FIQH ZAKAT

  MODUL

PELATIHAN MANAJEMEN ZAKAT

 

Pengelolaan Zakat Secara Profesional

 

 

 

FIQH ZAKAT

 

 

 

Penyusun

Dr. H. Taufik Abdillah Syukur, Lc., MA

 

 

 

 

 

BADAN LITBANG DAN DIKLAT

PUSDIKLAT TENAGA TEKNIS PENDIDIKAN DAN KEAGAMAAN

TAHUN 2020


FIQH

ZAKAT

 

 

 

 

 

 

 

 

Dr. H. Taufik Abdillah Syukur, Lc., MA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BADAN LITBANG DAN DIKLAT

PUSDIKLAT TENAGA TEKNIS PENDIDIKAN DAN KEAGAMAAN

TAHUN 2020


KATA PENGANTAR

 

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum wa wahmatullahi wa barakatuh

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan buku ini. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Saw, yang telah menuntun manusia dengan warisan petunjuknya untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Zakat adalah salah satu ibadah pokok yang menjadi kewajiban bagi setiap individu (mukallaf) yang memiliki harta untuk mengeluarkan harta tersebut sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dalam zakat itu sendiri. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah syahadatain dan shalat, sehingga merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin. Bila saat ini kaum muslimin sudah sangat paham tentang kewajiban shalat dan manfaatnya dalam membentuk kesalehan pribadi. Namun tidak demikian pemahamannya terhadap kewajiban zakat yang berfungsi untuk membentuk kesalehan sosial. Implikasi kesalehan sosial ini sangat luas, kalau saja kaum muslimin memahami tentang hal tersebut. Pemahaman shalat sudah merata dikalangan kaum muslimin, namun belum demikian terhadap zakat.

Buku yang ada dihadapan saudara merupakan modul bahan pembelajaran untuk pelatihan manajemen zakat pada Program Pelatihan Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Tahun 2020 yang diselenggarakan oleh Badan Litbang dan Diklat Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Kementrian Agama Republik Indonesia. 

Kami mengharapkan agar buku ini mampu memberikan informasi yang dibutuhkan. Kami menyadari, sebagai sebuah modul, buku ini masih membutuhkan penyempurnaan dan pendalaman lebih lanjut.

Akhirnya, hanya kepada-Nya kita semua memohon petunjuk dan pertolongan agar upaya upaya kecil kita bernilai guna bagi  peningkatan mutu umat Islam di Indonesia. Amin.

Wassalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

 

Jakarta, 15 Juli 2020 M/ 23 Dzulqa’dah 1441H

Penulis

 

 

DAFTAR ISI

 

 

 

 

 

Kata Pengantar ..........................................................................

i

 

 

Daftar Isi ....................................................................................

ii

Bab I

 

Pendahuluan ..............................................................................

1

 

 

Deskripsi Mata Pelatihan...........................................................

1

 

 

Peta Kompetensi.........................................................................

1

 

 

Petunjuk Penggunaan Modul.....................................................

2

Bab II

 

Pengertian Zakat.........................................................................

3

 

 

Dalil Hukum Zakat ....................................................................

8

 

 

Latihan Kegiatan Belajar............................................................

8

 

 

Petunjuk Jawaban Latihan .........................................................

8

 

 

Rangkuman ...............................................................................

8

Bab III

 

Jenis-jenis Zakat.........................................................................

10

 

 

Zakat Fitrah................................................................................

10

 

 

Zakat Maal ................................................................................

13

 

 

Latihan Kegiatan Belajar............................................................

22

 

 

Petunjuk Jawaban Latihan..........................................................

22

 

 

Rangkuman ..............................................................................

22

Bab IV

 

Muzakki dan Mustahik Alat ......................................................

24

 

 

Muzakki......................................................................................

24

 

 

Mustahik....................................................................................

25

 

 

Latihan Kegiatan Belajar............................................................

28

 

 

Petunjuk Jawaban Latihan..........................................................

28

 

 

Rangkuman ..............................................................................

29

Bab V

 

Fatwa MUI tentang Masalah Zakat ...........................................

30

Bab VI

 

Evaluasi Pembelajaran ..............................................................

41

 

 

Pilihan Ganda ............................................................................

46

 

 

Essay .........................................................................................

46

 

 

Kunci Jawaban ..........................................................................

47

 

 

Daftar Pustaka ...........................................................................

49

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Deskripsi Mata Pelatihan

Zakat adalah ibadah yang muatan aspek sosialnya relatif tinggi jika dibandingkan dengan shalat dan puasa. Zakat adalah wasilah/jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui pengembangan sikap peduli terhadap sesama. Ibadah ini mengharuskan umat untuk mengikis ketamakan dan kekikiran ketika dianugerahi harta yang banyak.

Adapun tujuan yang diharapkan setelah mempelajari isi modul ini adalah agar Anda mampu menganalisis fikih zakat dan fatwa MUI tentang pengelolaan zakat. Indikatornya adalah Anda mampu:

1.      Menjelaskan pengertian dan dalil hukum zakat

2.      Menjelaskan jenis-jenis harta zakat, nishab dan haul

3.      Menjelaskan muzakki dan mustahik zakat

4.      Menjelaskan fatwa MUI tentang zakat

Untuk tujuan tersebut di atas, dalam modul ini Anda akan menemukan pembahasan tentang :

1.      Pengertian,  ruang lingkup, dalil hukum zakat

2.      Jenis-jenis zakat, nishab dan haul

3.      Muzakki dan mustahik zakat

4.      Beberapa soal latihan untuk menguji kemampuan Anda sendiri dalam memahami isi modul ini.

5.      Rangkuman keseluruhan materi yang dibahas dalam modul ini.

6.      Metode pengukuran kemampuan Anda dalam mempelajari materi dalam modul ini.

 

B. Peta Kompetensi

Kompetensi Mata Pelatihan :

Menanlisis fqh zakat dan fatwa MUI tentang pengelolaan zakat

KD 1

Menganalisis fiqih zakat

KD 2

Menganalisis fatwa MUI tentang zakat

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


C. Petunjuk Penggunaan Modul

Untuk membantu Anda dalam mempelajari modul ini, Anda sebaiknya memperhatikan petunjuk-petunjuk belajar di bawah ini:

1.      Bacalah bagian pendahuluan ini dengan cermat sampai Anda dapat memahami dengan baik tentang materinya, tujuannya, dan cara mempelajari modul ini.

2.      Bacalah bagian demi bagian dengan seksama.

3.      Temukan kata-kata kunci dan kata-kata yang dianggap baru. Carilah dan baca pengertian kata-kata kunci tersebut dengan menggunakan kamus.

4.      Pahamilah pengertian demi pengertian dari modul ini melalui pemahaman sendiri dan tukar pikiran dengan peserta lain atau dengan tutor Anda.

5.      Jika pembahasan dalam modul ini masih dianggap kurang, upayakan untuk dapat membaca dan mempelajari sumber-sumber lainnya yang relevan untuk menambah wawasan Anda dan mengadakan perbandingan-perbandingan.

6.      Mantapkan pemahaman Anda dengan mengerjakan latihan dalam modul ini dan melalui kegiatan diskusi dalam kegiatan tutorial dengan peserta lain atau teman sejawat.

7.      Jangan lewatkan untuk mencoba menjawab soal-soal yang dituliskan pada akhir modul ini. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah Anda sudah memahami dengan benar kandungan modul.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PENGERTIAN DAN DALIL HUKUM ZAKAT

 

Kompetensi Mata Pelatihan :

Menganalisis fiqh zakat dan fatwa MUI tentang pengelolaan  zakat

Indikator Pencapaian Kompetensi :

Menjelaskan pengertian zakat dan dalil hukum zakat

 

A. Pengertian Zakat

Menurut bahasa zakat mempunyai arti sebagai berikut:

Pertama, at-tathiru (التطهير) yang artinya membersihkan atau mensucikan. Orang yang selalu menunaikan zakat maka Allah akan bersihkan dan sucikan hartanya maupun jiwanya. Sebagaimana firman Allah Swt:

خُذ مِن أَموَٰلِهِم صَدَقَة تُطَهِّرُهُم وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيهِم

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka”. (QS at-Taubah : 103).[1]

Kedua, zakat bermakna an-Namaa’ النّماء) ( yang artinya tumbuh dan berkembang. Makna seperti ini dapat dilihat dari perkataan ‘Ali bin Abi Thalib:

العِلْمُ يَزْكُو بِالإنْفَاقِ

Artinya: “Ilmu itu semakin bertambah dengan diinfakkan”.

Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya akan selalu terus tumbuh dan berkembang.

Keempat, zakat bermakna الصّلاح)) artinya bagus atau baik. Sebagaimana firman Allah Swt :

فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً

Artinya: Dan kami menghendaki, supaya Rabb mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu” (QS. Al Kahfi: 81).

Orang yang menunaikan zakat maka hartanya akan menjadi baik dan akan terhindar dari masalah. Orang yang menunaikan zakat hidupnya akan qona’ah atau puas terhadap harta yang dimilikinya.

Kelima, zakat bermakna al-barakah (البركة) artinya berkah.

Orang yang membayar zakat maka hartanya akan diberi keberkahan oleh Allah swt. Keberkahan itu akan berdampak pada hidupnya disebabkan harta yang digunakan telah bersih karena sudah dibayarkan zakatnya.

Syekh Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Hishni berkata:

 وَسُمّيَت بِذلِكَ لِأَنَّ المال يَنْمُو بِبَرَكَةِ إِخْرَاجِهَا وَدعاء الآخِذ

Artinya : “Disebut zakat karena harta yang dizakati akan berkembang sebab berkah membayar zakat dan doa orang yang menerima.[2]

 Allah Swt berfirman:

وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ 

Artinya: “Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya.” (QS. Ar-Ruum : 39)

Dalam al-Quran kata zakat disebut sebanyak 30 kali. Sebanyak 8 kali terdapat di dalam surat Makkiyah dan sebanyak 24 kali terdapat dalam surat Madaniyah. Kata zakat dalam menggunakan isim marifat disebutkan 30 kali di dalam al-Quran, diantaranya 27 kali disebutkan dalam satu ayat bersama shalat, dan hanya satu kali disebutkan dalam konteks yang sama dengan shalat tetapi tidak di dalam satu ayat, yaitu surat al-Mu’minun: 1- 4.[3]

Adapun menurut syara’, zakat adalah :

إِخْرَاجُ مَالٍ مَخْصُوْصٍ عَلى وَجْهٍ مَخْصُوْصٍ بِنِيَّةِ مَخْصُوْصَةٍ يُصْرَفُ لِطَائِفَةٍ مَخْصُوْصَةٍ

Artinya: “Mengeluarkan harta tertentu yang diberikan kepada golongan tertentu dengan cara dan niat tertentu”.[4]

Penjelasan definisi :

Mengeluarkan harta tertentu”: Yaitu zakat fithrah dan enam harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.

Diberikan kepada golongan tertentu” : Yaitu golongan yang disebutkan dalam al-Qur’an yang berjumlah delapan golongan.

Dengan cara tertentu”: Yaitu dengan syarat-syarat tertentu, diantaranya mencapai satu nishab dan melewati satu tahun.

Dengan niat tertentu”: Yaitu niat zakat, karena Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya setiap perbuatan harus disertakan niat” (HR. Bukhari Muslim).[5]

Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang kapan zakat diwajibkan. Di dalam kitab Hasyiyah al-Jamal dijelaskan bahwa zakat mal mulai diwajibkan di bulan Sya’ban tahun kedua hijriyah bersamaan dengan zakat fitri. Ada yang berpendapat bahwa zakat diwajibkan sebelum baginda Nabi Saw hijrah ke Madinah.  Adapun pendapat yang paling masyhur, zakat mal diwajibkan pada bulan Syawal tahun kedua hijriah sedangkan zakat fitri diwajibkan dua hari sebelum hari raya Idul Fitri setelah diwajibkannya puasa Ramadhan.[6]

Adapun hikmah zakat sebagai berikut:

أَمّا حِكْمَةُ الزَّكاَة فَمَعْرُوْفَة وَظَاهِرَة وَتَبْدُو فِي هذا العَصْر أَكْثَر فَمِنْ شَأنِهَا التعاطُف وَالتَّرَاحم وَلَوْ أخرجت الزَّكَاة وَوزعت عَلى وَجْهِهَا الصَّحِيْح الشَّرْعِي لما بَقِي عَلى وَجْهِ الأَرْضِ فَقِيْر أَبَدًا. لِأَنَّ ربنا جعل فِي أَمْوَالِ الأَغْنِيَاء مَا يَكْفي الفُقَرَاء

Artinya: “Adapun hikmah zakat, maka sudah diketahui dan tampak jelas. Dan semakin tampak di masa sekarang. Termasuk dampak positif dari zakat akan terjalin kasih sayang dan saling mengasihi. Seandainya zakat dibayarkan dan dibagikan sesuai dengan cara yang benar secara syar’i, niscaya selamanya di muka bumi tidak akan ada orang yang miskin. Karena sesungguhnya di dalam harta para orang kaya, Tuhan kita, Allah Swt telah menetapkan sebagian hak yang bisa mencukupi para faqir.” [7]

 

Dapat disimpulkan dari penjelasan diatas bahwa hikmah zakat adalah :

a.       Zakat  meringankan kebutuhan si miskin

Seandainya zakat dibayarkan dan dibagikan dengan cara benar dan syar’i niscaya tidak akan ada orang miskin karena kebutuhan si miskin akan semakin ringan dengan uluran zakat.

b.      Zakat menghilangkan sifat dengki dan benci

Jika kemiskinan melanda sementara disekeliling mereka banyak orang kaya yang hidp dengan kecukupan dan bersenang-senang dan mereka tidak memberika pertolongan maka akan lahir sifat dengki dan benci. Maka orang kaya diharuskan mengeluarkan zakat karena pada harta orang kaya terdapat sebagian hak orang miskin.

