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَآءَ

“Ataukamutelahmenyentuhperempuan.” (QS. An-Nisa: 43)

[16]مَنْ مَسَّ فَرْجَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ

“Barangsiapamenyentuhkemaluannya, hendaklahberwudhu.”(HR. IbnuMajah).

مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلَا يُصَلِّ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

“Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya jangan melaksanakan shalat sebelum ia berwudhu.” (HR. Bukhari)

[17]يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَقْرَبُوا الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَاتَقُولُونَ وَلاَجُنُبًا إِلاَّعَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَد مِّنكُم مِّنَ الْغَآئِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَآءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسِحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hinggakamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun. (QS. 4:43)

[18] Tanah mudah didapat danjuga dapat melemahkan nafsu amarah manusia, karena biasanya tanah di injak, tapi pada saat tayammum, tanah harus di sapukan ke wajah. Disamping itu, menyadarkan manusia bahwa dirinya juga diciptakan oleh Allah Swt dari tanah.

 جعلت  [19]لنا الأرض كلها مسجدا و تربتها طهورا

“Dijadikan bagi kita bumi semuanya sebagai tempat sujud dan tanahnya adalah suci.” HR. Ahmad

[20] Mazhab Syafi’iyah mendasarkan pada surat al-Maidah ayat 6,  berbeda dengan Malikiyah dan Hanabilah yang mencukupkan sampai pergelangan, berdasarkan hadits Nabi Saw:

إنَّما كان يكفيك أنْ تضْرِبَ بكفيك في الترابِ، ثم تنْفُخ فيهما، ثم تمسحُ بهما وجهك وكفيك إلى الرُّسْغَيْنِ

“Cukuplah bagi engkau memukulkan dua telapak tangan engkau ke tanah, lalu meniup keduanya, kemudian menyapukannya ke muka dan dua telapak hingga pergelangan.” (HR. Al-Daraquthni).

[21] “Apabila haidmu datang maka tinggalkanlah shalat dan apabila (haid) tersebut telah selesai maka mandilah kemudian shalat. (HR. Bukhari Muslim).

[22] “Sesungguhnya di bawah setiap rambut ada janabah (hadats junub), maka basuhlah rambut dan bersihkanlah kulit.” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).

[23] Aisyah berkata: “Rasulullah Saw mandi karena empat sebab, yaitu junub, hari jum’at, berbekam dan memandikan mayat.” (HR. Abu Dawud).

[24] Dari Fakih bin Sa’d bahwa: “Nabi Saw mandi hari Jum’at, hari Arafah, hari raya fitri dan hari raya qurban.” (HR. Ibnu Majah)

[25] “Orang yang telah memandikan mayat hendaklah ia mandi dan orang yang membawanya hendaklah berwudhu.” (HR. Khamsah).

[26] Dari Aisyah bahwa Zainab binti Jahsy (mengalami) istihadhah, lalu ia bertanya kepada Nabi Saw, lalu Nabi menjawab: “Mandilah setiap akan shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim),

[27] لَاإِنَّمَا ذَلِكَ عِرْقٌ، وَلَيْسَ بِحَيْضٍ، فَإِذَا أَقْبَلَتْ حَيْضَتُكِ فَدَعِي اَلصَّلَاةَ، وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ اَلدَّمَ، ثُمَّ صَلِّي

"Tidak, sesungguhnya itu hanyalah penyakit dan bukan haid. Apabila datang haidmu maka tinggalkan shalat. Jika telah selesai maka bersihkan darah haidmu  itu (mandi) lalu shalatlah." (Muttafaq 'Alaih) Dalam lafdz al-Bukhari, "Kemudian berwudhu'lah setiap kali shalat."

[28] وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ

“dan berdo’alah untuk mereka sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka”. (QS. Al-Taubah: 103)

[29] وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'. (QS. 2:43)

اتْلُ مَآأُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ وَاللهُ يَعْلَمُ مَاتَصْنَعُونَ

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (al-Qur'an) dan dirikanlah shalat.Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 29:45)

[30]  إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسَرَ فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيْضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : انَظَرُوْا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ؟ فَيُكْمَلُ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيْضَةِ ثُمَّ يَكُوْنُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ ” . وَفِي رِوَايَةٍ : ” ثُمَّ الزَّكَاةُ مِثْلُ ذَلِكَ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ حَسَبَ ذَلِكَ.

Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala  mengatakan,’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”

[31] بَيْنَ الْعَبْدِ، وَبَيْنَ الْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلَاةِ

“(Pembatas) antara seorang hamba (muslim) dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Abu Dawud)

[32] الصلاة عماد الدين فمن أقامها فقد أقام الدين و من تركها فقد هدم الدين.

“Shalat adalah tiang agama. Barang siapa yang menegakkan shalat maka berarti ia menegakkan agama dan barang siapa yang meninggalkan shalat berarti ia merobohkan agama” (HR. Bukhari dan Muslim).

[33] مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ

Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka“.

[34] ماسلككم في سقر. قالوا لم نك من المصلين.

“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam saqar (neraka)?” Mereka menjawab: “dahulu kami tidak termasuk yang melaksanakan shalat.” (QS. Al-Muddatstsir [74]: 42-43).

[35] الصَّلاَةَ الصَّلاَةَ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

Jagalah shalat, jagalah shalat dan budak-budak kalian”.

[36] وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132).

[37] إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An Nisa’: 142).

[38] مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا

Barangsiapa yang lupa shalat atau tertidur, maka tebusannya adalah ia shalat ketika ia ingat.” (HR. Muslim no. 684).

[39]Syarat wajib shalat adalah ketentuan yang mewajibkan seseorang melaksanakan shalat.

[40]Syarat sah shalat adalah hal-hal yang harus dipenuhi agar shalat yang dilakukan menjadi sah. Shalat menjadi tidak sah apabila salah satu persyaratannya tidak terpenuhi.

[41]Rukun Shalat adalah hal-hal yang wajib dikerjakan saat shalat. Jika tidak dikerjakan, shalatnya menjadi tidak sah.

[42]Duduk di atas kaki kiri, sedangkan telapak kaki kanan ditegakkan.

[43] «وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ، مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ، وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ، وَوَقْتُ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبِ الشَّفَقُ، وَوَقْتُ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الْأَوْسَطِ، وَوَقْتُ صَلَاةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعِ الشَّمْسُ، فَإِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ فَأَمْسِكْ عَنِ الصَّلَاةِ، فَإِنَّهَا تَطْلُعْ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ»

[44] سئل رسول الله: اي إعمال أفضل؟ قال الصلاة على وقتها

Rasulullah Saw ditanya: perbuatan manakah yang lebih utama? Beliau menjawab: shalat pada awal waktu. (HR. Abu Dawud).

«إِذَا اشْتَدَّ الحَرُّ فَأَبْرِدُوا عَنِ الصَّلاَةِ، فَإِنَّ شِدَّةَ الحَرِّ مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ»

Apabila panas sangat terik, tunggulah waktu dingin untuk mengerjakan shalat. (HR. Bukhari dan Muslim).

[45] لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ، وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ العَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ الشَّمْسُ»

“Tidak boleh mengerjakan shalat setelah subuh hingga matahari terbit dan tidak boleh mengerjakan shalat setelah mengerjakan shalat ashar hingga matahari terbenam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

[46] ثَلَاثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِنَّ أَوْ نَقْبِرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً، وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ، وَحِينَ تَضَيَّفُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ "

Ada tiga waktu yang dilarang Rasulullah Saw kepada kita untuk mengerjakan shalat dan mengubur jenazah, yaitu ketika terbit matahari dan naik sedikit dan ketika matahari tepat di tengah langit dan ketika matahati akan mulai terbenam hingga terbenam matahari.” (HR. Jama’ah).

[47] أَنَّهُ كَرِهَ الصَّلاَةَ نِصْفَ النَّهَارِ إِلاَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ

Rasulullah Saw memakruhkan shalat pada pertengahan hari kecuali pada hari jum’at. (HR. Abu Dawud)

[48] لَا صَلَاةَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ، وَلَا بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ إِلَّا بِمَكَّةَ»

“Tidak boleh mengerjakan shalat sesudah shalat Ashar hingga matahari terbenam dan tidak pula setelah shalat subuh sampai matahari terbit kecuali di kota Mekkah.” (HR. Asy-Syafi’i)

[49] إذا حضرت الصلاة فليؤذن لكم أحدكم وليؤمكم

Apabila waktu shalat telah hadir, maka hendaklah adzan salah seorang diantara kamu dan hendaklah ia menjadi imam kamu. (HR. Bukhari Muslim).

