5 Pedoman Berperilaku di Media Sosial

 

Pertama adalah dalil dalam Al-Qur’an dan hadits yang menjadi panduan dalam bermedia sosial. Di antaranya firman Allah SWT yang memerintahkan pentingnya tabayyun atau klarifikasi ketika memperoleh informasi yakni pada surat Al-Hujurat ayat 6:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ   

Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu" 

Hadits Nabi saw juga perlu kita pegang dalam bermedia sosial yang memerintahkan agar kita bertutur kata yang baik. Hadits ini berasal dari Abi Hurairah ra:

   وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَـقُلْ خَـيْرًا أَوْ لِيَـصـمُـتْ  

Artinya, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam." (HR Al-Bukhari dan Muslim).  

Kedua kita harus memperhatikan hal-hal yang diharamkan. Dalam bermuamalah di media sosial setiap kita wajib senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran dan kemaksiatan, mempererat ukhuwwah, dan memperkokoh kerukunan, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan Pemerintah.   Kita diharamkan melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan, melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan, menyebarkan hoaks, pornografi, kemaksiatan, berprasangka buruk dan segala hal yang terlarang secara syar'i. Allah berfirman:

 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ   

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain“ (QS Al-Hujurat: 12).  

Ketiga, kita perlu memahami panduan-panduan dalam bermedia sosial. Kita harus menyadari bahwa informasi yang berasal dari media sosial memiliki dua kemungkinan yakni benar dan salah. Dari dua hal ini kita harus mengetahui bahwa yang baik di media sosial itu belum tentu benar. Yang benar belum tentu bermanfaat. Yang bermanfaat belum tentu cocok untuk disampaikan ke ranah publik. Tidak semua informasi yang benar itu boleh dan pantas disebar ke ranah publik. Kita tidak boleh langsung menyebarkan informasi sebelum dicek dan dilakukan proses tabayyun serta dipastikan manfaatannya. Dalam melakukan pengecekan apakah informasi yang kita dapat benar atau tidak, bermanfaat atau membawa mafsadat, kita harus memastikan sumber informasi (sanad)nya. Teliti kepribadian, reputasi, kelayakan dan keterpercayaan orang yang menyebar informasi. Pastikan juga aspek kebenaran konten (matan)nya, yang meliputi isi dan maksud mengapa informasi tersebut disebarkan. Dan penting juga untuk memastikan konteks tempat dan waktu serta latar belakang saat informasi tersebut disampaikan.   Pengecekan informasi ini bisa kita lakukan dengan bertanya kepada sumber informasi atau pihak-pihak yang memiliki otoritas dan kompetensi. Sebaiknya saat menanyakan sebuah informasi, kita lakukan secara tertutup alias tidak terbuka di ranah publik seperti melalui group WA misalnya. Hal ini bisa menyebabkan informasi yang belum jelas kebenarannya tersebut bisa beredar luar ke publik.  

Keempat, kita perlu memahami pedoman dalam memproduksi atau membuat konten di media sosial. Kita harus menggunakan kalimat yang baik, tidak multitafsir, dan tidak menyakiti orang lain. Konten yang kita buat di media sosial juga harus menyajikan informasi yang bermanfaat dan mewujudkan kemaslahatan serta menghindarkan dari kemafsadatan.   Hal-hal yang kita unggah di media sosial harus bisa mendorong kepada kebaikan (al-birr) dan ketakwaan (at-taqwa), bisa mempererat persaudaraan (ukhuwwah) dan cinta kasih (mahabbah), menambah ilmu pengetahuan, dan mendorong orang lain untuk melakukan ajaran Islam dengan menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Mari hindari mengunggah konten di media sosial yang melahirkan kebencian dan permusuhan mencari-cari aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain.  

Kelima, kita perlu memahami pedoman dalam menyebarkan informasi di media sosial di antaranya memastikan bahwa yang kita sebarkan adalah benar dari aspek isi, sumber, waktu dan tempat, latar belakang serta konteks informasi disampaikan. Informasi yang kita sebar juga harus bermanfaat, baik bagi diri penyebar maupun bagi orang atau kelompok yang akan menerima informasi tersebut.   Jangan dengan mudah kita menyebarkan informasi yang kita dapatkan karena Rasulullah telah mengingatkan dalam haditsnya:

   كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ  

Artinya, “Cukup seseorang dikatakan dusta, jika ia menceritakan segala apa yang ia dengar.” (HR. Muslim).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FIQIH KONTEMPORER

CATATAN KULIAH SYARIAH

BUKU FIQIH KONTEMPORER