 

B. Dalil Hukum Zakat

Zakat sebagai salah satu rukun Islam yang lima yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji sangat penting peranannya dan tidak boleh diabaikan. Oleh sebab itu hukum zakat adalah fardhu ‘ain atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu dan merupakan kewajiban yang disepakati oleh umat Islam dengan berdasarkan dalil Al-Quran, Hadits, dan ijma. Setiap perintah shalat selalu diikuti dengan perintah zakat, sehingga zakat memiliki kedudukan yang sama dengan shalat. Salah satunya firman Allah Swt :

وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱركَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'” (QS. Al-Baqarah: 43).

Penyebutan yang beriringan mengindikasikan bahwa zakat dan shalat tidak dapat dipisahkan. Shalat merupakan ibadah pokok yang berdimensi vertikal yaitu habluminallah, sedangkan zakat merupakan ibadah yang berdimensi horizontal atau habluminannas.[8]

Allah Swt juga berfirman :

خُذ مِن أَموَٰلِهِم صَدَقَة تُطَهِّرُهُم وَتُزَكِّيهِم بِهَا

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka “ (QS. At-Taubah : 103).

وَرَحمَتِي وَسِعَت كُلَّ شَيء فَسَأَكتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلَّذِينَ هُم بِايَٰتِنَا يُؤمِنُونَ 

Artinya : Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami." (QS. Al-A’raaf : 156).

Bagi yang menunaikan zakat akan mendapatkan pahala di sisi Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt : 

إنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ لَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ 

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (QS. Al-Baqarah : 277).

Masih banyak ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang kedudukan zakat dan sejenisnya.[9] Sekedar untuk mempermudah, berikut kami sertakan beberapa ayat yang berbicara dan atau berkenaan dengan zakat, infaq, shadaqah dan harta, antara lain:  Al-Baqarah:  83-177-215-264-271, Ali Imran: 14-180, an-Nisa: 5-29-77-162, al-Maidah: 12-55, al-A'raf: 3-56, at-Taubah: 5-11-18-71-34-35-103, al-Kahfi: 81, Maryam: 13-31-55, al-Anbiya: 73, al-Haj: 41-78, al-Mu'min: 4, an-Nur: 37-56, an-Naml: 3, al-Rurn: 39, Lukman: 4, Fatir: 29, al-Ahzab: 33, Fusilat: 7, al-Dzariyat: 19, al-Mujadalah: 13, al-Muzammil:  20, al-Bainah: 5, al-Munafikun: 9 & 10, al-Baqarah ; 263-264, al-Anfal: 28, Muhammad: 37, dan at-Taghabun: 16.

Tidak hanya al-Qur’an, hadits-hadits Nabi Muhammad Saw pun banyak berbicara terkait dengan dalil hukum zakat dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Diantaranya sebagai berikut:

Hadits yang menunjukkan wajibnya zakat salah satunya dapat di ketahui dari hadits Ibnu ‘Umar ra. ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:

بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ  وَإِقَامِ الصَّلاَةِ  وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Artinya: Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya; menegakkan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji; dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim ).

Rasulullah Saw bersabda:

مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلاَ فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلاَّ إِذَا كَانَ يَوْمَ القِيَامَةِ صُفِحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَبْهَتُهُ وَجَنْبُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرُدَتْ أُعِيْدَتْ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَان مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ فَيَرَى سَبِيْلَهُ إِمَّا إِلَى الجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ

Artinya: Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka.” (HR. Muslim).

Diriwayatkan dari Abu Dzar ra, ia berkata, “Aku datang menemui Rasulullah Saw yang sedang berlindung di bawah naungan Ka’bah. Beliau bersabda, ‘Merekalah orang-orang yang paling merugi, demi Rabb Pemilik Ka’bah’. Beliau mengucapkannya tiga kali. Abu Dzar berkata, “Aku pun menjadi sedih, aku menarik nafas lalu berkata, ‘Ini merupakan peristiwa yang buruk pada diriku. Aku bertanya, Siapakah mereka? Ayah dan ibuku menjadi tebusannya?’” Nabi Saw  menjawab:

الأَكْثَرُوْنَ أَمْوَالاً إِلاَّ مَنْ قَالَ فِي عِبَادِ اللهِ هَكَذَا وَهَكَذَا وَقَلِيْلٌ مَا هُمْ مَا مِنْ رَجُلٍ يَمُوْتُ فَيَتْرُكُ غَنَمًا اَوْ إِبِلاً أَوْ بَقَرًا لاَ يُؤَدِّي زَكَاتَهَا إِلاَّ جَاءَتْهُ يَوْمَ القِيَامَةِ أَعْظَمُ مَا تَكُوْنُ وَأَسْمَنُ حَتَّى تَطَأَهُ بِأَظْلاَفِهَا وَتَنْطِحُهُ بِقُرُوْنِهَا حَتَّى يَقْضِيَ اللهُ بَيْنَ النَّاسِ ثُمَّ تَعُوْدُ أُوْلاَهَا عَلىَ أُخْرَاهَا

Artinya: Orang-orang yang banyak hartanya! Kecuali yang menyedekahkannya kepada hamba-hamba Allah begini dan begini. Namun sangat sedikit mereka itu. Tidaklah seorang lelaki mati lalu ia meninggalkan kambing atau unta atau sapi yang tidak ia keluarkan zakatnya melainkan hewan-hewan itu akan datang kepadanya pada hari kiamat dalam bentuk yang sangat besar dan sangat gemuk lalu menginjaknya dengan kukunya dan menanduknya dengan tanduknya. Hingga Allah memutuskan perkara di antara manusia. Kemudian hewan yang paling depan menginjaknya kembali, begitu pula hewan yang paling belakang berlalu, begitulah seterusnya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Rasulullah Saw bersabda ketika memerintahkan Mu’adz berdakwah ke Yaman,

فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِى أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ

Artinya: … Jika mereka telah mentaati engkau (untuk mentauhidkan Allah dan menunaikan shalat ), maka ajarilah mereka sedekah (zakat) yang diwajibkan atas mereka di mana zakat tersebut diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan kemudian disebar kembali oleh orang miskin di antara mereka.” (HR. Bukhari1395 dan Muslim19).

Rasulullah Saw  bersabda:

وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا

Tidaklah suatu kaum enggan mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka, melainkan mereka akan dicegah dari mendapatkan hujan dari langit. Sekiranya bukan karena binatang-binatang ternak, niscaya mereka tidak diberi hujan.”(HR. Ibnu Majah).

 

Latihan Kegiatan Belajar

Untuk meningkatkan penguasaan anda terhadap materi ini, kerjakanlah tugas-tugas berikut:

1.      Jelaskan pengertian zakat menurut bahasa dan syara’!

2.      Coba anda cari ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan perintah atau kewajiban melaksanakan zakat!

3.      Jelaskan kapan mulai diwajibkannya zakat mal dan zakat fithrah tersebut!

4.      Jelaskan hikmah zakat!

 

Petunjuk jawaban latihan

1.      Untuk mengerjakan tugas ini, silahkan anda mempelajari lagi uraian tentang pengertian zakat.

2.      Lihat kembali materi tentang dalil hukum zakat, bukalah al-Qur’an dan terjemahannya, tulis ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan zakat beserta terjemahannya.

3.      Diskusikan dengan teman anda dan minta klarifikasi atau penjelasan dari tutor anda.

4.      Diskusikan dengan teman anda dan minta klarifikasi atau penjelasan dari tutor anda.

 

Rangkuman

1.      Zakat menurut bahasa ialah membersihkan atau mensucikan, tumbuh atau berkembang, bagus atau baik dan berkah.

2.      Zakat menurut syara’ adalah mengeluarkan harta tertentu yang diberikan kepada golongan tertentu dengan cara dan niat tertentu.

3.      Zakat mal diwajibkan pada bulan Syawal tahun kedua hijriah sedangkan zakat fitri diwajibkan dua hari sebelum hari raya Idul Fitri setelah diwajibkannya puasa Ramadhan.

4.      Dalil hukum zakat diantaranya firman Allah Swt yang artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'” (QS. Al-Baqarah: 43) dan hadits Nabi Muhammad Saw yang artinya : “Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya; menegakkan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji; dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim ).

5.      Hikmah zakat diantaranya adalah untuk meringankan kebutuhan si miskin dan menghilangkan sifat dengki dan benci.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

JENIS-JENIS ZAKAT

 

Kompetensi Mata Pelatihan :

Menganalisis fiqh zakat dan fatwa MUI tentang pengelolaan   zakat

Indikator Pencapaian Kompetensi :

Menjelaskan jenis-jenis zakat

 

Di dalam fiqih, zakat dibagi menjadi dua macam yaitu zakat fitrah dan zakat maal

A. Zakat Fitrah

Pengertian ‘fitrah’ secara etimologi, yaitu zakat yang sebab diwajibkannya adalah futur (berbuka puasa) pada bulan Ramadhan. Kata ‘fitrah’ juga berarti ciptaan atau asal kejadian, sebagaimana firman Allah Swt:

فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَا

Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. (QS. Ar-Rum: 30).[10]

Zakat ini juga disebut zakat‘badan’ atau jiwa, karena kewajiban zakat ini padan ‘badan’ yang hidup di bulan Ramadhan dan fungsinya sebagai pembersih jiwa dari dosa. Rasulullah Saw bersabda: 

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ

Artinya: "Rasulullah Saw mewajibkan zakat fitrah, sebagai pembersih bari orang yang puasa dari segala perbuatan sia-sia dan ucapan jorok " (HR. Abu Daud dan Ad-Daruquthni)

Adapun secara terminologi, yaitu zakat yang dikeluarkan berdasarkan jumlah atau anggota keluarga, perempuan dan laki-laki, kecil maupun dewasa, wajib mengeluarkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan.[11]

Syarat-syarat wajib zakat fitrah adalah :

1.      Islam. Orang yang tidak beragama Islam tidak wajib membayar zakat fitrah.

2.      Lahir sebelum terbenam matahari pada hari pengabisan bulan Ramadhan. Anak yang lahir sesudah terbenam matahari tidak wajib zakat fitrah. Orang yang nikah sesudah terbenam matahari tidak wajib membayarkan fitrah istrinya yang baru dinikahinya.

3.      Dia mempunyai kelebihan harta dari keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan untuk yang wajib dinafkahinya, baik manusia maupun binatang, pada malam hari raya dan siang harinya. Orang yang tidak mempunyai kelebihan harta tidak wajib zakat fitrah karena takut tidak dapat memenuhi keluarganya sendiri.

Waktu pembayaran zakat fitrah ada lima :

1.      Waktu wajib. Seseorang mempunyai kewajiban zakat fitrah dengan menemukan sebagian waktu Ramadhan dan sebagian waktu Syawwal. seseorang hidup dan memiliki  sifat-sifat orang yang wajib membayar zakat saat tenggelamnya matahari malam hari raya Idul Fithri.

2.      Waktu fadhilah (utama). Yaitu hari pertama bulan Syawal setelah terbit fajar shadiq hingga sebelum pelaksanaan shalat Iedul Fithri.

وَأمَرَ بِهَا أنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوْجِ الناَّسِ إلى الصَّلَاةِ

Artinya : “Rasulullah SAW memerintahkan membayar zakat Fitrah sebelum berangkat (ke masjid) ‘Idul Fitri” (HR Bukhari dan Muslim)

3.      Waktu jawaz (boleh), yaitu dari awal ramadhan sampai hari penghabisan Ramdhan.

فَرَضَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم زَكَاةَ الفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ

Artinya : Rasulullah telah mewajibkan mengeluarkan Zakat Fitrah (pada bulan Ramadhan kepada setiap manusia. (HR. Bukhari dan Muslim).

4.      Waktu makruh yaitu menunda pembayaran zakat hingga sesudah pelaksanaan shalat Idul Fithri sampai terbenamnya matahari, kecuali ada mashlahah seperti menanti kerabat atau orang faqir yang shaleh.

5.      Waktu haram, yaitu menunda pembayaran zakat hingga melewati hari pertama di bulan Syawal. Jika mengakhirkan karena ada udzur maka statusnya menjadi qadha dan tidak haram, seperti hartanya belum sampai atau tidak menemukan orang yang berhak menerima zakat hingga melewati hari pertama di bulan Syawal. [12]

Rasulullah Saw bersabda:

فَمَنْ أدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ أدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ

Artinya : “Barang siapa mengeluarkan  (zakat Fitrah) sebelum shalat (‘Idul Fitri), maka zakatnya sah. Barang siapa mengeluarkannya setelah shalat maka dianggap sedekah sunah.” (HR. Ibnu Majah)

Para ulama sepakat bahwa kadar zakat fitrah adalah satu sha’, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Ibnu Umar:

فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أوْ صَاعًا مِن شَعِيْرٍ

Artinya: Rasulullah shallallahu ala’ihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah sebesar satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum. (HR. Bukhari)

Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat dalam memahami dan menghitung satu sha’. Pertama, Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya menyatakan bahwa satu sha’ adalah delapan rithl Irak. Delapan rithl Irak sama dengan 3,8 kilogram. Dengan demikian, kadar zakat fitrah menurut kelompok ini adalah 3,8 kilogram. Mereka beralasan bahwa Umar mengkonversi satu sha’ dengan delapan rithl. Di samping itu, mereka juga berpedoman pada hadits riwayat Jabir:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ رِطْلَيْنِ وَيَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ ثَمَانِيَةَ أَرْطَالٍ

Artinya: “Nabi Saw berwudhu dengan satu mud (air), yaitu dua rithl, dan mandi dengan satu sha’, yaitu delapan rithl. (HR. Ibnu Addy).