[50]Shalat sunnah yang dikerjakan menyertai shalat fardhu.

[51] عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً»

“Shalat berjama’ah lebih utama dari shalat sendirian sebanyak dua puluh derajat”. (HR. Muslim)

[52] عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِي جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَ لَهُ بَرَاءَتَانِ: بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ

Siapa yang shalat berjama’ah karena Allah Swt selama 40 hari dengan mendapat takbiratul ihram, maka ditulis baginya dua kebebasan: yaitu bebas dari api neraka dan bebas dari kemunafikan. (HR. Tirmidzi).

[53] قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " صَلاَةُ الرَّجُلِ فِي الجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلاَتِهِ فِي بَيْتِهِ، وَفِي سُوقِهِ، خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا، وَذَلِكَ أَنَّهُ: إِذَا تَوَضَّأَ، فَأَحْسَنَ الوُضُوءَ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى المَسْجِدِ، لاَ يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلاَةُ، لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً، إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ، وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ، فَإِذَا صَلَّى، لَمْ تَزَلِ المَلاَئِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ، مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ: اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ، وَلاَ يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلاَةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلاَةَ "

“... Jika ia sedang shalat, maka para malaikat memohonkan untuknya rahmat selama ia masih berada di tempat shalat itu selagi ia belum berhadats...”. (HR. Bukhari)

[54] إِنَّ صَلاَةَ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلاَتِهِ وَحْدَهُ وَصَلاَتُهُ مَعَ الرَّجُلَيْنِ أَزْكَى مِنْ صَلاَتِهِ مَعَ الرَّجُلِ وَمَا كَثُرَ فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى

“Shalat seseorang dengan orang lain adalah lebih baik daripada shalatnya sendirian, shalatnya dengan dua orang lebih baik dari shalatnya dengan satu orang, dan mana yang lebih banyak itulah yang lebih disukai Allah Ta’ala” (HR. Abu Daud).

[55] فَقَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «...فَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ؛ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ

“... Shalat berjama’ahlah, sebab hanya kambing yang terpencil dari kawannya sajalah yang dapat dimakan oleh serigala.” (HR. An-Nasa’i)

[56] قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلَاةِ أَبْعَدُهُمْ إِلَيْهَا مَمْشًى

“Sesungguhnya orang yang terbesar pahalanya dalam shalat adalah yang paling jauh perjalanannya”. (HR. Muslim)

[57]“Sesungguhnya Rasulullah Saw apabila mendapat sesuatu yang menyenangkan atau diberi kabar gembira, segera tunduk sujud sebagai tanda syukur kepada Allah Swt.” (HR. Abu Dawud, Ibn Majah dan al-Tirmidzi).

[58] Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. (QS. 3:185)

[59]Apabila kita mengalami musibah atau mendengar berita seseorang mendapat musibah dianjurkan mengucapkan: “Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali. (QS. 2:156).

[60]......

[61].....

[62] Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketemtraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 9:103)

[63] Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana. (QS. 9:60)

[64]Kewajiban mengeluarkan zakat disebut beriringan setelah shalat,sebagaiman firman Allah Swt: “dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!” (QS. 4:77)

[65]“Orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”. (QS. 9:34)

[66]“Kain-kain yang disediakan untuk dijual wajib dikeluarkan zakatnya” (HR. Al-Hakim).

[67] Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermaca-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. 6:141)

[68]“Pada (harta) rikaz seperlima (zakatnya)”. (HR. Al-Bukhari).

[69]Syarat-syarat yang membuat seseoarang diwajibkan berpuasa.

[70]Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar puasa menjadi sah.

[71]Jika khawatir janin yang dikandungnya akan terganggu karena berpuasa dan membayar fidyah sebagai pengganti puasa. Yaitu memberi makanan kepada fakir miskin sebanyak atau seharga makanan dalam sehari.