Hadits di atas secara tegas menerangkan bahwa satu sha’ adalah delapan rithl Irak. Karenanya, hadits tersebut menjadi dalil yang kuat atas pendapat kelompok ini.

Kedua,  Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa satu sha’ setara dengan lima sepertiga rithl Irak. Lima sepertiga rithl Irak setara dengan 2176 gram atau 2,2 kilogram. Dengan demikian, kadar zakat fitrah menurut kelompok ini adalah 2,2 kilogram. Mereka beralasan bahwa ukuran ini merupakan ukuran sha’ penduduk Madinah. Masyarakat Madinah mendapatkan ukuran dimaksud dari para leluhurnya yang berinteraksi langsung dengan Rasulullah Saw. Sehingga, persaksian mereka merupakan bukti kuat akan kebenaran pendapat ini.

Imam As Syaukani dalam kitab Nailul Autar menyebutkan:

عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ سُلَيْمَانَ الرَّازِيْ أَنَّهُ قَالَ: قُلْتُ لِمَالِكِ بْنِ أَنَسَ: أَبَا عَبْدَ اللهِ كَمْ قَدْرُ صَاعِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خَمْسَةُ أَرْطَالٍ وَثُلُثٌ بِالْعِرَاقِيِّ

Artinya: Dari Ishaq bin Sulaiman Al-Razi, ia berkata: Saya bertanya kepada imam Malik bin Anas: Hai bapak dari Abdullah, berapakah kadar sha’-nya Nabi Saw? Beliau menjawab: Lima sepertiga rithl Irak.[13]

Perlu disebutkan bahwa sha’ merupakan ukuran takaran, bukan timbangan. Karenanya, maka ukuran ini sulit untuk dikonversi ke dalam ukuran berat, sebab nilai berat satu sha’ itu berbeda-beda, tergantung berat jenis benda yang ditakar. Satu sha’ tepung memiliki berat yang tidak sama dengan berat satu sha’ beras. Karenanya, sebagai bentuk kehati-hatian dalam beribadah, para ulama menyarankan agar mengeluarkan zakat fitrah sejumlah 2,5 sampai 3,0 kilogram.

Adapun orang-orang yang wajib membayarkan zakat fitrah adalah sesuai kaidah dibawah ini:

كُلُّ مَنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَةُ غَيْرِه تَلْزَمُهُ فِطْرَتُهُ

Artinya : “Setiap orang yang wajib menafkahi orang lain, maka ia juga wajib membayar zakat fitrahnya”.

Dari ungkapan ini dikecualikan istrinya ayah ( زوجة الأب ) yang wajib ia nafkahi namun tidak wajib mengeluarkan zakat fitrahnya. Begitupula budak, kerabat dan istrinya yang non muslim, walaupun wajib dinafkahi namun tidak wajib dikeluarkan zakat fitrah untuknya.[14]

Jika seorang suami tidak mampu membayar zakat fitrah istrinya, maka status zakat fitrah tersebut menjadi gugur (tidak wajib bagi suami dan istri). Namun disunnahkan bagi istri untuk membayar zakat fitrahnya sendiri.[15]

Zakat fitrah diambilkan dari bahan makanan pokok setiap daerah, seperti gandum, jagung, beras, kacang, kedelai, kurma, anggur, susu, keju dan lain sebagainya.[16]

Menurut madzhab hanafi, diperbolehkan mengeluarkan zakat Fitrah dengan uang seharga ukuran itu, jika dianggap lebih bermanfaat bagi mustahik.

Zakat Fitrah boleh dikeluarkan langsung kepada mustahik atau dibayarkan melalui amil zakat.  Amil atau panitia zakat Fitrah boleh membagikan zakat kepada mustahik setelah shalat ‘Idul Fitri karena uzur syar'i. Jika terjadi perbedaan Hari Raya, maka panitia zakat Fitrah yang berhari raya terlebih dahulu tidak boleh menerima zakat Fitrah setelah mereka mengerjakan shalat ‘Idul Fitri.

Lafadz niat zakat fitrah yang dikeluarkan untuk diri sendiri.  

 نَوَيْتُ عَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ نَفْسِيْ فَرْضَ للهِ تَعَالَى

Artinya: Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku fardhu karena Allah.

Lafadz niat zakat fitrah yang dikeluarkan untuk orang lain.

 نَوَيْتُ عَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ …… فَرْضَ للهِ تَعَالَى

Artinya : Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk ……. fardhu karena Allah.

Doa bagi orang yang mengeluarkan zakat fitrah

 اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا مَغْنَمًا وَلَا تَجْعَلْهَا مَغْرَمًا  

Artinya : Ya Allah jadikan ia sebagai simpanan yang menguntungkan dan jangan jadikan ia pemberian yang merugikan.

Doa bagi orang yang menerima zakat fitrah

اَجَرَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَاجْعَلْهُ لَكَ طَهُوْرًا  

Artinya : semoga Allah memberikan pahala atas apa yang engkau berikan, dan semoga Allah memberikan barakah atas harta simpananmu dan menjadikannya sebagai pembersih bagimu.

 

B. Zakat Maal (Harta)

Zakat harta adalah suatu kadar harta yang diberikan oleh orang yang wajib mengeluarkan zakat kepada orang yang berhak menerimanya.

Harta benda yang harus dizakatkan antara lain:

1. Binatang ternak (al-Na’am)

Binatang ternak yang wajib dikeluarkan zakatnya :

 وهى الِإبِلُ وَ البَقَرُ وَ الغَنَمُ وَ سُمِّيَت نَعَمًا لِكَثْرَةِ نِعَمِ اللّهِ فِيْهِ

Adalah unta, sapi atau kerbau dan kambing. Disebut na’am (yang berarti beberapa nikmat) karena di dalamnya banyak kenikmatan-kenikmatan yang diberikan Allah Swt. [17]

Syarat wajib zakat binatang ternak ada empat, antara lain:

a.       Mencapai nishab (batas minimum wajib zakat) seperti nishabnya sapi yang disebutkan di dalam satu riwayat hadits:

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ بَعَثَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْيَمَنِ فَأَمَرَنِي أَنْ آخُذَ مِنْ كُلِّ ثَلَاثِينَ بَقَرَةً تَبِيعًا أَوْ تَبِيعَةً وَمِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ مُسِنَّةً

Artinya: Dari Mu’adz ibn Jabal, ia berkata, ‘Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam mengutusku ke Yaman, kemudian beliau memerintahku untuk mengambil zakat dari setiap tiga puluh ekor unta, seekor unta berusia setahun, menginjak usia tahun keduanya, jantan atau betina, dan dari setiap empat puluh ekor unta, seekor unta berusia dua tahun,menginjak usia ketiga’.” (HR. At-Tirmidzi)

b.      Melewati haul (setahun Hijriah). Seperti sabda Rasulullah Saw: 

وَلَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ

Artinya: “Suatu harta tidak wajib dizakati kecuali telah melewati masa setahun.” (HR. Abu Dawud)

Syarat ini hanya berlaku bagi induknya saja. Sedangkan untuk anak-anak binatang tersebut, perhitungan haul-nya diikutkan pada induknya. Sehingga, jika induk sudah melewati setahun, maka anak-anaknya pun dihukumi haul, walaupun sebenarnya belum melewati setahun.

c.       Digembalakan. Maksudnya, sepanjang tahun binatang ternak tersebut diberi makan dengan cara digembalakan di lahan umum atau lahan milik sendiri, tidak dengan dicarikan rumput. Dalam sebuah hadits disebutkan:

 وَصَدَقَةُ الْغَنَمِ فِى سَائِمَتِهَاإِذَا كَانَتْ أَرْبَعِيْنَ إِلَى عِشْرِيْنَ وَمِائَةٍ شَاةٌ

Artinya: Zakat kambing yang digembalakan adalah satu ekor kambing ketika jumlahnya telah mencapai empat puluh sampai seratus dua puluh ekor.” (HR. Bukhari)

d.      Tidak dipekerjakan, seperti untuk membajak sawah, mengangkut barang dan lain sebagainya. Rasulullah Saw bersabda:

لَيْسَ فِى الِإبِلِ العوامل صَدَقَة

Artinya: “Tidak wajib dizakati bagi unta yang dibuat untuk bekerja.”(HR. Daruqutni dan Baihaqi)

Di dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Imam an-Nawawi menjelaskan alasan binatang ternak yang dipekerjakan tidak wajib dizakati:

 وَلِأَنَّ العوامل وَالمعلوفة لَا تقتنى للنماء فَلَمْ تَجِبْ فِيْهَا الزَّكَاة كَثِيَابِ البَدَن وَأَثَاث الدَّار

Artinya: Karena sesungguhnya binatang ternak yang dipekerjakan dan binatang yang diberi makan dengan cara dicarikan rumput tidak semata-mata untuk dikembang-biakan, sehingga tidak wajib dizakati sebagaimana pakaian dan perabot rumah.”[18]

            Jika seseorang memiliki unta, sapi atau kambing yang telah memenuhi keempat syarat di atas, maka wajib dizakati. Semua ini menurut pendapat mazhab Syafi’i. Sedangkan menurut pendapat mazhab Malikiyah, syarat ketiga (digembalakan) dan syarat keempat (tidak dipekerjakan) tidak menjadi pertimbangan. Sehingga, apabila ketiga binatang ternak tersebut telah mencapai nishab dan melewati masa setahun (haul), maka wajib dikeluarkan zakatnya.

            Nishab zakat binatang ternak dan jumlah yang wajib dikeluarkan, sebagai berikut:

a. Nishab dan ukuran zakat unta

No

Nishab

Zakat yang Wajib dikeluarkan

1

5 ekor

1 ekor kambing umur 2 tahunatau 1 ekor domba umur 1 tahun

2

10 ekor

2 ekor kambing umur 2 tahun, atau 2 ekor domba umur 1 tahun

3

15 ekor

3 ekor kambing umur 2 tahun, atau 3 ekor domba umur 1 tahun

4

20 ekor

4 ekor kambing umur 2 tahun, atau 4 ekor domba umur 1 tahun

5

25 ekor

1 ekor onta betina umur 1 tahun

6

36 ekor

1 ekor onta betina umur 2 tahun

7

46 ekor

1 ekor onta betina umur 3 tahun

8

61 ekor

61 ekor 1 ekor onta betina umur 4 tahun

9

76 ekor

2 ekor onta betina umur 2 tahun

10

91 ekor

2 ekor onta betina umur 3 tahun

11

121 ekor

3 ekor onta betina umur 2 tahun

            Jika aset mencapai 140 ekor unta, maka cara menghitung ukuran zakatnya adalah, setiap kelipatan 40 ekor, zakatnya 1 ekor unta betina umur 2 tahun, dan setiap kelipatan 50 ekor, zakatnya 1 ekor unta betina umur 3 tahun.

            Contoh:

a)      Aset 140 ekor, zakatnya adalah 2 ekor unta betina umur 3 tahun dan 1 ekor unta betina umur 2 tahun. Sebab, 140 ekor terdiri dari 50 ekor x 2, dan 40 ekor x 1.

b)      Aset 150 ekor, zakatnya adalah 3 unta betina umur 3 tahun. Sebab, 150 ekor terdiri dari 50 ekor x 3.

c)      Aset 160 ekor, zakatnya adalah 4 ekor unta betina umur 2 tahun. Sebab, 160 ekor unta terdiri dari 40 ekor x 3.[19]

 

b. Nishab dan ukuran zakat sapi

No

Nishab

Zakat yang Wajib dikeluarkan

1

30 ekor

1 ekor sapi umur 1 tahun

2

40 ekor

1 ekor sapi umur 2 tahun

            Setelah aset mencapai 60 ekor, maka setiap kelipatan 30, zakatnya 1 ekor sapi umur 1 tahun, dan setiap kelipatan 40, zakatnya 1 ekor sapi umur 2 tahun.

            Contoh:

a)      Aset 60 ekor sapi, zakatnya adalah 2 ekor sapi umur 1 tahun, sebab, 60 ekor terdiri dari 30 ekor x 2.

b)      Aset 70 ekor sapi, zakatnya adalah 1 ekor sapi umur 1 tahun dan 1 ekor sapi umur 2 tahun. Sebab, 70 ekor sapri terdiri dari 30 ekor dan 40 ekor sapi.

c)      Aset 120 ekor sapi, zakatnya adalah 4 ekor sapi umur 1 tahun atau 3 ekor sapi umur 2 tahun. Sebab, 120 ekor terdiri dari 30 ekor x 4 atau 40 ekor x 3.[20]

 

c. Nishab dan ukuran zakat kambing

No

Nishab

Zakat yang Wajib dikeluarkan

1

40 ekor

1 ekor kambing umur 2 tahun, atau 1 ekor domba umur 1 tahun

2

121 ekor

2 ekor kambing umur 2 tahun, atau 2 ekor domba umur 1 tahun

3

201 ekor

3 ekor kambing umur 2 tahun, atau 3 ekor domba umur 1 tahun

4

400 ekor

4 ekor kambing umur 2 tahun, atau 4 ekor domba umur 1 tahun

Setelah aset kambing mencapai 500 ekor, maka perhitungan zakatnya berubah, yaitu setiap kelipatan 100 zakatnya 1 ekor kambing umur 2 tahun atau 1 ekor domba umur 1 tahun.

Contoh:

a)      Aset 500 ekor, zakatnya adalah 5 ekor kambing umur 2 tahun atau 5 ekor domba umur 1 tahun.

b)      Aset 600 ekor, zakatnya adalah 6 ekor kambing umur 2 tahun atau 6 ekor domba umur 1 tahun.

Khusus di dalam zakat binatang ternak dikenal istilah waqs, yaitu jumlah binatang yang berada di antara nishab dengan nishab di atasnya, semisal 130 ekor kambing yang berada di antara 121 ekor dengan 201 ekor. Pertambahan waqs ini tidak merubah ukuran zakat yang wajib dibayarkan kecuali telah mencapai nishab yang telah ditentukan. Contohnya, jumlah aset 130 ekor kambing, zakatnya sama dengan aset 121 ekor kambing, yaitu 2 ekor kambing umur 2 tahun atau 2 ekor domba umur 1 tahun. Hal ini berbeda dengan zakat selain binatang ternak. Setiap tambahan aset bisa menambah ukuran zakat yang wajib dibayarkan.[21]

Menurut mazhab Syafi’i, zakat binatang ternak tidak boleh dibayarkan dalam bentuk uang. Namun menurut pendapat mazhab Hanafi, satu pendapat dalam mazhab Maliki dan satu riwayat dalam mazhab Hanbali, zakat ternak boleh dibayarkan dalam bentuk nominal uang sesuai dengan standar harga ukuran zakatnya.

 

2. Zakat Hasil Pertanian (al-Mu’asysyiraat)[22]

Beberapa dalil yang mendukung bahwa zakat pertanian adalah wajib dikeluarkan adalah firman Allah Swt:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al Baqarah: 267). [23]

وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآَتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ

Artinya: Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin).” (QS. Al An’am: 141).

Hasil pertanian ini ada dua:

a.       Biji-bijian yang menjadi bahan makanan pokok, seperti gandum dan padi.

b.      Buah-buahan, yaitu kurma dan anggur.[24]

Rasulullah Saw bersabda:

عَنْ أَبِى بُرْدَة عَنْ أَبِى مُوسَى الأَشْعَرِىِّ وَمُعَاذٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَسُولَ الله -صلى الله عليه وسلم- بَعَثَهُمَا إِلَى الْيَمَنِ يُعَلِّمَانِ النَّاسَ فَأَمَرَهُمْ أَنْ لَا يَأْخُذُوا إِلاَّ مِنَ الْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ وَالتَّمْرِ وَالزَّبِيبِ

Dari Abu Burdah, bahwa Abu Musa Al-Asy’ari dan Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhuma pernah diutus ke Yaman untuk mengajarkan perkara agama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka agar tidak mengambil zakat pertanian kecuali dari empat jenis tanaman: hinthah (gandum halus)sya’ir (gandum kasar), kurma, dan zabib (kismis). (HR. Hakim dan Baihaqi).

Adapun nishab hasil pertanian adalah 5 (lima) wasaq setara dengan 300 (tiga ratus) Sha’. 1 (satu) Sha’ setara dengan 2,75 Kg. Jadi 1 (satu) nishab hasil pertanian adalah 300 Sha’ x 2,75 Kg = 850 Kg.

Nabi Muhammad Saw bersabda:

لَيْسَ فِيمَا أَقَلُّ مِنْ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ

Artinya: “Tidak wajib mengeluarkan zakat terhadap sesuatu yang kurang dari lima wasak.” (HR. Bukhari Muslim)

  Dalam kitab Fath al-Mu’in, Syaikh Zainuddin al-Malibari dari madzhab Syafi’i memberikan keterangan sebagai berikut:

وَتَجِبُ عَلَى من مر فِي قُوْت اختياري مِنْ حبوب كبر وشعير وأرز إلى قوله ...بلغ قدر كل منهما خَمْسَة أَوْ سق وهي بالكيل: ثَلَاثمائة صاع والصَّاع أَرْبَعَة أمداد  

Artinya: “Dan wajib zakat bagi orang yang telah lewat pembahasannya (muslim dan merdeka) dalam makanan pokok mereka (dalam kondisi normal) dari biji-bijian seperti gandum dan padi…. yang telah mencapai 5 wasaq, yakni 300 sha’ (dalam timbangan), sedangkan 1 sha’ adalah 4 mud.”

Zakat peranian ditunaikan pada waktu panen dan tidak disyariatkan haul. Sebagaimana firman Allah Swt :

وَءَاتُواْ حَقَّهُ يَوۡمَ حَصَادِهِۦ

Artinya:“Tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin).” (QS. Al An’am: 141)

Jumlah kewajiban yang harus dikeluarkan pada zakat pertanian ini sebagai berikut:

a.       Wajib mengeluarkan 1/10 jika pengairannya tidak membutuhkan biaya, yaitu jika diairi dengan hujan atau sungai serta tanpa membutuhkan tenaga yang diperhitungkan.

b.      Wajib mengeluarkan 1/20 jika pengairannya membutuhkan biaya dari pemilik, semisal membutuhkan alat atau membeli air. Rasulullah Saw bersabda:

فِيمَا سَقَتِ السَّمَاءُ وَالْعُيُونُ أَوْ كَانَ عَثَرِيًّا الْعُشْرُ  وَمَا سُقِىَ بِالنَّضْحِ نِصْفُ الْعُشْرِ

Artinya: Tanaman yang diairi dengan air hujan atau dengan mata air atau dengan air tada hujan, maka dikenai zakat 1/10 (10%). Sedangkan tanaman yang diairi dengan mengeluarkan biaya, maka dikenai zakat 1/20 (5%). (HR. Bukhari dan Muslim).

c.       Wajib mengeluarkan 3/40 jika pengairannya menggunakan biaya dan tanpa biaya dengan kadar waktu yang sama atau tidak diketahui secara jelas mana yang lebih lama.

d.      Jika pengairannya menggunakan biaya dan tanpa biaya (dengan kadar waktu yang sama) maka dikalkulasi sesuai pertumbuhan dan umur tanamannya. Maka yang dibuat acuan dalam pengairan adalah lama masa tanaman tersebut mengambil manfaat pada air.[25]

 

3. Zakat al-Naqd (Emas dan Perak)

النَّقْدُ هُوَ الذَّهَبُ وَ الفِضَّةُ وَ كَذلِكَ مَا يّقُوْمُ مَقَامَهُمَا الأن مِنَ الأَوْرَاق النَّقْدِيَّة كَالرِّيَال وَ الدّولار

Al-Naqd adalah emas dan perak, begitupula barang-barang  yang senilai dengan emas perak saat ini yaitu mata uang Riyal dan Dolar.[26]

Syarat wajib zakat an-Naqd sebagai berikut:

a.       Tidak berupa “hulyan mubahan” atau perhiasan yang mubah. Maksudnya adalah segala bentuk perhiasan yang disediakan untuk dipergunakan dengan cara yang diperbolehkan oleh syari’at meskipun dengan ongkos atau meminjamkan. Pengecualiannya ada tiga:

1)      Perhiasan yang sama sekali tidak dipergunakan (disimpan)

2)      Perhiasan yang dimakruhkan seperti perhiasan yang ditambal karena suatu keperluan (hajat) dengan tambalan emas atau perak yang besar

3)      Perhiasan yang diharamkan seperti perhiasan yang dipakai lelaki, perhiasan perempuan yang ukurannya terlalu berlebihan dan perhiasan yang terdapat gambar padanya. Maka wajib mengeluarkan zakat dari ketiga bentuk perhiasan tersebut.

b.      Mencapai satu nishab. Nisab emas kurang lebih 84 gram dan nishab perak kurang lebih 588 gram.

c.       Nishabnya sudah melewati satu tahun penuh. Yang wajib dikeluarkan dari emas dan perak adalah 1/40 (2,5%), sedangkan untuk jumlah yang melebihi nishab, maka harus dikalkulasi sesuai kadarnya.[27]

 

4. Zakat al-Ma’dan (Hasil Tambang)

المعدن هُوَ مَا يُسْتَخْرَجُ مِنَ الأَرْضِ بِمُعَالَجَة مِنَ المكَانِ الذي خَلَقَهُ اللهُ فِيْهِ بِوَاسِطَةِ الألَاتِ وَ مَعدّاتِ الحفْر

Al-Ma’dan adalah logam mulia yang dikeluarkan dari bumi dengan menggunakan alat dan penggalian pada tempat yang mana logam mulia tersebut telah diciptakan/ ditempatkan oleh Allah Swt disitu.

Syarat wajib zakat hasil tambang ada dua:

a.       Berupa emas dan perak. Tidak wajib mengeluarkan zakat dari hasil tambang yang lain seperti bensin dan perunggu.

b.      Harus mencapai satu nishab, maka tidak wajib mengeluarkan zakat dari hasil tambang yang kurang dari satu nishab.

Ukuran nishab hasil tambang adalah nishabnya emas dan perak.

Yang wajib dibayarkan dari hasil tambang adalah rubu’ul usyur atau 1/40 atau 2,5% seperti zakatnya emas dan perak.[28]

 

5. Zakat al-Rikaaz

الرِّكاَزُ هُوَ دَفِيْنُ الجَاهِلِيَّةِ مِنَ الذَّهَبِ وَ الفِضَّةِ

Rikaz adalah harta karun (harta yang terpendam) pada zaman Jahiliyyah (zaman dahulu) yang berupa emas dan perak.

Syarat wajib zakat rikaz ada empat :

a.       Berupa emas dan perak

b.      Harta karun bangsa Jahiliyyah. Hal ini bisa diketahui dengan tanda-tandanya, seperti nama kerajaan atau nama raja yang hidup pada masa itu. Jika berupa harta karun zaman Islam atau tidak diketahui secara jelas masanya, maka hukumnya adalah luqhathah (harta temuan).

c.       Mencapai satu nishab dengan ukuran nishabnya emas dan perak. Tidak wajib zakat jika kurang dari satu nishab.

d.      Ditemukan di lahan yang tidak bertuan atau lahan yang baru dikelola. Wajib zakat bagi pemilik lahan jika memang ia mengaku yang telah mengelola pertama. Jika tidak, maka dikembalikan pada orang yang pertama kali mengelola. Jika tidak ada yang mau mengakui, maka dikembalikan kepada Baitul Mal-nya kaum muslimin.

Pada harta ma’dan dan rikaz tidak disyaratkan harus mencapai satu tahun, bahkanwajib dibayar zakatnya seketika. Jumlah yang wajib dikeluarkan dalam rikaz adalah 1/5 (seperlima).[29]

 

6. Zakat ‘Uruud al-Tijaarah (Harta Dagangan)

العُرُوضُ هُوَ مَا قابل النَقْدَيْن أَيْ مَا سِوى الذَّهَب وَ الفِضَّة وَ أَمَّا التِّجَارَة هُوَ تقليب المَال لِغَرضِ  الرِّبْحِ

Harta dagangan adalah niaga selain emas dan perak. Adapun ( التجارة ) berdagang adalah mengelola harta dengan tujuan mencari laba.[30]

Syarat wajib zakat harta dagangan ada enam :

a.       Harus berupa barang selain emas dan perak.[31]

b.      Niat berdagang.[32]

c.       Niat dilakukan saat menerima kepemilikan harta dagangan. Maksudnya niat dagang dilakukan saat pembelian harta dan dari situlah penghitungan tahun dimulai. Jika saat membeli berniat untuk disimpan, kemudia selang beberapa waktu berniat untuk digunakan berdagang, maka perhitungan tahun dimulai sejak melakukan transaksi yang terjadi setelah niat.

d.      Kepemilikan harta didapat dari proses tukar menukar. Sehingga tidak wajib mengeluarkan zakat dari harta warisan atau pemberian kecuali ditransaksikan dengan disertai niat berdagang. 

Nishab zakat dagangan disesuaikan dengan nishab mata uang yang digunakan untuk membeli harta tersebut. Jika dibeli dengan emas maka nishabnya adalah 84 gram, dan jika dibeli dengan perak maka nishabnya 588 gram. Yang dibuat acuan adalah kalkulasi akhir tahun buka jumlah saat pembelian pertama kali. Sehingga yang diperhitunkan dalam harta dagangan adalah mencapai satu nishab pada akhir tahun, berbeda dengan zakat emas dan perak yang disyaratkan jumlah satu nishab harus ada sejak awal tahun hingga akhir tahun.  Yang wajib dikeluarkan dalam zakat harta dagangan adalah 1/40 dari jumlah seluruhnya, yaitu 2,5 %.[33]

Syekh an-Nawawi Banten berkata:

وَزَكَاةُ مَال وَهِيَ وَاجِبَة فِي ثَمَانِيَة أَصْنَاف مِنْ أَجْنَاس المَال وَهِيَ الذَّهَب وَالفِضَّة وَالزُّرُوْع وَالنَّخل وَالعِنَب وَالِإبِل وَالبَقَر وَالغَنَم -- إلى أَنْ قَالَ-- وَأَمَّا عُرُوْض التِّجَارَة فَهِيَ ترجع لِلذَّهَب وَالفِضَّة لِأَنَّ زَكَاتهَا تَتَعَلَّق بِقِيْمَتِهَا وَهِيَ إِنَّمَا تَكُوْن مِنْهما

Artinya: “Zakat mal wajib di dalam delapan jenis harta. Yaitu, emas, perak, hasil pertanian (bahan makanan pokok), kurma, anggur, unta, sapi, kambing ... Sedangkan aset perdagangan dikembalikan pada golongan emas dan perak karena zakatnya terkait dengan kalkulasinya dan kalkulasinya tidak lain dengan menggunakan emas dan perak.”[34]

Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fiqh Zakat mengembangkan zakat maal  dengan memasukkan diantaranya zakat profesi, zakat gaji, zakat investasi, zakat madu dan produksi hewani, zakat perusahaan, zakat saham dan obligasi dan zakat hasil bumi atas tanah yang disewakan.[35]

Karena pada dasarnya setiap harta kekayaan yang produktif dan bernilai ekonomis apabila mencapai nishab maka wajib dikeluarkan zakatnya. Seperti pada surat Al-Baqarah ayat 267 yaitu sebagai berikut:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا كَسَبۡتُمۡ وَمِمَّآ أَخۡرَجۡنَا لَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِۖ وَلَا تَيَمَّمُواْ ٱلۡخَبِيثَ مِنۡهُ تُنفِقُونَ وَلَسۡتُم بِأخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغۡمِضُواْ فِيهِۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS. Al-Baqarah : 267)

Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa kewajiban mengeluarkan zakat itu dikenakan pada setiap harta kekayaan yang halal dan diperoleh dengan cara yang halal pula, baik hasil usaha atau jasa, maupun berupa buahbuhan, binatang ternak, dan kekayaan lain- lainnya.