[72] Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. 2:183)

[73]“Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan kemudia berpuasa enam hari pada bulan syawwal, ia seperti berpuasa sepanjang masa”. (HR. Muslim).

[74]“Puasa pada hari Arafah dapat menghapus dosa selama dua tahun, satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang”. (HR. Muslim).

[75]“Rasulullah Saw melarang puasa pada hari Arafah di Padang Arafah”. (HR. Ahmad dan Ibn Majah).

[76]“Puasa pada hari ‘Asyura itu membuat dosa-dosa kita setahun yang lalu diampuni”. (HR. Muslim)

[77]Aisyah menuturkan, “Saya tidak pernah melihat Rasulullah Saw berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan saya tidak melihat beliau memperbanyak puasa dalam suatu bulan seperti banyaknya beliau berpuasa pada bulan sya’ban”. (HR. Bukhari Muslim).

[78]“Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari senin dan kamis, aku suka jika amalanku dihadapkan ketika aku sedang berpuasa.” (HR. Al-Tirmidzi)

Aisyah mengatakan, “Rasulullah Saw biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari Senin dan Kamis.” (HR. Al-Nasa’i).

[79]“Berpuasalah satu hari dan berbukalah satu hari berikutnya. Yang demikian itu merupakan puasa Nabi Daud dan merupakan puasa yang baik.” Kemudian Abdullah bin ‘Amr berkata: “ Sesungguhnya aku mampu melakukan lebih dari itu.” Nabi Saw menjawab, “Tidak ada yang lebih baik dari itu.” (HR. Bukhari Muslim).

“Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud. Shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau tidur separuh malam dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya. Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari.” (HR. Bukhari).

[80]“Wahai Abu Dzar! Apabila engkau hendak berpuasa sunnah pada setiap bulan, laksanakanlah pada 13, 14, 15.” (HR. Tirmidzi).

[81] Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. 3:97)

[82]“Perempuan tidak boleh berpergian, kecuali dengan mahramnya”. (HR. Al-Bukhari).

[83]Rukun haji adalah pekerjaan yang tidak boleh ditinggalkan atau diganti dengan yang lain. Sebab, jika ditinggalkan, haji tersebut tidak sah.

[84]Macam – Macam Thawaf:

a.    Thawaf Qudum adalah Thawaf pertama kali datang

b.    Thawaf Ifadah adalah salah satu rukun haji

c.    Thawaf Umrah adalah salah satu rukun Umrah

d.    Thawaf Sunnah adalah thawaf yang boleh dikerjakan setiap saat

e.    Thawaf Nazar adalah thawaf wajib karena keinginan sendiri

f.     Thawaf Wada’ adalah thawaf perpisahan

[85]Wajib Haji adalah rangkaian amalan yang harus di kerjakan dalam ibadah haji, bila tidak dikerjakan maka harus membayar denda (dam).

[86]Sgihah Talbiyah

لَبَّيْكَ اللّٰهُمَّ لَبَّيْكَ. لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ. اِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ.

اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ مُحَمَّد. اللّٰهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَنَعُوْذُبِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ.رَبَّنَا اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلٰاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

[87]“Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.”(QS. 2: 196)

[88]Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membeci kamu dialah yang terputus. (QS. 108:1-3). “Barang siapa mempunyai kemampuan untuk berkurban dan ia tidak mau berkurban, janganlah ia mendekati shalat kami”. (HR. Ahmad dan Ibn Majah). “Telah diwajibkan atasku berkurban dab tidak wajib atas kamu sekalian”. (HR. At-Tirmidzi).                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     

[89] supaya mereka mempersaksikan berbagai manfa'at bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (QS. 22:28)

[90] Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. 2:267)

 

 

[91]“Seluruh Hari Tasyriq adalah waktu penyembelihan Qurban”. (HR. Ahmad).

[92]“Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfa'at bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (QS. 22:28)

(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. (QS. 2:273)

[93]“Tiap-tiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih sebagai tebusan pada hari ketujuhnya dan pada hari itu dicukur kepalanya dan diberi nama”. (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi).