 

Latihan Kegiatan Belajar

Untuk meningkatkan penguasaan anda terhadap materi ini, kerjakanlah tugas-tugas berikut:

1.      Ada berapa zakat di dalam Islam, sebutkan!

2.      Jelaskan pengertian zakat fitrah!

3.      Jelaskan pengertian zakat maal!

4.      Sebutkan macam-macam harta maal!

 

Petunjuk jawaban latihan

1.      Untuk mengerjakan tugas ini, silahkan anda mempelajari lagi uraian tentang jenis-jenis zakat.

2.      Untuk dapat menjawab latihan nomor 2 ini silahkan anda mendalami zakat fitrah.

3.      Untuk dapat menjawab latihan nomor 3 ini silahkan anda mendalami zakat maal.

4.      Diskusikan dengan teman anda.

 

Rangkuman

1.      Zakat dibagi menjadi dua macam yaitu zakat fitrah dan zakat maal

2.      Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan berdasarkan jumlah atau anggota keluarga, perempuan dan laki-laki, kecil maupun dewasa, wajib mengeluarkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan.

3.      Zakat harta adalah suatu kadar harta yang diberikan oleh orang yang wajib mengeluarkan zakat kepada orang yang berhak menerimanya.

4.      Binatang ternak yang wajib dikeluarkan zakatnya unta, sapi atau kerbau dan kambing.

5.      Hasil pertanian ini ada dua: Biji-bijian yang menjadi bahan makanan pokok, dan  buah-buahan, yaitu kurma dan anggur.

6.      Al-Naqd adalah emas dan perak.

7.      Al-Ma’dan adalah logam mulia yang dikeluarkan dari bumi dengan menggunakan alat dan penggalian pada tempat yang mana logam mulia tersebut telah diciptakan/ ditempatkan oleh Allah Swt.

8.      Rikaz adalah harta karun (harta yang terpendam) pada zaman Jahiliyyah (zaman dahulu) yang berupa emas dan perak.

9.      Harta dagangan adalah niaga selain emas dan perak. Adapun ( التجارة ) berdagang adalah mengelola harta dengan tujuan mencari laba.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

MUZAKKI DAN MUSTAHIK ZAKAT

 

Kompetensi Mata Pelatihan :

Menganalisis fiqh zakat dan fatwa MUI tentang pengelolaan zakat

Indikator Pencapaian Kompetensi :

Menjelaskan muzakki dan mustahik zakat

 

A. MUZAKKI

Muzakki adalah orang yang dikenai kewajiban membayar kewajiban zakat atas kepemilikan harta yang telah mencapai nishab dan haul. Ada lima syarat seseorang menjadi muzakki yang memenuhi kriteria wajib zakat, sebagai berikut:

شُرُوْطُ وُجُوْب زَكَاة المال خَمْسَة : الإِسْلَام وَالحُرِّيَة وَتَمَام الملك وَالتّعين وتيقن الوُجُود

Artinya: “Syarat-syarat wajib zakat ada lima, yaitu Islam, merdeka, milik yang sempurna, milik orang tertentu, yakin keberadaanya[36]

1.      Islam. Maka zakat tidak wajib bagi orang kafir sejak lahir. Walaupun demikian, akan tetapi orang kafir kelak di akhirat tetap diberi siksaan sebab tidak membayar zakat.[37] Sedangkan untuk orang murtad, status hartanya ditangguhkan hingga ia kembali Islam. Jika sampai meninggal dunia tidak kembali Islam, maka status hartanya adalah harta fai’ (harta yang diperoleh pemerintah Muslim dari orang kafir bukan melalui peperangan) dan jelaslah bahwa sebenarnya kepemilikannya telah hilang sejak ia murtad. Jika kembali Islam, maka dia dituntut untuk mengeluarkan (melunasi utang) zakat selama masa murtadnya. [38]

2.      Merdeka. Zakat tidak wajib bagi budak. Adapun budak Muba’ad (sebagian dirinya berstatus merdeka dan sebagian yang lain berstatus budak), maka wajib mengeluarkan zakat dari harta yang ia miliki dengan status merdeka yang terdapat pada dirinya.[39]

3.      Milik orang tertentu (تَعَيُّنُ المِلك). Tidak wajib mengeluarkan zakat dari harta yang diwakafkan kepada kelompok umum (jihah amah) seperti diwakafkan pada para fakir miskin. Sedangkan harta yang diwakafkan kepada orang tertentu (muayyan) seperti pohon kurma yang diwakafkan kepada Zaid, maka hasilnya harus dizakati  jika mencapai satu nishab.[40]

4.      Kepemilikan sempurna (تَمَامُ المِلك). Maksudnya dimiliki dengan sempurna. Maka zakat tidak wajib bagi budak mukattab (budak yang mencicil kepada majikannya agar bebas dari status budak) karena status kepemilikannya lemah.

5.      Yakin keberadaanya (تَيَقَّن الوُجُود). artinya, zakat tidak wajib dikeluarkan dari harta yang diwakafkan kepada janin yang masih berada dalam kandungan karena tidak diyakini keberadaannya (wujud-nya) atau hidupnya.[41]

Itulah lima kriteria yang menyebabkan seseorang wajib membayar zakat. Sedangkan baligh dan berakal bukanlah termasuk dari syarat wajib zakat. Sehingga, hartanya anak kecil atau orang gila yang sudah mencapai nishab wajib dizakati. Adapun yang mengeluarkan zakat dari harta keduanya adalah walinya.[42]

 

B. MUSTAHIK ZAKAT

Orang yang berhak menerima zakat disebut mustahik zakat.[43] Jumlah mustahik zakat ada delapan golongan (ashnaf) berdasarkan firman Allah Swt:

إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَة مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيم 

Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. At-Taubah: 60) 

Berdasarkan ayat tesebut maka orang yang berhak menerima zakat itu antara lain:

1.      Fakir

الفَقِيْرُ هُوَ الّذِي لَيْسَ لَهُ مَالٌ وَ لَا كَسْبٌ أَصْلًا أَوْ لَهُ مَالٌ أَوْ كَسْبٌ وَ لكن لَا يَقَعُ مَوْقِعًا مِنْ كِفايتِهِ : مَطْعَمًا وَ مَلْبَسًا وَ مَسْكَنًا بِأَنْ يَحْصُلَ أَقَلّ مِنْ نِصفِ مَا يَكْفِيْه

Artinya: “Faqir adalah orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan, atau memiliki harta atau pekerjaan namun tidak mencukupi kebutuhan hidupnya baik dari segi makanan, pakaian dan tempat tinggal, maksudnya ia hanya memiliki kurang dari separuh yang dibutuhkan”.

Contoh: dalam sebulan membutuhkan biaya Rp. 500.000,- dan ia hanya bisa menghasilkan kurang dari Rp. 250.000,-

 

2.      Miskin

المِسْكِيْنُ هُوَ الّذِي لَهُ مَالٌ أَوْ كَسْبٌ يَقَعُ مَوْقِعًا مِنْ كِفَايتِهِ وَ لَا يكفيه بِأَنْ يحصل فَوْقَ نصفِ مَا يَكْفِيْه

Artinya : “Miskin adalah orang yang mempunyai harta atau pekerjaan yang memenuhi kebutuhan namun tidak sepenuhnya, maksudnya ia mampu menghasilkan lebih dari separuh yang dibutuhkan.”

Contoh : Dalam sebulan ia membutuhkan biaya sebesar Rp. 500.000,- dan ia hanya memiliki Rp. 400.000,-.

Pendistribusian harta zakat bagi orang miskin untuk memenuhi kebutuhan dasarnya serta dimungkinkan distribusi bertahap dan sesuai kebutuhannya, sebagai berikut: (Bagian Orang fakir dan miskin), Bila keduanya tidak mampu untuk bekerja dengan satu keahlian atau perdagangan diberi harta zakat sekiranya mencukupi kebutuhan satu tahun, karena berulangulangnya zakat setiap tahunnya. Ini adalah pendapat yang paling kuat sebagaimana tercantum dalam kitab al-Umm. Sedangkan pendapat jumhur ulama adalah diberikan kepada mereka sekiranya mencukupi kebutuhan sampai pada batas rata-rata umur hidup manusia, karena tujuannya adalah mencukupi kebutuhan hidupnya dan itu adalah satu-satunya cara. Kalau umurnya melebihi standar umumnya manusia, maka akan diberi setiap tahun seukuran kebutuhan hidupnya selama setahun. Jika dia mempunyai kompetensi kerja, maka diberikan kepadanya uang untuk membeli alat, meskipun harganya mahal. Atau jika dia pintar berdagang, maka diberikan kepadanya modal berdagang dan besaarannya disesuaikan dengan adat yang berlaku di daerahnya. Jika dia mempunyai multi kompetensi kerja, maka diberikan dana untuk membeli alat atau modal kerja. Jika salah satu bagian itu melebihi dari kebutuhannya, maka cukup diberikan kepadanya sebagian saja. Jika satu bagian kurang mencukupi, maka perlu diberikan tambahan yang bisa diberikan aset seperti properti atau kebun yang pemasukannya dapat mencukupi kebutuhannya. Dan tidaklah dimaksudkan di sini –orang yang tidak dapat bekerja– diberikan dana tunai seukuran masa tersebut, akan tetapi dia diberi dana di mana ia mampu membeli aset properti atau kebun yang pemasukannya dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhannya, sehingga ia tidak lagi menjadi mustahiq zakat, serta bisa diwariskan.

3.      Amil   

العَامِلُ هُو الّذي يَسْتَعْمِلُهُ الحّاكِمُ فِي أّخْذِ الزَّكَواتِ مِن أَرْبَابِها وَ صَرْفِهَا إِلَى مُسْتَحِقِّهَا فَيُعْطَى مِن الزَّكاَةِ وَ إِنْ كاَنَ غَنِيًّا هذا إِنْ لَمْ يَجْعَل لهُ الحَاكِم أُجرةً مِنْ بَيْتِ المَالِ وَ إِلَّا فَلَا يُعْطَى

Artinya : “Amil adalah orang yang ditugaskan pemerintah utuk menarik zakat dari pemiliknya dan menyerahkan kepada yang berhak. Amil berhak diberi zakat meskipun ia orang kaya selama pemerintah tidak memberi gaji tertentu padanya dari baitul maal (kas negara). Jika telah digaji, maka tidak berhak menerima zakat.”

 

4.      Mu’allaf

المؤَلَّفَةُ قُلُوبُهُم هُمْ مَنْ أَسْلَمَ وَ نِيَّتُهُ ضَعِيْفَةٌ فِي الإِسْلَامِ

Artinya: “Muallaf adalah orang-orang yang baru masuk Islam dan niatnya masih lemah.”

Menurut madzhab Syafi’iyyah,  mu’allaf ada empat macam; pertama, orang yang masuk Islam sedangkan kelunakannya terhadap Islam masih dianggap lemah seperti masih ada perasaan asing di kalangan sesama muslim atau merasa terasing dalam agama Islam. Kedua, mu’allaf yang mempunyai pengaruh di kalangan komunitas atau masyarakatnya sehingga dengan diberinya zakat ada harapan menarik simpati masyarakatnya untuk masuk Islam. Ketigamu’allaf yang diberi zakat dengan tujuan agar membantu kaum muslim untuk menyadarkan mereka yang tidak mengeluarkan zakat (mani’ al-zakat), dan keempatmu’allaf yang diberi zakat dengan tujuan agar musuh-musuh Islam tidak menyerang orang orang muslim.

 

5.      Riqab

الرِّقَابُ هُوَ مَنْ كَاتِبَهُ سَيِّدُهُ كِتَابَةً صَحِيْحَةً فَيُعْطى مِنَ الزَّكَاةِ لِيُسَاعِدَهُ ذلِكَ فِي التَّحْرِيْرِ مِنَ الرِّقِ

Artinya: “Riqaab adalah hamba sahaya yang menjalin akad cicilan dengan tuannya untuk menebus dirinya dengan akad yang sah. Maka ia berhak menerima zakat guna membantu cicilan untuk memerdekakannya.”

 

6.  Gharimin

الغَارِمُ هُوَ الذي اسْتَدانَ لِغَيْرِ مَعْصِيَة

Artinya : “Orang yang berhutang bukan untuk maksiat.”

Al-Gharim yang berhak menerima zakat ada empat :

a.       Orang yang berhutang guna menghentikan ketegangan diantara dua kelompok yang berseteru. Orang ini berhak menerima zakat meskipun ia kaya.

b.      Orang yang berhutang karena untuk menjami tamu, membangun masjid atau kemashlahatan umum lainnya. Orang ini berhak menerima zakat meskipun orang kaya.

c.       Orang yang berhutang untuk kebutuhan biaya hidupnya atau keluarganya.

d.      Orang yang menanggung hutang orang lain. Orang semacam ini berhak menerima zakat jika hutangnya telah jatuh tempo dan ia termasuk orang miskin begitupula orang yang ditanggungnya.[44]

 

7.    Fi Sabillilah

فِي سَبِيْلِ الله هُم الغُزَاةُ المُتَطَوِّعُوْنَ الذين لَا يَأْخُذُوْنَ مُرَتَّبًا مِنَ الدِّيْوَانِ عَلَى خُرُوْجِهِمْ إِلى الجِهَادِ فَيُعْطُوْنَ مِنَ الزَّكَاةِ وَ إِنْ كَانُوا أَغْنِيَاء

Artinya: Sabilillah adalah orang-orang yang berperang di jalan Allah SWT dan mereka tidak mendapatkan bayaran resmi dari Negara, maka mereka diberikan zakat meskipun mereka tergolong orang-orang yang kaya.”.

Pendapat Imam al-Razi dalam kitab al-Tafsir al-Kabir: “Ketahuilah bahwa “fii sabilillah” secara zhahir tidak terbatas pada orang-orang yang berperang (bala tentara). Atas pemahaman ini Imam al-Qaffal menukil pandangan sebagian fuqaha dalam tafsirnya bahwa mereka membolehkan penyaluran zakat ke seluruh jalan kebaikan mulai dari pengkafanan janazah, membangun benteng dan memakmurkan masjid. Hal ini karena firman Allah “Wa fii Sabilillah” bersifat umum.[45]

 

8.      Ibnu  Sabil

ابنُ السَّبِيْل هُوَ المسَافِرُ أَوْ مُنْشِئُ السَّفَرِ الذي لَيْسَ لَدَيْهِ نَفَقَةٌ توصِلُهُ إِلَى بِلَادِه فَيُعْطَى مِنَ  الزَّكَاةِ وَ إِنْ كَانَ لَهُ مَالٌ فِي بِلَادِه

Artinya : “Ibnu sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan atau hendak melakukan perjalanan namun tidak mempunyai bekal yang bisa mengantarkannya sampai ke daerahnya. Orang ini berhak menerima zakat meskipun ia memiliki harta di daerahnya.”

 

 

Latihan Kegiatan Belajar

Untuk meningkatkan penguasaan anda terhadap materi ini, kerjakanlah tugas-tugas berikut:

1.      Apa yang dimaksud dengan muzakki dan mustahiq zakat!

2.      Sebutkan 5 syarat menjadi muzakki!

3.      Ada berapa mustahik zakat!

4.      Jelaskan perbedaan fakir dan miskin!

 

Petunjuk jawaban latihan

1.      Untuk mengerjakan tugas ini, silahkan anda mempelajari lagi uraian tentangn pengertian muzakki dan mustahiq zakat.

2.      Untuk dapat menjawab latihan nomor 2 ini silahkan anda mendalami materi muzakki.

3.      Untuk dapat menjawab latihan nomor 3 ini silahkan anda mendalami materi mustahik zakat.

4.      Diskusikan dengan teman anda dan minta klarifikasi dengan tutor anda.

 

Rangkuman

1.      Muzakki adalah orang yang dikenai kewajiban membayar kewajiban zakat atas kepemilikan harta yang telah mencapai nishab dan haul. Adapun orang yang berhak menerima zakat disebut mustahik zakat.

2.      Syarat-syarat wajib zakat ada lima, yaitu Islam, merdeka, milik yang sempurna, milik orang tertentu, yakin keberadaanya.

3.      Mustahiq zakat sebagaimana firman Allah Swt yang artinya :

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At-Taubah: 60). 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

FATWA MUI TENTANG MASALAH ZAKAT

 

Kompetensi Mata Pelatihan :

Menganalisis fiqh zakat dan fatwa MUI tentang pengelolaan zakat

Indikator Pencapaian Kompetensi :

Menjelaskan fatwa MUI tentang pengelolaan zakat

 

MUI sudah berusaha menjawab persoalan umat yang begitu kompleks, masalah zakat merupakan salah satu bagian pembahasannya mulai dari tahun 1982 s.d. 2011. Fatwa MUI tentang masalah zakat, sebagai berikut:

A. Tahun 1982

Beberapa fatwa tentang persoalan zakat pada tahun 1982, yaitu:

1.      Intensifikasi Pelaksanaan Zakat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada tanggal 1 Rabi’ul Akhir 1402 H, bertepatan dengan tanggal 26 Januari 1982 M, menetapkan:

a.       Penghasilan dari jasa dapat dikenakan zakat apabila sampai nisab dan haul.

b.      Yang berhak menerima zakat hanya delapan ashnaf yang tersebut dalam Alquran pada surat at-Taubah ayat 60. Apabila salah satu ashnaf tidak ada, bagiannya diberikan kepada ashnaf yang ada.

c.       Untuk kepentingan dan kemaslahatan umat Islam, maka yang tidak dapat dipungut melalui saluran zakat, dapat diminta atas nama infaq atau shadaqah.

d.      Infaq dan shadaqah yang diatur pungutannya oleh Ulil Amri, untuk kepentingan tersebut di atas, wajib ditaati oleh umat Islam menurut kemampuannya.

2.      Men-tasharuf-kan Dana Zakat untuk Kegiatan Produktif dan Kemaslahatan Umum Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada tanggal 8 Rabi’ul Akhir 1402 H, bertepatan dengan tanggal 2 Februari 1982 M, setelah melalui mekanisme menetapkan:

a.       Zakat yang diberikan kepada fakir miskin dapat bersifat produktif.

b.      Dana zakat atas nama Sabilillah boleh di-tasharuf-kan guna keperluan maslahah ’ammah (kepentingan umum).

 

B. Tahun 1996

Beberapa fatwa tentang persoalan zakat pada tahun 1996, yaitu Pemberian Zakat untuk Beasiswa. Sebagaimana tertuang dalam Lampiran Surat Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Pemberian Zakat Untuk Beasiswa Nomor Kep. 120/MU/II/1996.

Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia menyampaikan bahwa pada hari Sabtu tanggal 20 Ramadhan 1416 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 10 Februari 1996 Miladiyah, dilanjutkan pada hari Rabu 24 Ramadhan 1416 Hijriah, bertepatan tanggal 14 Februari 1996 Miladiyah, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah bersidang untuk membahas pemberian zakat untuk beasiswa, yaitu :

Bagaimana hukum pemberian zakat untuk keperluan pendidikan, khususnya pemberian beasiswa?

Sehubungan dengan masalah tersebut sidang merumuskan sebagai berikut:

Memberikan uang zakat untuk keperluan pendidikan, khususnya dalam bentuk beasiswa, hukumnya adalah sah, karena termasuk dalam ashnaf fi sabilillah, yaitu bantuan yang dikeluarkan dari dana zakat berdasarkan Alquran surat At-Taubah ayat 60 dengan alasan bahwa pengertian fi sabilillah menurut sebagian ulama fiqh dari beberapa mazhab dan ulama tafsir adalah “lafaznya umum”. Oleh karena itu, berlakulah kaidah ushuliyah.

Sidang memberikan pertimbangan bahwa pelajar/ mahasiswa/ sarjana muslim, penerima zakat beasiswa, hendaknya:

1. Berprestasi akademik.

2. Diprioritaskan bagi mereka yang kurang mampu.

3. Mempelajari ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia.

 

C. Tahun 2003

Fatwa tentang persoalan zakat pada tahun 2003, yaitu:

1.      Zakat Penghasilan.

Hal ini tertuang dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Zakat Penghasilan.

a.       Ketentuan Umum

Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain- lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupub tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.

b.      Hukum

Semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram.

c.       Waktu Pengeluaran Zakat

1)      Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup nishab.

2)      Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.

d.      Kadar Zakat

Kadar zakat penghasilan adalah 2,5%.

2.      Penggunaan Dana Zakat untuk Istitsmar

Hal ini tertuang dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2003 tentang Penggunaan Dana Zakat Untuk Istitsmar (Investasi).

MUI menetapkan:

a.       Zakat mal harus dikeluarkan sesegera mungkin (fauriyah), baik dari muzaki kepada amil maupun dari amil kepada mustahik.

b.      Penyaluran (tauzi'/ distribusi) zakat mal dari amil kepada mustahiq, walaupun pada dasarnya harus fauriyah, dapat di-ta'khir-kan apabila mustahiqnya belum ada atau ada kemaslahatan yang lebih besar.

c.       Maslahat ditentukan oleh Pemerintah dengan berpegang pada aturan-aturan kemaslahatan sehingga maslahat tersebut merupakan maslahat syar'iyah.

d.      Zakat yang di-ta'khir-kan boleh diinvestasikan (istitsmar) dengan syarat-syarat sebagai berikut:

1)      Harus disalurkan pada usaha yang dibenarkan oleh syariah dan peraturan yang berlaku (althuruq al-masyru'ah)

2)      Diinvestasikan pada bidang-bidang usaha yang diyakini akan memberikan keuntungan atas dasar studi kelayakan.

3)      Dibina dan diawasi oleh pihak-pihak yang memiliki kompetensi.

4)      Dilakukan oleh institusi lembaga yang profesional dan dapat dipercaya (amanah).

5)      1zin investasi (istitsmar) harus diperoleh dari Pemerintah dan Pemerintah harus menggantinya apabila terjadi kerugian atau pailit.

6)      Tidak ada fakir miskin yang kelaparan atau memerlukan biaya yang tidak bisa ditunda pada saat harta zakat itu diinvestasikan.

7)      Pembagian zakat yang di-ta'khir-kan karena diinvestasikan harus dibatasi waktunya.

 

D. Tahun 2009

Keputusan Komisi B1 Ijtima’Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia III tentang Masail Fiqhiyyah Mu’ashirah (Masalah Fikih Kontemporer) pada 26 Januari 2009/ 29 Muharram 1430 H, yang memuat:

 Ketentuan Hukum

1.      Defenisi, Tugas, dan Fungsi, Kewajiban, dan Hak-hak Amil

a.       Definisi, Tugas, Fungsi, Kewajiban dan Hak-hak Amil

Definisi ‘amil adalah seseorang atau sekelompok orang yang ditunjuk/ disahkan oleh pemerintah untuk mengurus zakat, tugas ‘amil adalah memungut (dari orang kaya) dan menyalurkan kepada mustahiq, fungsi ‘amil adalah sebagai pelaksana segala kegiatan urusan zakat yang meliputi pengumpulan, pencatatan (administrasi),dan pendistribusian, kewajiban ‘amil adalah melakukan pencacatan data muzakki, para mustahiq, memungut atau menerima, mengetahui jumlah dan besarnya kebutuhan mustahiq dan menyerahkan harta zakat dengan baik dan benar, hak ‘amil adalah menerima bagian dari harta zakat untuk melaksanakan seluruh tugas-tugasnya maksimal seperdelapan (12,5%) dari harta zakat, dan jika ada kekurangan boleh diambilkan dana di luar zakat.

b.      Amil tidak boleh meminta ongkos di luar hak-hak (bagian) amil karena amil tidak boleh menerima pemberian hadiah dari muzakki apalagi meminta ongkos di luar hak amil meskipun untuk operasional amil.

2.      a. Amil tidak boleh memberikan hadiah kepada muzakki yang berasal dari harta zakat.

b. Amil tidak boleh menerima hadiah dari muzakki dalam kaitan tugasnya sebagai amil.

3.      Biaya yang ditimbulkan karena tugas penyaluran zakat baik langsung atau tidak langsung bersumber dari porsi bagian amil. Apabila tidak mencukupi dapat diambil dari dana di luar zakat.

4.      Perusahaan yang telah memenuhi syarat wajib zakat, wajib mengeluarkan zakat, baik sebagai syakhshiyyah i'tibariyyah ataupun sebagai pengganti (wakil) dari pemegang saham.

Rekomendasi:

1)      Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diminta mengalokasikan anggaran bagi Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) agar dapat melaksanakan tugasnya, secara efektif dan produktif.

2)      Pengelola BAZ dan LAZ diminta agar melakukan konsultasi kepada Ulama dalam setiap pengambilan kebijakan terkait dengan masalah fikih zakatnya.

3)      MUI Pusat diharapkan memberikan penjelasan lebih rinci terhadap keputusan yang masih perlu penjelasan, misalnya tentang zakat perusahaan.