[94]“dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah kamu nyatakan (dengan bersyukur).” (QS. 93:11).

[95]Aisyah r.a. berkata, “Rasulullah Saw menyuruh kita menyembelih aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan seekor kambing”. (HR. At-Tirmidzi dan Ibn Majah).

[96] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. 4:29)

Rasulullah Saw pernah ditanya, “Usaha apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan jual beli yang jujur”. (HR. Al-Bazzar).

[97] Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. 5:2)

[98] PT adalah perseroan terbatas dengan modal tertentu dan terbagi atas beberapa orang pemegang saham. Tiga anggota atau pemegang saham akan memperoleh keuntungan sesuai dengan besar kecilnya jumlah saham yang dimiliki. PT termasuk syarikat harta.

[99] Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS. 2:245)

Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak. (QS. 57:11)

[100] “Orang kaya yang melalaikan kewajiban membayar utang yang zalim” (HR. Bukhari Muslim).

[101] “Orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang dapat membayar hutangnya dengan yang lebih baik”. (HR. Ahmad).

[102] Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. (QS. 2:282)

[103] Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertaqwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. 2:282)

 

[104] “Nabi Saw senantiasa menerima hadiah dan memberikan balasan atasnya”. (HR. Al-Bukhari)

[105] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. 5:87

[106] Rasulullah Saw bersabda: “Menikah adalah sunnahku, barangsiapa tidak senang dengan sunnahku, ia bukan termasuk umatku”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

[107] Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan suatu ayat (mu'jizat) melainkan dengan izin Allah.Bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu). (QS. 13:38)

[108] Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21)

[109] Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara , dan orang-orang yang patut (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan.Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. 24:32)

[110] Anas r.a. menuturkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “orang yang diberi rezeki oleh Allah Swt seorang istri sholehah berarti telah dibantu separuh agamanya. Maka dia tinggal menyempurnakan separuh sisanya”. (HR. Al-Thabarani dan al-Hakim).

[111] Abdullah ibn Mas’ud r.a. menuturkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kamu sudah mampu menikah, menikahlah. Karena ia dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Bagi yang belum mampu, hendaklah dia berpuasa”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

[112] “Apabila salah seorang diantara kamu meminang seorang perempuan, dia diperbolehkan melihat perempuan itu, asal dengan tujuan untuk mencari perjodohan baik, baik sepengetahuan perempuan itu atau tidak”. (HR. Ahmad).

“Apabila salah seorang di antara kamu meminang seorang perempuan, sekiranya dia dapat melihat perempuan itu, hendaklah dilihat sehingga bertambah keinginan untuk pernikahan. Lakukanlah”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

[113] Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. (QS. 60:10)

[114] Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. (QS. 4:24)

[115] Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. (QS. 4:4)

[116] “Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan”. (HR. Abu Dawud)

[117] “Perkara halal yang sangat dibenci Allah adalah talak”. (HR. Abu Dawud dan Ibn Majah).

[118] “Tidak ada talak dan kemerdekaan dalam keadaan terpaksa”. (HR. Abu Dawud dan Ibn Majah).

[119] “Ada tiga perkara yang dinilai sah, baik dilakukan dengan sungguh-sungguh maupun bercanda: nikah, talak dan rujuk”. (HR. Imam yang lima kecuali an-Nasa’i).

[120] Misalnya, istri berkata, “Iya sudah, kita cerai saja!” Lalu suami menjawab, “kalau begitu, silahkan pulang kekeluargamu!” dalam keadaan demikian, suami telah sah menjatuhkan talak.

[121] Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (setelah itu suami dapat) menahan dengan baik atau melepas dengan baik. (QS. Al-Baqarah [2]: 229).

[122] Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekasi istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan. (QS. Al-Baqarah [2]: 230)

[123] “Para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan.” (QS. Al-Naqarah [2]: 228).

[124] “Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya”. (QS. Al-Baqarah [2]: 229).

[125] Katakanlah kepada wanita yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. 24:31)

 

[126] Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);,dan menghimpunkan (dalam perkawinan)dua perempuan yang bersaudara,kecuali yang telah terjadi pada masa lampau sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (QS. 4:23)

 

[127] Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan pernyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang inu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan kkeduanya dan perm, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu bila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. 2:233)

Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah di talaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka itu nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (QS. 65:6)

 

[128] Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) mambayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabb kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampui batas sesudah itu maka baginya siksa yang sangat pedih. (QS. 2:178)

[129] Rasulullah Saw: “Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram.” (HR. Muslim).

[130]فَاعْتَبِرُوا يَآأُوْلِى اْلأَبْصَارِ

Masih banyak lagi nash al-Qur’an yang memerintahkan untuk menggunakan pikiran, akal dan mengambil i’tibar atau pelajaran.

[131]إِنَّآأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَآأَرَاكَ اللهُ

Kata “Araaka” (apa yang diperintahkan Allah kepadamu) pada ayat tersebut mencakup penetapan hukum yang berdasarkan penetapan hukum dari hukum yang ditetapkan langsung dari nash, yang dikenal dengan qiyas.

 

[132] قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لمعاذ: " كيف تقضي إذا عرض لك قضاء؟ قال أقضي بكتاب الله. قال: فإن لم تجد؟ قال: فبسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: فإن لم تجد؟ قال: أجتهد رأيي ولا آلوا. فضرب رسول الله صلى الله عليه وسلم صدره وقال: الحمد لله الذي وفق رسول رسول الله لما يرضي رسول الله

[133]  "إذا حكم الحاكم فاجتهد ثم أصاب فله أجران، وإذا حكم فاجتهد ثم أخطأ فله أجر

[134]إِنَّمَا جَزَاؤُا الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي اْلأَرْضِ فَسَادًا أَن يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْتُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم مِّنْ خِلاَفٍ أَوْ يُنفَوْا مِنَ اْلأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْي فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (QS. Al-Maidah: 33). Jumhur fuqaha berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan kalimat “dikeluarkan dari permukaan bumi” adalah mati. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat lain, bahwa kalimat tersebut ditafsirkan majazi yaitu penjara, bukan hakiki. Sebab hukuman mati sudah ada ketentuannya secara jelas. Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Jakarta: logos, cet. III, h. 54.

[135]Riwayat al-Zuhri, bahwa hindun belum mendengar (mengetahui) hukum shalat mustahadhah, sehingga ia senantiasa menangis karena tidak dapat melaksanakan shalat. Padahal ada hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah. Bahwa ia berkata, bahwa Fathimah binti

[136]Contoh dari segi sanad: Dari ‘Ubadah bin Shamit, ia berkata bahwa Rasulullah Saw telah shalat subuh agak panjang bacaannya, maka setelah selesai shalat, Rasulullah berkata, “ Aku memperhatikan kalian membaca dibelakang imam.” Kami menjawab, “Ya Rasul, demi Allah memang kami membaca.” Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian membaca kecuali Ummul Qur’an (al-Fatihah), karena sesungguhnya tidak sah shalat seseorang yang tidak membacanya. (H.R. Abu Dawud). Menurut Ibnu Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali dalam kitabnya, al-Mughni menyatakan, bahwa hadits Ubadah ini tidak ada yang meriwayatkan kecuali Ibnu Ishaq dan Nafi’ bin Mahmud bin al-Rabi. Sedangkan Ibnu Ishaq adalah mudallis, dan nafi’ lebih rendah lagi (lebih buruk) keadaannya dari Ibnu Ishaq.

[137]Rasulullah Saw bersabda: “ Barangsiapa meninggalkan harta kekayaan atau hak, maka ia untuk ahli warisnya...”. Imam Abu Hanifah tidak mengakui adanya kata “hak” dalam muatan hadits tersebut, sehingga beliau tidak memasukkan sebagai tirkah: hak cipta, khiyar, syuf’ah dan sebagainya. Sedangkan jumhur Fuqaha (Syafi’i, Malik dan Ahmad bin Hanbal) menetapkan adanya kata “haqqan” dalam hadits tersebut.