 

E. Tahun 2011

1.      Fatwa MUI tentang Amil Fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat, yaitu:

a.       Amil zakat adalah:

1)      Seseorang atau sekelompok orang yang diangkat oleh Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat; atau

2)      Seseorang atau sekelompok orang yang dibentuk oleh masyarakat dan disahkan oleh Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat.

b.      Amil zakat harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1)      Beragama Islam;

2)      Mukallaf (berakal dan baligh);

3)      Amanah;

4)      Memiliki ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum zakat dan hal lain yang terkait dengan tugas amil zakat.

c.       Amil zakat memiliki tugas:

1)      Penarikan/pengumpulan zakat yang meliputi pendataan wajib zakat, penentuan objek wajib zakat, besaran nisab zakat, besaran tarif zakat, dan syarat-syarat tertentu pada masing-masing objek wajib zakat;

2)      Pemeliharaan zakat yang meliputi inventarisasi harta, pemeliharaan, serta pengamanan harta zakat; dan

3)      Pendistribusian zakat yang meliputi penyaluran harta zakat agar sampai kepada mustahik zakat secara baik dan benar, dan termasuk pelaporan.

d.      Pada dasarnya, biaya operasional pengelolaan zakat disediakan oleh Pemerintah (ulil amr).

e.       Dalam hal biaya operasional tidak dibiayai oleh Pemerintah, atau disediakan Pemerintah tetapi tidak mencukupi, maka biaya operasional pengelolaan zakat yang menjadi tugas amil diambil dari dana zakat yang merupakan bagian amil atau dari bagian Fi Sabilillah dalam batas kewajaran, atau diambil dari dana di luar zakat.

f.        Kegiatan untuk membangun kesadaran berzakat seperti iklan dapat dibiayai dari dana zakat yang menjadi bagian amil atau Fi Sabilillah dalam batas kewajaran, proporsional dan sesuai dengan kaidah syariat Islam.

g.      Amil zakat yang telah memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta dalam tugasnya sebagai amil tidak berhak menerima bagian dari dana zakat yang menjadi bagian amil. Sementara amil zakat yang tidak memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta berhak menerima bagian dari dana zakat yang menjadi bagian amil sebagai imbalan atas dasar prinsip kewajaran.

h.      Amil tidak boleh menerima hadiah dari muzaki dalam kaitan tugasnya sebagai amil.

i.        Amil tidak boleh memberi hadiah kepada muzaki yang berasal dari harta zakat.

2.      Hukum Zakat atas harta Haram Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 13 Tahun 2011 tentang Hukum Zakat atas Harta Haram, yaitu:

a.       Ketentuan Hukum

1.      Zakat wajib ditunaikan dari harta yang halal, baik hartanya maupun cara perolehannya.

2.      Harta haram tidak menjadi obyek wajib zakat.

3.      Kewajiban bagi pemilik harta haram adalah bertaubat dan membebaskan tanggung jawab dirinya dari harta haram tersebut.

4.      Cara bertaubat sebagaimana dimaksud angka 3 adalah sebagai berikut:

a)      Meminta ampun kepada Allah, menyesali perbuatannya, dan ada keinginan kuat (‘azam) untuk tidak mengulangi perbuatannya;

b)      Bagi harta yang haram karena didapat dengan cara mengambil sesuatu yang bukan haknya seperti mencuri dan korupsi, maka harta tersebut harus dikembalikan seutuhnya kepada pemiliknya. Namun, jika pemiliknya tidak ditemukan, maka digunakan untuk kemaslahatan umum.

c)      Bila harta tersebut adalah hasil usaha yang tidak halal seperti perdangan minuman keras dan bunga bank maka hasil usaha tersebut (bukan pokok modal) secara keseluruhan harus digunakan untuk kemaslahatan umum.

b.      Ketentuan Penutup

1)      Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

2)      Agar setiap muslim dan pihakpihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, semua pihak dihimbau untuk menyebarluaskan fatwa ini.

3. Penarikan, Pemeliharaan, dan Penyaluran Harta Zakat Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 14 Tahun 2011 tentang Penarikan, Pemeliharaan, dan Penyaluran Harta Zakat, yaitu:

a.       Ketentuan Umum

Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:

1)      Penarikan zakat adalah kegiatan pengumpulan harta zakat yang meliputi pendataan wajib zakat, penentuan objek wajib zakat, besaran nishab zakat, besaran tarif zakat, dan syarat-syarat tertentu pada masing-masing objek wajib zakat.

2)      Pemeliharaan zakat adalah kegiatan pengelolaan yang meliputi inventarisasi harta, pemeliharaan, serta pengamanan harta zakat.

3)      Penyaluran zakat adalah kegiatan pendistribusian harta zakat agar sampai kepada para mustahiq zakat secara benar dan baik.

4)      Zakat muqayyadah adalah zakat yang telah ditentukan mustahiqnya oleh muzakki, baik tentang ashnaf, orang perorang, maupun lokasinya.

b. Ketentuan Hukum

1)      Penarikan zakat menjadi kewajiban amil zakat yang dilakukan secara aktif.

2)      Pemeliharan zakat merupakan tanggung jawab amil sampai didistribusikannya dengan prinsip yadul amanah.

3)      Apabila amil sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, namun di luar kemampuannya terjadi kerusakan atau kehilangan maka amil tidak dibebani tanggung jawab penggantian.

4)      Penyaluran harta zakat dari amil zakat kepada amil zakat lainnya belum dianggap sebagai penyaluran zakat hingga harta zakat tersebut sampai kepada para mustahiq zakat.

5)      Dalam hal penyaluran zakat sebagaimana nomor 4, maka pengambilan hak dana zakat yang menjadi bagian amil hanya dilakukan sekali. Sedangkan amil zakat yang lain hanya dapat meminta biaya operasional penyaluran harta zakat tersebut kepada amil yang mengambil dana.

6)      Yayasan atau lembaga yang melayani fakir miskin boleh menerima zakat atas nama fi sabilillah. Biaya operasional penyaluran harta zakat tersebut mengacu kepada ketentuan angka 5.

7)      Penyaluran zakat muqayyadah, apabila membutuhkan biaya tambahan dalam distribusinya, maka Amil dapat memintanya kepada mustahiq. Namun apabila penyaluran zakat muqayyadah tersebut tidak membutuhkan biaya tambahan, misalnya zakat muqayyadah itu berada dalam pola distribusi amil, maka amil tidak boleh meminta biaya tambahan kepada muzakki.

c. Ketentuan Penutup

1)      Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

2)      Agar setiap muslim dan pihakpihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, semua pihak dihimbau untuk menyebarluaskan fatwa ini.

4. Penyaluran Harta Zakat dalam Bentuk Aset Kelolaan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 15 Tahun 2011 tentang Penyaluran Harta Zakat dalam Bentuk Aset Kelolaan, yaitu:

a.       Ketentuan Umum

Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan: Aset kelolaan adalah sarana dan/atau prasarana yang diadakan dari harta zakat dan secara fisik berada di dalam pengelolaan pengelola sebagai wakil mustahiq zakat, sementara manfaatnya diperuntukkan bagi mustahiq zakat.

b.      Ketentuan Hukum

Hukum penyaluran harta zakat dalam bentuk aset kelolaan adalah boleh dengan ketentuan sebagai berikut:

1)      Tidak ada kebutuhan mendesak bagi para mustahiq untuk menerima harta zakat.

2)      Manfaat dari aset kelolaan hanya diperuntukkan bagi para mustahiq zakat.

3)      Bagi selain mustahiq zakat dibolehkan memanfaatkan aset kelolaan yang diperuntukkan bagi para mustahiq zakat dengan melakukan pembayaran secara wajar untuk dijadikan sebagai dana kebajikan.

c. Ketentuan Penutup

1)      Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

2)      Agar setiap muslim dan pihakpihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, semua pihak dihimbau untuk menyebarluaskan fatwa ini. Nilai strategis yang ada pada MUI semakin terlihat dari salah satu komisi yaitu Komisi Fatwa yang concern memberikan fatwa untuk memberikan jawaban atau penjelasan ulama mengenai masalah keagamaan dan berlaku untuk umum. Namun apabila direlevansikan dengan fatwa – fatwa tentang zakat sejak tahun 1982-2011, dalam hal ini terdapat 10 fatwa MUI yang telah difatwakan, hal ini dapat digolongkan menjadi tiga bentuk yaitu:

1.   Fatwa sumber-sumber zakat meliputi: Fatwa tentang zakat penghasilan (Fatwa MUI No 3 tahun 2003) dan fatwa tentang hukum zakat atas yang haram (Fatwa MUI No 13 tahun 2011).

2.   Fatwa asnaf-asnaf zakat meliputi: Fatwa tentang amil zakat (Fatwa MUI No 8 tahun 2011) dan fatwa tentang pemberian zakat untuk beasiswa (Fatwa Nomor Kep-120/ MUI/ II/ 1996).

3.   Fatwa pengelolaan zakat: Fatwa tentang intensifikasi pelaksanaan zakat (Fatwa tahun 1982), fatwa mentasharruf dana zakat untuk kegiatan produktif dan kemaslahatan umum (Fatwa tahun 1982), fatwa penggunaan zakat untuk istismar/investasi (Fatwa Nomor 4 tahun 2003), fatwa MUI tentang masalah zakat kontemporer meliputi defenisi, tugas, dan fungsi, kewajiban, dan hak-hak amil, zakat perusahaan, dan sebagainya (Keputusan Komisi B1 Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia III tentangMasail Fiqhiyyah Mu’ashirah [Masalah Fikih Kontemporer]), fatwa penarikan, pemeliharaan, dan penyaluran harta zakat (Fatwa Nomor 14 tahun 2011), dan fatwa penyaluran harta zakat bentuk asset kelolaan (Fatwa Nomor 15 tahun 2011). Ketiga bentuk fatwa ini difatwakan karena adanya permintaan, pertanyaan dari masyarakat dan pemerintah serta responsif MUI sendiri. Fatwa MUI tentang masalah zakat sangat membantu umat dalam menghadapi persoalan seputar zakat, dimana dengan perkembangan zaman cenderung timbul persoalan-persoalan di tengah umat berkaitan dengan zakat. Untuk itu diharapkan kepada MUI untuk lebih sensitif terhadap persoalan yang muncul agar tidak terjadi praktik-praktik zakat di luar ketentuan syariah.

 

F. Tahun 2020

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 23 Tahun 2020 Tentang Pemanfaatan Harta Zakat, Infak, Dan Shadaqah Untuk Penanggulangan Wabah Covid-19 Dan Dampaknya

1.      Pemanfaatan harta zakat untuk penanggulangan wabah COVID19 dan dampaknya, hukumnya boleh dengan dhawabith sebagai berikut:

a.       Pendistribusian harta zakat kepada mustahiq secara langsung dengan ketentuan sebagai berikut:

1)      penerima termasuk salah satu golongan (asnaf) zakat, yaitu muslim yang fakir, miskin, amil, muallaf, yang terlilit hutang, riqab, ibnu sabil, dan/atau fi sabilillah;

2)      Harta zakat yang didistribusikan boleh dalam bentuk uang tunai, makanan pokok, keperluan pengobatan, modal kerja, dan yang sesuai dengan kebutuhan mustahiq;

3)      Pemanfaatan harta zakat boleh bersifat produktif antara lain untuk stimulasi kegiatan sosial ekonomi fakir miskin yang terdampak wabah.

b.      Pendistribusian untuk kepentingan kemaslahatan umum, dengan ketentuan sebagai berikut:

1)      penerima manfaat termasuk golongan (asnaf) fi sabilillah

2)      pemanfaatan dalam bentuk aset kelolaan atau layanan bagi kemaslahatan umum, khususnya kemaslahatan mustahiq, seperti untuk penyediaan alat pelindung diri, disinfektan, dan pengobatan serta kebutuhan relawan yang bertugas melakukan aktifitas kemanusiaan dalam penanggulangan wabah.

2.      Zakat mal boleh ditunaikan dan disalurkan lebih cepat (ta‘jil alzakah) tanpa harus menunggu satu tahun penuh (Hawalan alhaul), apabila telah mencapai nishab.

3.      Zakat fitrah boleh ditunaikan dan disalurkan sejak awal Ramadhan tanpa harus menunggu malam idul fitri.

4.      Kebutuhan penanggulangan wabah COVID-19 dan dampaknya yang tidak dapat dipenuhi melalui harta zakat, dapat diperoleh melalui infaq, shadaqah, dan sumbangan halal lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VI

EVALUASI PEMBELAJARAN

 

A. Pilihan Ganda

Pilihlah jawaban yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!.

1.      Zakat bermakna at-tathiru (التطهير) artinya ....

a. membersihkan

b. tumbuh

c. berkembang

d. berkah

2.      Zakat bermakna an-Namaa’ النّماء) ( artinya ....

a. berkembang

b. bagus

c.  baik

d.  membersihkan

3.      Zakat bermakna الصّلاح)) artinya ....

a. berkembang

b. bagus atau baik

c. tumbuh

d. berkah

4.      Dalam al-Qur’an kata zakat disebut sebanyak …  kali.

a. 30

b. 35

c. 60

d. 65

5.      Pendapat yang paling masyhur, zakat mal diwajibkan pada bulan Syawal tahun ... hijriah

a. 1

b. 2

c. 3

d. 4

6.      Pengertian “fihtrah” menurut bahasa yaitu ....

a. beras

b. harta

c. zakat

d. ciptaan

7.      Anak yang lahir setelah terbenam matahari akhir bulan Ramadhan maka … zakat fitrah.

a. wajib

b. tidak wajib

c. makruh

d. haram

8.      Waktu pembayaran zakat fitrah pada hari pertama bulan Syawal setelah terbit fajar shadiq hingga sebelum pelaksanaan shalat Iedul Fithri adalah waktu ….

a. wajib

b. fadhilah/ utama

c. boleh

d. makruh

9.      Menunda pembayaran zakat hingga melewati hari pertama bulan Syawal, hukumnya ….

a. boleh

b. makruh

c. haram

d. wajib

10.  Para ulama sepakat bahwa kadar zakat fitrah adalah ….

a. satu sha’,

b. 3,8 Kg

c. 2,2 Kg

d. 2176 gram

11.  Setiap orang yang wajib menafkahi orang lain, maka ia juga …  membayar zakat fithrahnya”.

a. wajib

b. tidak wajib

c. sunnah

d. boleh

12.  Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa satu sha’ setara dengan …

a. 2,2 Kg

b. 3,8 Kg

c. 3,0 Kg

d. 2176 gram

13.  Diperbolehkan mengeluarkan zakat Fitrah dengan uang seharga ukuran itu, jika dianggap lebih bermanfaat bagi mustahik, ini adalah pendapat dari madzhab ….