[138]Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa menggarap tanah mati, maka dialah pemiliknya. (HR. Tirmizi, Abu Daud dan Nasa’i). Jumhur fuqaha memandang hadits ini dinyatakan Rasul dalam kedudukannya sebagai Rasul, sehingga berpendapat bahwa kepemilikan tanah itu tidak lagi harus melalui prosedur negara, tetapi secara otomatis menjadi milik penggarap. Sebagian ulama menyatakan saat itu Rasul berbicara atas nama kepala negara, sehingga tidak setiap pemilikan tanah yang belum ada pemiliknya itu secara otomatis menjadi pemiliknya, melainkan harus melalui prosedur yang berlaku.

[139]Perbedaan kaidah ini jelas pengaruhnya dalam menafsirkan firman Allah Swt:

 

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik[1029] (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik. Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nur: 4-5).

Jika kembali hanya kejumlah terakhir saja maka setelah taubat orang itu lagi dikatakan fasik dan belum bisa dijadikan saksi dan tetap harus dikenakan dera. Sedangkan pendapat yang kembali kepada semuanya, maka ia tidak dinyatakan fasik dan boleh menjadi saksi tetapi tetap didera, karena itu menyangkut hak adami.

 

[140]Dari Abi Tsa’labah Jurtsum bin Nasyir, Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt telah mewajibkan sejumlah kewajiban, maka janganlah kamu abaikan; telah membuat ketentuan-ketentuan, maka janganlah kamu melanggarnya; telah mendiamkan banyak beberapa masalah, sebagai rahmat baginya, bukan karena lupa, maka janganlah kamu membahasnya. (H.R. Daar al-Quthny).

[141]Apabila diketahui bahwa sebab yang menimbulkan perbedaan tersebut kurang tepat dijadikan alasan, maka akan diusahakan untuk mendudukkannya pada proposi yang tepat. Sebagaimana telah diketahui, bahwa sebagian besar yang mereka gunakan adalah hadits. Sedangkan hadits di kala itu masih belum dibukukan, sehingga mungkin saja masih banyak hadits yang tidak diterima oleh mereka dan ada hadits yang sudah mereka peroleh, tetapi mereka menolaknya, karena diragunakan kebenarannya dari Nabi Saw. setelah generasi mereka, ilmu hadits sudah tersusun, sehingga dapat diketahui mana hadits yang shahih dan mana hadits yang dha’if. Jadi kalau ternyata ada fatwa sahabat atau generasi sahabat itu didasarkan pada ra’yu saja karena tiada ditemukan hadits dalam suatu masalah, maka dengan adanya hadits shahih yang bertalian dengan masalah tersebut, tentu hukum yang mereka tetapkan boleh ditinjau kembali dan tidak perlu dicari-cari alasan untuk membela alasan mereka, karena mereka sendiri sepakat, bahwa sepanjang ada hadits (nash) -terutama yang shahih- maka ra’yu harus dikesampingkan. Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Jakarta: logos, cet. III, h. 69.

[142]Said adalah shahabat Nabi Muhammad Saw.

[143]Abd al-Manaf kakek kesembilan dari Imam Syafi’i adalah kakek keempat dari Nabi Muhammad Saw.

[144]Pada tahun ini, wafat Imam Hanafi.

[145]Karena itu, Imam Syafi’i dijuluki sebagai Nashr al-Sunnah (Penolong Sunnah).

[146]Imam bin Jariri al-Thabary tidak memperhitungkan pendapat-pendapatnya dalam mengahadapi khilaf dalam masalah fiqih, menurutnya Imam bin Hanbal termasuk ahli hadits bukan ahli fiqih.

[147] .....

[148] “Barangsiapa yang membiasakan sesuatu yang baik di dalam Islam, maka ia menerima pahalanya dan pahala orang-orang sesudahnya yang mengamalkannya.” (HR. Muslim).

[149]Lebih jelasnya sesuai dengan ayat quran tersebut bahwa seorang budak halal bagi tuannya tetapi berhubung belum ada indikasi yang jelas mengenai kehalalannya sebagaimana contoh di atas maka budak tersebut belum halal bagi muwakkil (orang yang mewakilkan).

[150] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. 4:29)

Rasulullah Saw pernah ditanya, “Usaha apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan jual beli yang jujur”. (HR. Al-Bazzar).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manasik Umroh

HUKUM ASURANSI

PUASA