a. Hanafiyah

b. Malikiyah

c. Syafi’iyah

d. Hanabilah

14.  Suatu kadar harta yang diberikan oleh orang yang wajib mengeluarkan zakat kepada orang yang berhak menerimanya, merupakan definisi dari ….

a. zakat fitrah

b. zakat harta

c. sedekah

d. infaq

15.  Batas minimum wajib zakat disebut :

a. nishab

b. haul

c. sha’

d. mitsqal

16.  Rasulullah Saw bersabda: “Suatu harta tidak wajib dizakati kecuali telah melewati masa … tahun” (HR. Abu Dawud).

a. 3

b. 4

c. 1

d. 2

17.  Rasulullah Saw bersabda: “Zakat kambing yang digembalakan adalah satu ekor kambing ketika jumlahnya telah mencapai … sampai seratus dua puluh ekor.” (HR. Bukhari)

a. 30

b. 40

c. 50

d. 60

18.  Nishab hasil pertanian adalah … Sha’.

a. 100

b. 200

c. 300

d. 400

19.  sha’ sama dengan … mud.

a. 4

b. 1

c. 2

d. 5

20.  Wajib mengeluarkan zakat pertanian sebesar …  jika pengairannya membutuhkan biaya dari pemilik.

a. 1/20

b. 1/10

c. 3/40

d. 2/30

21.  Zakat al-Naqd adalah zakat ….

a. hasil tambang

b. emas perak

c. rikaz

d. harta dagangan

22.  Nisab emas adalah … gram.

a. 83

b. 84

c. 74

d. 73

23.  nishab perak adalah … gram.

a. 588

b. 855

c. 885

d. 858

24.  Yang wajib dizakatkan dari hasil tambang adalah ….

a. 1/40

b. 2/40

c. 3/40

d. 4/40

25.  Jumlah yang wajib dikeluarkan dalam rikaz adalah ….

a. 1/5

b. 2/5

c. 3/5

d. 4/5

26.  Yang wajib dikeluarkan dalam zakat harta dagangan adalah 1/40 dari jumlah seluruhnya, yaitu ….

a. 2 %

b. 2,5 %.

c. 5%

d. 10%

27.  Orang yang dikenai kewajiban membayar kewajiban zakat atas kepemilikan harta yang telah mencapai nishab dan haul disebut ….

a. muzakki

b. mustahiq

c. waqif

d. penerima zakat

28.  Syarat-syarat wajib zakat ada ….

a. 5

b. 6

c. 7

d. 8

29.  Harta yang diwakafkan kepada orang tertentu (muayyan) seperti pohon kurma yang diwakafkan kepada Zaid, maka hasilnya …  jika mencapai satu nishab.

a. harus dizakati 

b. tidak harus dizakati

c. sunnah dizakati

d. haram dizakati

30.  Orang yang berhak menerima zakat disebut 

a. mustahik

b. muzakki

c. waqif

d. qadhi

 

B. Essay

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar!

  1. Jelaskan pengertian zakat!
  2. Tulislah hadits Nabi yang menjadi dalil hukum zakat!
  3. Apa perbedaan zakat fitrah dengan zakat harta!

4.      Apa yang dimaksud dengan muzakki dan mustahiq zakat!

  1. Tulislah surat at-Taubah ayat 60 tentang mustahiq zakat!

 

Balikan Dan Tindak Lanjut

Cocokkan hacil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang ada. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi ini.

Rumus:

Tingkat penguasaan = x 100 %

 

Arti tingkatan penguasaan Anda capai:

90 % -100 %   = Baik Sekali

80 % - 89 %    = Baik

70 % - 79 %    = Cukup

< 69%              = Kurang

Kalau anda mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas, berarti Anda telah lulus mata pelatihan ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KUNCI JAWABAN EVALUASI PEMBELAJARAN

 

A. Pilihan Ganda

1.      a. membersihkan

2.      a. berkembang

3.      b. bagus atau baik

4.      a. 30

5.      b. 2

6.      d. ciptaan

7.      b. tidak wajib

8.      b. fadhilah/ utama

9.      c. haram

10.  a. satu sha’,

11.  a. wajib

12.  a. 2,2 Kg

13.  a. Hanafiyah

14.  b. zakat harta

15.  a. nishab

16.  c. 1

17.  b. 40

18.  c. 300

19.  a. 4

20.  a. 1/20

21.  b. emas perak

22.  b. 84

23.  a. 588

24.  a. 1/40

25.  a. 1/5

26.  b. 2,5 %.

27.  a. muzakki

28.  a. 5

29.  a. harus dizakati 

30.  a. mustahik

 

B. Essay

1.      Jelaskan pengertian zakat!

Jawabannya:

Zakat menurut bahasa ialah membersihkan atau mensucikan, tumbuh atau berkembang, bagus atau baik dan berkah. Adapun menurut syara’ adalah mengeluarkan harta tertentu yang diberikan kepada golongan tertentu dengan cara dan niat tertentu.

2.      Tulislah hadits Nabi yang menjadi dalil hukum zakat!

Jawabannya:

Hadits Nabi Muhammad Saw yang artinya : “Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya; menegakkan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji; dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim ).

3.      Apa perbedaan zakat fitrah dengan zakat harta!

Jawabannya:

Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan berdasarkan jumlah atau anggota keluarga, perempuan dan laki-laki, kecil maupun dewasa, wajib mengeluarkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan. Sedangkan zakat harta adalah suatu kadar harta yang diberikan oleh orang yang wajib mengeluarkan zakat kepada orang yang berhak menerimanya.

4.      Apa yang dimaksud dengan muzakki dan mustahiq zakat!

Jawabannya:

Muzakki adalah orang yang dikenai kewajiban membayar kewajiban zakat atas kepemilikan harta yang telah mencapai nishab dan haul. Adapun orang yang berhak menerima zakat disebut mustahik zakat.

5.      Tulislah surat at-Taubah ayat 60 tentang mustahiq zakat!

Jawabannya :

Mustahiq zakat sebagaimana firman Allah Swt yang artinya :  “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At-Taubah: 60). 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Hasan Ahmad Muhammad al-Kaaf, at-Taqriraat as-sadidah, Trim Yaman: Daar al-Ilm wa al-Dakwah, 2003, cet. 1

Mahmudi, Sistem Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat, Yogyakarta: P3EI, 2009

Muhammad Abdul Fattah al-Banhawi, Zakat al-Fithri wa Atsaruha al-Ijtimaiyyah

Muhammad bin Ahmad bin Umar asy-Syathiri, Syarh Yaqut an-Nafis, Beirut, Dar al-Minhaj, 2011,  cet. ketiga  2011

Muhammad Nawawi ibn Umar, Qut al-Habib al-Gharib, Surabaya, al-Hidayah, tt

Nawawi, Nihayatz Zain, Surabaya, al-Haramain, cet. ke-1

Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2019, cet. 87

Taqiyyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Hishni, Kifayatul Akhyar, Surabaya, al-Haramain, cet. kedua, 2002

Yusuf al-Qardhawi, Fiqhu az-Zakaat, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1994, cet. ke-22.



[1] Al-Quran juga menggunakan kata “zakaa” yang berarti “bersih (suci) dari keburukan dan kemungkaran. Sebagimana firman Allah Swt yang artinya : “Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu(QS. An-Nur : 21). Dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dan dosa). Dan ia adalah seorang yang bertakwa (QS. Maryam: 13).

[2] Syekh Taqiyyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Hishni, Kifayatul Akhyar, Surabaya, al-Haramain, cet. kedua, 2002, hal. 104.

[3] Yusuf al-Qardhawi, Fiqhu az-Zakaat, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1994, cet. ke-22, hal. 39

[4] Hasan Ahmad Muhammad al-Kaaf, at-Taqriraat as-sadidah, Trim Yaman: Daar al-Ilm wa al-Dakwah, 2003, cet. 1, hal. 395.

[5] Adapun zakat menurut empat mazhab sebagai berikut: Madzhab Hanafiyah : Menjadikan harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus yang ditentukan syari’at karena Allah Swt. Madzhab Malikiyah : Mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang yang khusus juga yang telah mencapai nishab kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Madzhab Syafi’iyah : Sebuah ungkapan untuk keluarnya harta sesuai dengan cara yang khusus. Dan madzhab Hanabilah : Merupakan hak wajib yang ada pada harta tertentu untuk sekelompok orang tertentu pada yang tertentu pula.

[6] Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal ala al-Minhaj, Beirut, Dar al-Fikr, cetakan kedua, 2003, jilid dua, hal. 96.

[7] Muhammad bin Ahmad bin Umar asy-Syathiri, Syarh Yaqut an-Nafis, Beirut, Dar al-Minhaj, 2011,  cet. ketiga  2011, hal. 259

[8] Mahmudi, Sistem Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat, Yogyakarta: P3EI, 2009, hal. 15.

[9] Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir pada tiap-tiap butir. Sebagaimana firman Allah Swt yang artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah : 261). Allah memerintahkan agar orang-orang yang beriman mengeluarkan sebagian harta bendanya untuk kebaikan dari harta bendanya yang baik-baik, bukan yang buruk-buruk., sebagaimana firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS. Al-Baqarah : 267). Zakat mempunyai fungsi sosial dalam masyarakat. Keserakahan dan  kedzaliman seseorang tidak bisa ditolerir apabila ia telah memakan dan menguasai harta anak yatim, sebagaimana firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)(QS. An-Nisaa:10)

[10] Fitrah Allah yang dimaksud dalam ayat diatas yaitu ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama Tauhid. Karena itu, kalau ada manusia tidak beragama Tauhid, maka hal itu dikarenakan pengaruh lingkungan dan bertentangan dengan pembawaan manusia sejak lahir.  Kata ‘fitrah’ juga ada dalam sabda Rasulullah Saw yang artinya : “Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi.” (HR. al-Thabrani dan al-Baihaqi).

[11] Yusuf al-Qardhawi, Fiqh Zakat, Beirut: Muassasah al-Risalah, Juz II, hal 918.

[12] Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cetakan pertama, 2013, hal. 397

[13] Muhammad Abdul Fattah al-Banhawi, Zakat al-Fithri wa Atsaruha al-Ijtimaiyyah, hal 34-35.

[14] Hasan Ahmad Muhammad al-Kaaf, op.cit., hal. 419

[15] Ibid., hal. 420

[16] Ibid., hal. 420

[17] Ibid., hal. 398

[18] An-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Mesir, al-Muniriyah, jilid V, hal. 323.

[19] Muhammad Nawawi ibn Umar, Qut al-Habib al-Gharib, Surabaya, al-Hidayah, hal. 102-103.

[20] Ibid., hal. 103-104.

[21] Ibid.,, hal. 104.

[22] Dinamakan al-Mu’asysyiraat (المعشرات) karena wajib mengeluarkan al-usru (1/10)

[23] Kata “مِنْ” di sini menunjukkan sebagian, artinya tidak semua hasil bumi itu dizakati.

[24] jumhur ulama meluaskan zakat hasil pertanian ini pada tanaman lain yang memiliki ‘illah (sebab hukum) yang sama. Jumhur ulama berselisih pandangan mengenai ‘illah (sebab) zakat hasil pertanian. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada segala sesuatu yang ditanam baik hubub (biji-bijian), tsimar (buah-buahan) dan sayur-sayuran. Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang merupakan kebutuhan pokok dan dapat disimpan. Imam Ahmad berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang dapat disimpan dan ditakar. Lihat Fiqh Sunnah, 1: 325-326 dan Al Wajiz Al Muqorin, hal. 57-58.

[25] Contoh, jika satu tahun tadah hujan harus mengeluarkan zakat sebesar 10%, maka untuk lama 4 bulan irigasi tadah hujan, maka persentase zakatnya adalah sebesar: (4 bulan/12 bulan) x 10% = 3,33%. Untuk 8 bulan irigasi berbayar, maka persentase zakatnya adalah sebesar (8 bulan/12 bulan) x 5% = 3,33 %. Total persentase tadah hujan ditambah total persentase irigasi berbayar = 3.33% + 3.33%, sehingga total 6,66%.

[26] Hasan Ahmad Muhammad al-Kaaf, op.cit.,  hal. 410.

[27] Ibid., hal. 410 – 411.

[28] Ibid., hal. 412

[29] Ibid., hal. 413

[30] Ibid.,hal. 414

[31] Sehingga jika berdagang emas dan perak, yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah emas peraknya bukan zakat dagangannya jika telah memenuhi persyaratan.

[32] Tidak wajib mengeluarkan zakat dari harta yang niat untuk disimpan.

[33] Hasan Ahmad Muhammad al-Kaaf, op.cit.,  hal. 414

[34] Syekh an-Nawawi Banten, Nihayatz Zain, Surabaya, al-Haramain, cet. pertama, hal.: 168.

[35] Yusuf al-Qardhawi, Fiqh Zakat, Beirut: Muassasah al-Risalah, Juz II, hal 918.

[36] Muhammad bin Ahmad bin Umar asy-Syathiri, Syarh al-Yaqut an-Nafis, Beirut, Dar al-Minhaj, cetakan ketiga tahun 2011, hal260

[37] Ibid., hal 259.

[38] Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cet. pertama, 2013, hal. 397

[39] Ibid.

[40] Ibid.

[41] Ibid.

[42] Ibid.

[43] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

[44] Hasan Ahmad Muhammad al-Kaaf, op.cit.,  hal. 423

[45] Imam al-Razi, al-Tafsir al-Kabir, Jilid 16, hal.  87

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manasik Umroh

HUKUM ASURANSI

PUASA